Tiga minggu kemudian
"Mama!!!" panggilan itu bergema di sebuah ruangan persegi itu. Namun, tidak ada jawaban sama sekali.
"Mama!!! Mama di mana?!" teriakan itu begitu kuat.
"Mama di sedang mandi, Matt," jawab Nara yang keluar dari walk in closet.
"Oh, aku ingin membawa kabar gembira, Pa." Nara menatap Matt dengan curiga karena wajah Matt sama sekali tidak ada memperlihatkan kalau dia sedang bahagia.
"Apa yang kamu pegang itu, Nak?" Matt menatap amplop putih di tangannya, lalu kembali menatap sang ayah.
"Ini surat dari rumah sakit untuk mama," katanya melangkah mendekati sofa yang ada di kamar kedua orangtuanya. Lalu dia duduk dengan santai di sofa itu.
"Siapa yang sakit?" Nara juga ikut duduk di sebelah Matt.
"Tidak ada!" ketus Matt membuat Nara semakin curiga.
"Matt?" Matt langsung berdiri begitu Lory keluar dari walk in closet. Dia mendekati wanita paruh baya itu dengan tidak sabaran. Nara juga ikut berdiri dan mendekati Matt dan Lory.
"Ini hasil tes DNA dari rumah sakit. Aku melakukannya diam-diam!" Matt menyerahkan amplop putih tersebut pada Lory.
Senyum Lory langsung mengilang, matanya memanas, tubuhnya juga bergetar hebat.
Dia menatap amplop itu sambil menggeleng, seperti sudah tahu bagaimana hasil tesnya."Ma...."
"Kenapa kamu melakukan ini, Matt? Apa karena Ony? Kalau Matt memang ingin bersama Ony, maka mama memberikan izin." Matt mengernyit bingung melihat Lory. Dia memegang tangan sang ibu yang bergetar dan juga dingin.
"Mama belum melihat hasilnya," kata Matt memaksakan senyumnya.
"Kenapa kamu menyakiti hati mama, Nak? Kenapa, hah? Kenapa kamu tidak percaya pada orang yang melahirkanmu?" Nara memeluk Lory saat tubuh istrinya itu hampir ambruk.
Lory menerima amplop tersebut, membuka, dan mengeluarkan hasilnya. Dia melihat hasil tes DNA yang dilakukan Matt diam-diam. Hasil tes itu menjelaskan semuanya, Matt hanya bisa menunduk.
"Maaf, Ma...."
"Kalau Matt benar-benar tidak bisa melepaskan Ony, maka kejarlah dia. Sampai mati pun mama melarangmu, kamu pasti tetap dengan ambisimu." Lory menjatuhkan kertas berisi hasil tes DNA itu, dia menegakkan tubuhnya.
Dengan perlahan, dia melangkah dengan Nara yang memapah tubuh lemah istrinya. Dia membaringkan Lory di ranjang, istrinya itu menangis. Wanita itu membelakangi Nara dan Matt.
Matt mengusap pipinya, dia membalikkan tubuhnya dan mendekati Nara dan Lory. Dia merangkak naik ke atas ranjang, menyentuh lengan sang ibu.
"Maafkan aku karena telah melukai hati Mama, sudah mengecewakan Mama berulang kali, bahkan aku tetap bersikeras dengan ambisiku. Maaf, Ma." Lory tidak menjawab karena sudah merasa lelah.
"Pa, maaf karena aku sangat egois." Matt menundukkan kepalanya, dia juga menangis. Entah kenapa dia merasa menyesal dan merasa bersalah pada kedua orangtuanya. Orangtua kandungnya.
Nara juga tidak menjawab Matt, dia hanya mengelus kepala Lory untuk menenangkan istrinya itu.
"Ma...." Matt meremas lengan Lory karena sang ibu hanya diam saja.
"Biarkan mamamu sendiri dulu, Matt. Mungkin kamu juga perlu menenangkan diri juga." Matt mengangguk, dia mengecup punggung tangan Lory, lalu dia keluar dari kamar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...