Leonyca membuka matanya sambil menggaruk lehernya yang terasa gatal. Dia mengedarkan pandangannya untuk memastikan mereka sudah sampai atau belum. Lalu dia melirik jam di tangannya.
"Hampir jam dua dini hari. Ternyata sudah sampai, ya? Aku pikir sampainya pagi." Leonyca melihat ke sampingnya. Keningnya berkerut saat melihat Patch tidur, bukan Leonard.
Leonyca mengulum senyumnya saat dia berniat menjaili Patch yang terlihat tidur dengan nyenyak. Dengan gerakan pelan, Leonyca menaikkan tangannya mendekati wajah Patch. Saat hendak menarik hidung Patch, tapi tangan Leonyca sudah di tahan Patch.
"Tidak boleh jail pada orangtua," kata Patch masih dengan mata yang terpejam.
Leonyca menarik tangannya, dia mengerucutkan bibirnya.
"Kita sudah sampai. Ternyata hanya tidak sampai tiga jam. Haha...." Leonyca berdiri dan dia menatap ke sekeliling.
"Abang mana, ya?" tanya Leonyca menyentuh dagunya.
"Dia sudah pulang. Katanya ada urusan penting." Leonyca menendang kaki Patch membuat mata lelaki itu terbuka.
"Kamu sama sekali tidak punya etika. Dasar, kekanakan!" gerutu Patch sembari berdiri.
"Terserah!" jerit Leonyca sambil berkacak pinggang, mengabaikan tatapan aneh dari beberapa penumpang yang terbangun karena keributan yang dibuatnya.
"Bawa sendiri tas dan kopermu." Patch mendorong Leonyca, lalu turun lebih dulu.
"Sinting! Dia tidak seperti pendeta! Tidak seperti saat di stasiun tadi!" sungut Leonyca sembari memakai tasnya, dia juga mengangkat kopernya. Lalu ikut turun dari kereta.
"Stasiun Pegaden Baru. Aku belum pernah ke sini. Dan ternyata Matt lebih memilih tinggal di pedesaan. Dasar, Matt! Dia pikir aku tidak bisa menemukannya, huh?" Leonyca menggeret kopernya, mencari keberadaan Patch.
"Di mana dia? Ah, sepertinya dia sedang buang air besar, hihi...." Leonyca pun akhirnya duduk di kursi yang ada.
Sembari menunggu Patch yang pergi entah ke mana, Leonyca memanfaatkan waktu luangnya untuk mencari tempat-tempat wisata di pedesaan Subang menggunakan ponselnya. Dan dia tertarik untuk mengunjungi salah satu desa Wisata Wangunharja-Subang.
"Sepertinya tempat ini bagus, aku jadi tidak sabar memotret pemandangannya nanti," katanya berbicara sendiri.
Leonyca mendongak saat ada yang menyodorkan kopi panas untuknya.
"Terima kasih," kata Leonyca tersenyum lebar pada Patch, dia menerima kopi yang dibelikan Patch.
Patch duduk di sebelah Leonyca, melirik gadis itu yang menyeruput kopi panas yang tadi dia belikan. Lalu melirik ponsel Leonyca.
"Aku ingin ke tempat ini," kata Leonyca membuat kerutan di kening Patch terlihat dengan jelas.
"Kenapa tiba-tiba? Bukannya kamu ingin mencari pacarmu?"
"Aku tidak punya pacar! Tapi, kamu benar." Leonyca memberikan kopinya pada Patch.
"Aku tidak suka kopi pahit. Kamu benar-benar tidak tahu bagaimana selera wanita," gumam Leonyca. Patch menerima kembali kopi dari tangan Leonyca, dan dia hanya mengangkat bahunya.
"Patch, ini masih jam setengah tiga. Apa kita akan tetap menunggu di sini sampai matahari terbit?"
"Terserah." Leonyca menggerutu dalam hati mendengar jawaban Patch.
Ternyata dia sangat menyebalkan dan irit bicara!
"Baiklah, kita tunggu di sini saja sampai pagi. Lagi pula, Matt ada di pedesaan Wangunharja. Itu berarti, aku bisa liburan." Patch hanya diam dan memasang ear phone di telinganya menambah kekesalan hati Leonyca.
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...