41. Seperti Kehilangan

1K 73 15
                                    

Leonyca turun dari tempat tidur karena merasa sudah lebih baik. Dia hanya diam begitu juga dengan Matt yang sedari tadi menjaganya saat pingsan.

"Terima kasih, Matt." Leonyca tersenyum tipis sambil menepuk bahu Matt. Lalu dia melangkah keluar dari kamar itu.

"Ony...." Leonyca berhenti melangkah. Dia membalikkan tubuhnya dan ternyata Matt juga sudah memutar kursi rodanya.

"Ya Matt?" Leonyca melirik dari sudut matanya ke arah kiri, baru sadar kalau sedari tadi ada sepasang mata menatapnya tajam.

"Jangan dulu pergi," pinta Matt, tapi Leonyca langsung menggeleng.

"Permisi." Leonyca membalikkan tubuhnya dan langsung pergi. Dia menahan air matanya agar tidak terjatuh. Leonyca melangkah dengan cepat keluar dari rumah itu. Dia juga kembali melangkah mengikuti jalan yang dia pijak tadi tanpa melihat kanan dan kiri.

"Leonyca!" Leonyca berhenti melangkah, dia menatap lurus ke depan. Dia melihat Patch berdiri di perbatasan antara desa dan hutan. Leonyca mengusap sudut matanya, dia berlari mendekati lelaki itu.

"Benar dugaanku kalau kau pasti ke sini," ucap Patch saat Leonyca sudah berdiri di depannya. Leonyca mengangguk dan langsung memeluk Patch.

"Dia marah padaku. Dia tinggal dengan gadis itu." Leonyca tidak bisa menahan air matanya lagi. Dia tumpahkan di dada Patch. Patch mendorong tubuh Leonyca sampai pelukan Leonyca terlepas.

"Lalu?" Leonyca menggeleng. Dia diam saja saat Patch mengusap air matanya.

"Wajahmu pucat dan panas. Sepertinya kau demam." Patch menarik tangan Leonyca dan mereka pun pergi dari tempat itu.

Sementara itu. Matt melempar apa saja yang bisa dia jangkau. Merasa dirinya sangat bodoh.

"Hancurkan saja semuanya!" jerit Ratu membuat Matt mengepalkan tangannya.

"Ya, kau selanjutnya!" ucap Matt dengan dingin. Ratu keluar dari kamar Matt dan dia memutuskan pergi.

Matt menarik rambutnya frustrasi. Wajahnya memerah. Hatinya benar-benar kacau.

"Seandainya aku tidak mendiamkan Ony tadi, Ony pasti masih di sini. Ony pasti tidak ketakutan. Bagaimana bisa aku bersikap seperti itu pada Ony?" Matt mengacak-acak rambutnya. Dia menarik napasnya dan mengembuskan secara perlahan.
Dia benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih.

Matt sangat menyadari tatapan kesedihan di mata Leonyca. Tapi dia bahkan tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa melihat Leonyca yang lemah.

Matt menjalankan kursi rodanya, seketika dia ingin bisa berjalan lagi agar bisa melindungi Leonyca, agar bisa menjaga gadis itu. Namun saat Matt sudah membulatkan tekad, dia malah merasa telah kehilangan Leonyca. Gadis yang sampai kini masih merajai hatinya.

Saat sudah di depan pintu yang tertutup rapat, Matt sudah tahu kalau dia tidak bisa keluar dari rumah itu karena Ratu mengunci pintu.

Matt menghela napasnya pelan, dia benar-benar tidak tahu harus keluar dari mana, apa lagi kondisi kakinya yang tidak bisa berjalan. Matt mengerang pelan, dia ingin menyusul Leonyca, tapi tidak bisa. Matt pun kembali ke kamarnya. Nanti saat Ratu sudah pulang, dia akan membujuk gadis itu. Demi Leonyca!

★∞★

Leonyca duduk termenung di depan jendela di ruang tengah. Kepalanya yang berdenyut dia abaikan.

"Leonyca!" Leonyca membalikkan tubuhnya, dia tersenyum tipis pada Patch.

"Patch, aku ingin pulang. Aku rindu keluargaku. Di sini aku hanya melakukan hal yang sia-sia. Bagaimana pun usahaku, aku dan Matt tidak bersatu. Semua menentang hubungan kami karena dia adalah pamanku. Adik mamaku." Leonyca tersenyum kecut. Dia sudah mengambil keputusan bahwa tidak akan melanjutkan rencana gilanya yang ingin menikah dengan Matt. Sikap Matt yang dingin dan juga cuek padanya membuat Leonyca ingin menyerah.

"Dasar gila. Jadi kau ingin menikahi pamanmu sendiri?" Leonyca mengangguk.

"Maaf karena aku sudah membuang-buang waktumu, Patch. Kau boleh tinggalkan aku sendiri. Aku akan pulang sendirian atau nanti aku akan mencoba membujuk Matt agar mau pulang denganku. Terima kasih banyak sudah mau menemani aku di sini." Patch mendekati Leonyca. Melihat keputus-asaan di mata gadis itu.

"Aku tidak terlalu mengerti. Tapi kita sudah terlanjur ada di sini. Setidaknya, nanti kau pulang tidak dengan hati yang kacau. Aku berharap kau menyelesaikan masalahmu dulu dengan dia baru pulang." Leonyca tersenyum karena baru kali ini Patch bicara banyak dengannya. Biasanya juga hanya bicara singkat dengan wajah tanpa ekspresi.

"Kau benar." Leonyca membalikkan tubuhnya, kembali menatap keluar jendela.

"Kenapa kau bisa terobsesi ingin menikahi dia?" Leonyca mengangkat bahunya. Malas berbicara dengan Patch.

"Hei, aku bertanya padamu!" Patch melipat kedua tangannya dia dada. Dia bisa mendengar helaan napas Leonyca.

"Sedari kecil, kami selalu bersam-sama. Melakukan banyak hal bersama-sama. Matt selalu melindungi aku dan tidak mau Membuat aku sedih. Aku jatuh cinta padanya, dia juga sama sepertiku. Aku bahkan tidak bisa melirik pria lain selain Matt." Leonyca membalikkan badannya, air mata tidak bisa ditahannya.

"Aku ingin sekali membaca pikiran Matt, tapi aku tidak bisa. Kenapa aku tidak bisa membaca pikirannya? Apa karena perasaanku begitu besar untuknya?" Leonyca mengusap air matanya. Dia mendekati Patch, mendongak pada lelaki itu.

"Aku juga tidak tahu kenapa begini. Matt pergi meninggalkan aku, aku mencarinya terus menerus. Tapi setelah kutemukan, dua sudah berubah. Apakah perasaan Matt sudah berubah juga untukku? Pacth, bisakah kau membantuku?" Leonyca menatap Patch sedih membuat lelaki itu menurunkan tangannya dan menarik Leonyca kepelukannya.

Patch tidak tahu apa-apa tentang Leonyca, tapi entah kenapa muncul dihatinya untuk menolong Leonyca.

Bagaimana pun juga, hubungan antara paman dan keponakan kandung itu adalah kesalahan besar. Patch tidak tahu apakah orangtua Leonyca dan Matt tau hal ini dan tidak mencegah keduanya. Tapi melihat kegigihan Leonyca mencari Matt membuat Patch tahu begitu besar rasa cinta Leonyca pada Matt. Tapi hal itu tidak bisa dibenarkan bukan?

"Leonyca, aku yakin kau bisa melewati ini semua. Kau perlu bicara baik-baik dengan dia. Kadang kala, tidak semua yang kita inginkan itu berjalan sesuai keinginan kita. Kadang kala juga, melepaskan adalah cara yang terbaik, lalu kau akan sembuh meski kita tidak tahu kapan. Tapi aku percaya padamu." Patch menepuk bahu Leonyca agar gadis itu lebih tenang.

Beberapa saat mereka berpelukan. Patch tidak bermaksud mengambil kesempatan, dia hanya ingin menenangkan Leonyca. Dia juga tidak bicara lagi.
Leonyca mengusap air matanya dua dada Patch, dia tidak menangis lagi.

Leonyca melepas pelukannya, dia menatap Patch sambil tersenyum tipis.

"Terima kasih, Patch." Patch hanya mengangguk. Lalu dia keluar dari kamar Leonyca dengan buru-buru. Sementara itu, Leonyca duduk di tempat tidurnya, dia memejamkan matanya. Rasanya dia ingin sekali bercerita banyak hal pada Matt. Namun Leonyca tidak mau berharap banyak, terlebih dengan adanya seorang perempuan yang tinggal bersama Matt.

★•••★

Hallo, apa kabar semua?
Kuharap baik-baik saja ya.

Maaf karena udah lama banget gak lanjutin cerita ini. Aku pikir aku gak bisa lagi lanjutin nya, ternyata aku masih bisa.

Mudah-mudahan masih ada ya yg nungguin cerita ini.

Semoga suka ya, jangan lupa di vote dan koment ya.
Makasih Guys❤

Salam sayang
-Naomi Octa

Ig: Naomiocta29

PREDESTINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang