Sebelum baca, klik bintang dibawah dulu ya🌼
Selamat membaca, Guys❤
__________________Dirumah Leonyca
Leonyca melangkah bolak-balik di depan jendela kamarnya. Tubuhnya terbalut jaket tebal karena sudah 3 hari Leonyca demam.
"Ony...." suara yang begitu lembut itu membuat Leonyca berhenti. Devany yang sedari tadi duduk di tepi tempat tidur Leonyca merasa resah melihat putri satu-satunya itu.
Leonyca mendekati Devany dan duduk di sebelah ibunya. "Jadi belum ada kabar dari Patch ya, Ma?" Devany menggeleng membuat Leonyca menghela napasnya pelan.
"Tapi ada kabar buruk, Nak." Devany mengelus kening Leonyca yang berkerut.
"Papamu sudah menyuruh orang untuk melihat ke rumah yang kalian tempati selama di desa itu, ternyata rumah itu sudah kosong. Itu artinya, Patch tidak tinggal di rumah itu. Mungkin Patch sudah kembali ke Jakarta."
"Aku sudah mencoba menghubungi pendeta Nicola, Ma. Tapi beliau mengatakan tidak tahu Patch dimana. Dia benar-benar misterius." Leonyca menghela napasnya sekali lagi. Setelah Leonyca kembali ke Jakarta memang dia tidak tahu bagaimana kabar Patch. Lelaki itu menghilang tanpa meninggalkan jejak. Leonyca hanya ingin tahu saja dimana keberadaan Patch saat ini.
"Ony, tadi Omamu menelepon."
"Apa sudah ada kabar dari Matt, Ma?" Devany mengangguk sambil tersenyum.
"Nanti malam mereka akan datang ke sini. Katanya ada kabar baik dan kabar buruk." Leonyca memgangguk saja.
"Nah, sekarang Ony makan dulu, ya Nak." Leonyca menggeleng.
"Aku tidak lapar, Ma." Devany mengehela napas pelan, dia sudah berkali-kali membujuk Leonyca untuk makan agar bisa meminum obatnya, tapi Leonyca selalu mengatakan kalau dia tidak lapar. Padahal Devany tahu perut Leonyca kosong sejak kemarin malam. Leonyca hanya minum susu dan teh hangat yang dibuat Devany.
"Ma, kenapa ya Matt akhir-akhir ini? Dia sangat aneh. Iya kan, Ma?" Devany mengelus punggung tangan Leonyca. Dia tersenyum tipis.
"Iya Sayang. Kita tunggu saja nanti malam, ya." Leonyca menggerutu dalam hati karena perubahan sikap Matt dalam seminggu terakhir ini.
"Aku kangen Bang Jackson, Ma. Kira-kira, kapan ya Ma Bang Jackson pulang?" Leonyca memeluk ibunya dengan pelan.
"Nanti Abang pasti pulang kalau pekerjaannya sudah selesai. Ony tahu kan kalau Abang Jackson sangat sibuk akhir-akhir ini." Devany mengecup puncak kepala Leonyca.
"Ma, harusnya Bang Jason membantu pekerjaan Bang Jackson! Aku sangat sebal melihat Bang Jason. Padahal Bang Jackson menjadi seperti sekarang karena Bang Jason, Ma! Bang Jackson jadi cuek, dingin, dan tidak mau berpacaran. Kak Mine juga dulu salah! Kalau dia tidak suka pada Bang Jackson, kenapa dia tidak terus terang saja? Ma, aku kesal!" Dada Leonyca naik turun karena tersulut emosi. Devany mengelus punggung Leonyca dan dia diam saja. Membiarkan Leonyca mengeluarkan unek-uneknya.
"Ma, aku tahu semuanya tentang mereka. Tapi aku tidak memberitahu pada Bang Jason. Kalau Bang Jason tahu, Bang Jason pasti sedih. Tapi aku tidak terima karena gara-gara Kak Mine, Bang Jackson jadi berubah! Aku coba telepon, tapi Bang Jackson tidak angkat. Ma, aku kesal!" Leonyca melepas pelukannya dan dia mengusap matanya seperti anak kecil.
"Ony...." suara Devany begitu lembut. Leonyca menggeleng.
"Ma, aku ingin Bang Jackson kembali seperti dulu. Aku ingin Bang Jackson menikah agar Abang tidak kesepian lagi. Bang Lee juga akhir-akhir ini sibuk. Aku seperti tidak punya abang. Aku benci mereka semua!" Leonyca mengusap air matanya.
"Abang-abang Ony semua punya kesibukan, Nak. Mereka juga tak ingin seperti ini. Apalagi Bang Jackson. Dia sudah berjanji akan segera pulang kalau pekerjaannya sudah selesai. Sabar, ya. Nanti pasti kita bisa berkumpul lagi, Nak." Devany mengusap air mata Leonyca.
"Tapi, Ma...." Devany meletakkan jari telunjuknya di bibir Leonyca, dia menggeleng. "Anak-anak Mama sudah bertumbuh dewasa, ya. Nanti saat Ony sudah menikah, Ony juga akan fokus ke keluarga baru Ony. Sudah punya tanggungjawab lebih. Nah, begitu juga dengan Bang Jackson, Bang Jason, dan Bang Lee. Malahan, Mama yang nantinya kesepian." Devany tersenyum, matanya sudah berkaca-kaca.
"Ah, Mama......" rengek Leonyca manja. Dia kembali memeluk Devany. "Aku tidak boleh egois," ucap Leonyca parau. Devany mengangguk dan memeluk Leonyca semakin erat.
★•••★
Di rumah Nadia
"Maaf, Ma. Sepertinya aku tidak bisa ikut dengan Mama. Aku masih ingin di sini."
"Tapi Matt, kamu tidak ingin bertemu Ony? Ony sudah 3 hari ini demam. Ony tidak mau makan sejak kemarin malam. Kamu yakin?" Matt mengangguk membuat Lory mengeramg frustrasi.
"Aku sangat ingin bertemu Ony, Ma. Aku juga merindukan dia. Tapi di rumah ini ada yang lebih membutuhkan aku, Ma."
"Ya sudah kalau begitu, Matt. Kamu jaga kesehatan, ya. Setidaknya telepon Ony walau sekali. Ony pasti menunggu kabar darimu. Aku pulang dulu." Belum mendapat jawaban dari Matt, Lory sudah langsung melenggang pergi.
Matt mematung di sofa yang dia duduki.
"Leonyca sakit?" Pertanyaan itu menyadarkan Matt. Ternyata Evano sudah duduk di sebelahnya. Matt hanya mengangguk.
"Kenapa tidak pergi melihatnya? Tidak apa-apa, kok Matt. Aku bisa menjaga Mama. Lagi pula kondisi Mama sudah lebih baik. Karena kamu lah obat mujarab untuk Mama."
"Kamu mengusirku?" Evano menggeleng.
"Tentu saja tidak, Matt. Aku tahu kamu sangat ingin bertemu Leonyca."
"Yah, kamu benar. Tapi sekarang aku tidak bisa. Aku masih ingin beradaptasi di sini. Bukankah kamu tadi mengatakan kalau Papa akan pulang?"
"Yah, tapi aku harap kamu tidak kecewa dengan Papa. Karena Papa sangat berbeda dari Om Nara. Jauh." Evano menghela napasnya pelan. Dia memperhatikan ekspresi Matt yang penasaran.
"Jadi, Papa kita itu menghabiskan waktunya untuk bekerja dan bekerja. Jarang sekali pulang. Papa sangat cuek. Mama pernah bilang kalau Papa berubah semenjak bayi mereka meninggal. Karena Papa sudah sangat mengidam-idamkan bayi itu. Tapi kamu jangan berpikir aneh, ya. Istri Papa hanya Mama, kok. Sesungguhnya Papa sangat menyayangi Mama, hanya saja Papa lupa bagaimana caranya mengekspresikan rasa sayangnya. Wajahnya datar, dingin, dan cuek. Kalau Papa tahu kamu masih hidup, Papa pasti sangat senang. Mungkin juga kembali ramah dan tersenyum. Mudah-mudahan nanti malam Papa benar-benar pulang."
"Jadi, yang menjaga Tante Nadia hanya kamu?" Evano menaikkan sebelah alisnya.
"Belajarlah memanggilnya mama, Matt. Mama pasti sangat senang." Matt mengangguk. "Ya, yang menjaga Mama hanya aku. Dulu saat aku berobat ke luar negeri bersama Papa, Mama tidak ikut. Hah, Mama sangat kesepian," ucap Evano menyesal.
"Matt, aku harap kamu bisa menerima kami sebagai keluargamu. Mungkin tidak mudah, tapi tak ada salahnya mencoba kan?"
"Aku akan berusaha."
"Bagus lah." Evano bangkit berdiri, dia menepuk bahu Matt tiga kali, lalu dia pergi meninggalkan Matt.
"Hah, sepertinya keluarga ini rumit." Matt menundukkan kepalanya, dia mengacak-acak rambutnya. Dia mengerang frustrasi.
★•••★
Btw Guys, baca cerita baruku berjudul WHY ME ya. Itu cerita mengenai Jackson, abang Leonyca.
Terima kasih
~Naomi
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...