Sebelum baca ceritanya, klik bintang dulu ya🌼
Selamat membaca Guys❤
_____________________Leonyca membuka matanya dan tangannya menyentuh dahinya yang di kompres. Dia duduk dan melihat ke sekitar kamar sambil memegangi kepalanya. Sebelah tangannya lagi memegangi perutnya yang keroncongan karena lapar.
Leonyca berdiri dan dia melangkah dengan pelan. Dia mencium aroma makanan yang menusuk hidungnya, membuat Leonyca semakin lapar. Leonyca melangkah menuju dapur dan melihat Matt dan Patch.
"Matt, Patch..." suara Leonyca begitu lirih. Kedua lelaki itu berbalik demi menatap Leonyca. Patch mematikan kompor dan mendekati Leonyca, Matt juga memutar kursi rodanya daj mendekati gadis itu.
"Kamu lapar?" tanya Patch yang langsung dijawab Leonyca dengan anggukan.
"Ony, kepalamu masih sakit, hmm?" tanya Matt dengan lembut.
"Ah, ya. Sedikit pusing Matt." Leonyca tersenyum dan tatapannya turun pada kaki Matt yang di perban. Leonyca baru memperhatikan itu. Mungkin karena dia fokus ke Matt, sampai tidak memperhatikan kaki Matt.
"Patch, apa kamu punya kotak obat? Sepertinya kaki Matt harus diobati."
"Ya, nanti saja Leonyca. Sekarang kamu makan dulu, lalu minum obat demamnya, agar kepalamu tidak pusing lagi." Patch melebarkan karpet agar Leonyca bisa duduk. Dia juga membantu Leonyca duduk dan itu tak luput dari pengamatan Matt.
"Sebentar, aku akan mengambilkan makanan untuk kita." Patch dengan sigap mengambil 3 piring dan sendok, nasi, dan makanan yang dia masak. Lalu dia menyendokkan nasi dan lauk untuk Leonyca dan Matt.
"Kamu perhatian sekali hari ini," ucap Leonyca sambil tersenyum. Patch hanya diam. Setelah makanan terhidang, mereka berdoa dulu sebelum makan. Setelah itu, mereka makan. Tidak ada yang berbicara satu pun.
Leonyca dan Patch yang duduk di karpet membuat Matt bisa menatap dua insan itu dengan mudah. Terlebih mereka duduk berdampingan. Matt merasakan hal aneh dalam dirinya.
Apalagi Patch yang perhatian pada Leonyca, sampai membantu Leonyca meminum obat demam. Tapi Matt berusaha membuang jauh-jauh pikiran negatifnya tentang Patch. Terlebih dia tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan yang dia miliki saat ini.Usai makan, Patch langsung mencuci piring. Hanya sebentar. Setelah itu, dia mengambil kotak obat di kamarnya dan memberikannya pada Leonyca.
"Setelah ini kamu harus kembali istirahat!" ucap Patch penuh penekanan pada Leonyca. Gadis itu hanya tersenyum. Leonyca mendekati Matt dan dia membuka perban di kaki Matt dengan pelan dan hati-hati.
Setelah sudah terbuka, Leonyca nyaris memuntahkan makanan di perutnya. Dia tidak tahan melihat luka itu. Leonyca menggeleng sambil menatap Patch dengan tatapan memohon.
Patch menghela napasnya. Dia berjongkok di depan Matt dan mulai membersihkan luka itu tanpa rasa jijik sedikitpun.
Leonyca menggenggam tangan Matt dengan erat, tahu lelaki itu kesakitan.
"Sakit?" tanya Leonyca. Dia berharap bisa mengalihkan perhatian Matt, karena Matt sudah menahan ringisan.
"Sabar ya, Matt. Kalau lukamu tidak diobati, nanti kakimu bisa infeksi." Matt mengangguk. Dia menatap Leonyca yang tersenyum padanya. Dia mendapatkan keteduhan dari tatapan Leonyca yang tulus. Meski wajah Leonyca masih pucat, dan tatapan mata itu masih sayu.
"Lukamu ini sangat parah. Luka seperti ini harus rutin dibersihkan dan diobati. Lihat, ini sudah bernanah pada jahitannya." Matt menatap Patch yang begitu serius.
"Aku tahu. Aku tidak meminum obatku, dan sudah 2 hari tidak dibersihkan," ringis Matt.
"Jangan dianggap remeh, Bro. Ini saja sudah mulai bau busuk. Bisa-bisa kakimu di amputasi."
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...