Leonyca memeluk lututnya dengan erat, peluh keringat membasahi kening, leher, dan bajunya. Tubuhnya bergetar hebat, dan dia tidak berhenti menangis. Gadis itu ketakutan.
Tidak ada yang tahu, tidak ada yang peduli! Karena Leonyca selalu mengatakan pada keluarganya kalau dia baik-baik saja.Sudah seminggu berlalu, Matt tidak pernah datang lagi, Leonyca sendirian di rumahnya. Tidak ada telepon dari Matt, bahkan untuk menanyakan kabar Leonyca.
Dan begitulah, Leonyca makan tidak makan, kadang tidak tidur semalaman demi menunggu Matt pulang. Leonyca juga tidak pergi ke sekolah sejak saat itu.
Leonyca sudah berusaha menghubungi Matt, tapi nomor Matt tidak aktif lagi.
Pikirkan gadis itu kacau, dia tidak bisa berpikir dengan rasional lagi. Yang menjadi pertanyaan Leonyca, kenapa Matt meninggalkannya?
Leonyca keluar dari lemari tempat persembunyiannya, ia merangkak di lantai karena dia malas berjalan. Wajah Leonyca begitu pucat, bibirnya pecah-pecah.
Dia merangkak menuju kulkas yang ada di dapur, membuka kulkas itu dan dia meraih kue yang dibawakan Jason dan Mine minggu lalu. Leonyca juga mengambil air di botol lalu meneguk air itu dengan rakus. Leonyca meringis karena kerongkongannya yang sakit.
Dia meletakkan botol air itu di lantai, lalu memakan kue yang sudah berjamur itu dengan rakus. Dia memakannya sambil menangis. Sesekali, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal menggunakan tangannya yang kotor membuat rambutnya yang berantakan semakin berantakan.
Leonyca kesulitan menelan makanan itu, dia memuntahkan apa yang dia makan dan minum. Napasnya tersengal-sengal. Karena perutnya juga sudah sakit, akhirnya Leonyca memakan apa saja yang bisa dia makan. Makan dan menelan dengan bantuan air.
Leonyca menundukkan kepalanya, dia bukanlah gadis yang tegar. Keadaan yang dialaminya membuat Leonyca depresi. Tapi dia harus berusaha tegar, menghilangkan kesedihannya. Dia harus bangkit dari keterpurukan yang dia rasakan.
"Mama ... Papa...." ucap Leonyca dalam tangisnya. Dia berusaha berdiri, dan setelah berhasil ... Leonyca melangkah menuju wastafel dan membersihkan tangan, wajah, dan rambutnya. Dia menatap dirinya di cermin dan dia tersenyum kecut.
Selesai membersihkan, Leonyca mencari apa saja untuk melukai dirinya sendiri. Tidak ada benda tajam yang dia temukan di dapur.
Akhirnya Leonyca mencari ke kamar dan mendapat gunting di dalam laci. Leonyca mangambil gunting itu dan ia melangkah menuju meja riasnya. Dia duduk di kursi dan sebelah tangannya menyentuh rambutnya. Mengurungkan niatnya untuk melukai dirinya.
Dengan nekat, Leonyca menggunting rambut panjangnya dengan hati-hati. Setelah selesai, dia meraih sisir dan menyisiri rambut itu dengan tangannya yang bergetar.
"Seperti ini lebih baik, lebih cantik, haha...." tawa itu bergema di kamar yang sepi.
Leonyca cemberut melihat potongan rambut barunya. Rambut yang dulu panjang, kini panjangnya hanya sebatas bahu saja.
Dia melemparkan gunting itu ke lantai, lalu berjongkok di lantai. Karena malas berjalan, Leonyca merangkak menuju kamar mandi.
Sudah berapa hari dia tidak mandi? Entahlah, yang pasti Leonyca juga sudah lupa.
Lima belas menit kemudian, Leonyca keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di tubuhnya. Dia melangkah menuju lemari pakaian.
Dia mengambil pakaian yang akan di pakai. Leonyca memilih t-shirt milik Matt dan celana selutut. Saat sudah selesai, Leonyca berlari menuju meja riasnya.
Leonyca menatap dirinya di dalam cermin, memasang wajah paling judesnya. Leonyca meraih sisir dan kembali menyisir rambutnya.
"Tidak terlalu jelek, biasa saja, kok!" ketus Leonyca.
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...