Leonyca melirik jam di ponselnya, sudah pukul sembilan pagi. Dia pun bangkit berdiri dan mengikat rambutnya. Leonyca keluar dari kamarnya, dia tidak melihat Patch. Dengan pergerakan pelan, Leonyca mengintip ke kamar Patch, tapi kamar itu kosong.
Leonyca mengerutkan keningnya, dia selalu penasaran apa yang Patch lalukan di luar rumah. Leonyca melangkah menuju dapur. Dia melihat Patch sudah memasak. Leonyca mengambil rantang, lalu memasukkan makanan itu ke dalam rantang. Lalu dia pergi ke kamar mandi dan mencuci wajahnya. Setelah itu Leonyca keluar dari rumah sambil membawa rantang berisi makanan. Dia akan menemui Matt lagi.
Leonyca terus berjalan tanpa melirik ke kiri dan kanan, hanya menatap lurus ke depan. Kepalanya yang kembali pusing di hiraukannya. Terlebih perutnya juga belum di isi.
Leonyca berhenti sebentar saat sudah memasuki hutan. Dia pun melanjutkan langkahnya, semakin cepat bahkan dia berlari. Hingga dia sampai di depan rumah yang Matt tinggali. Leonyca berjongkok sebentar untuk menormalkan pernapasannya. Setelah dirasa cukup, Leonyca berdiri dan mendekati pintu. Tapi pintu terkunci dari luar.
"Matt pergi ke mana?" Leonyca mengerutkan keningnya.
"Matt, apa kamu di dalam?!" jerit Leonyca, tapi tidak ada jawaban.
Leonyca melihat ke sekitar, masih sama seperti kemarin, sepi seperti tidak berpenghuni. Leonyca melangkah menuju belakang rumah, dia melihat pintu yang sudah lumayan reot. Leonyca menendang pintu itu dan pintu langsung jatuh dengan sekali tendangan. Leonyca tersenyum lebar.
Lalu dia masuk ke dalam rumah yang gelap. Leonyca melangkah menuju sebuah ruangan karena dia melihat ada cahaya dari ruangan tersebut. Leonyca ingat, itu kamar Matt.
Leonyca masuk ke dalam kamar itu, dia terkejut melihat kamar yang berantakan. Dia mendekati kursi roda Matt, tidak ada pria itu duduk di kursi roda. Leonyca memutar badannya dan hampir saja dia menjerit melihat Matt yang tergeletak di lantai dekat tempat tidur. Leonyca mendekat, dia meletakkan rantang di sebelah kirinya.
"Matt?" Leonyca menyentuh pipi Matt yang dingin.
Matt menggerakkan tangannya dan menyentuh tangan Leonyca.
"Ony...." Leonyca tersenyum. Dia membantu Matt duduk dan tidak ada sedikit pun penolakan dari Matt. Saat sudah berhasil duduk, Leonyca duduk di sebelah Matt. Dia memeluk lelaki itu dengan erat. Tanpa sadar, air mata Leonyca kembali menetes.
Matt membalas pelukan Leonyca, dia tahu gadis itu menangis karena bahunya bergetar.
Matt mengelus bahu dan kepala Leonyca bergantian agar Leonyca bisa lebih tenang.
"Tidak apa-apa, ya. Aku tidak akan ke mana-mana lagi." Leonyca mengangguk. Dia melepas pelukan mereka.
"Ini aku bawa makanan, Matt makan ya. Matt pasti belum makan kan?" Matt mengangguk sambil tersenyum membuat Leonyca juga ikut tersenyum. Leonyca membuka rantang dan dia pun menyuapi Matt.
"Ony sudah makan?" Leonyca mengangguk dengan cepat. Matt makan dengan lahap dan itu membuat Leonyca senang.
"Matt, setelah ini ikutlah bersamaku. Mau?" Matt menangguk.
"Di rumahku pasti lebih aman. Matt juga nanti makannya lebih teratur dan sehat. Aku akan mengurus Matt sampai Matt sembuh dan bisa berjalan lagi." Lagi-lagi Matt hanya mengangguk.
Setelah selesai makan, Leonyca berdiri dan mendekatkan kursi roda Matt. Dia pun membantu Matt duduk di kursi roda itu. Badan Matt yang berat membuat Leonyca susah payah mendudukkan Matt di kursi roda. Dia sampai kewalahan. Namun karena begitu semangat, Leonyca berhasil. Dia tersenyum begitu juga dengan Matt.
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...