Suasana rumah Nick dan Devany terasa semakin memanas dan mencekam. Lory menepis tangan Matt yang berusaha menenangkannya.
Lory mendekati Nadia yang menatapnya dengan sinis.
"Matt itu anakku! Kamu menculiknya dariku!" pekik Nadia membuat Lory mengepalkan kedua tangannya, menahan emosinya yang sudah siap meledak.
"Apa kamu bisa memegang ucapanmu itu? Apa kamu siap hal ini aku bawa kepengadilan?" tanya Lory dengan pelan.
"Tentu saja. Tapi aku akan mencari bukti dulu," kata Nadia, Dave meremas bahu Nadia.
"Maka lakukanlah, dan setelah itu ... bersiaplah masuk penjara karena pencemaran nama baik orang!" bentak Lory membuat Nadia terdiam.
"Ma, tenangkan dirimu, Mama pasti lelah dan sebaiknya Mama istirahat saja dulu," bujuk Matt, Lory mengangguk dan melewati bahkan sengaja menyenggol bahu Nadia.
"Nad, sudah kukatakan jaga sikapmu karena ini di rumah orang! Sebaiknya kita pulang saja," kata Dave menggenggam tangan Nadia.
"Kami pulang dulu, maaf sudah membuat keributan di rumah ini," kata Dave dan membawa Nadia keluar dari rumah itu.
Matt menatap kepergian Nadia dan Dave, lalu dia menghampiri Leonyca yang berdiri membeku di dekat pintu. Sementara Nick, dia menghampiri Devany dan mereka pergi menyusul Lory ke kamar.
"Jadi kalian tadi menjemput mama?" tanya Matt, Leonyca hanya mengangguk.
"Tadi tante Nadia datang dan mengatakan kalau aku ini adalah anaknya, tapi rasanya itu sangat mustahil," kata Matt menatap Leonyca dengan serius.
"O aja kan, Matt," ucap Leonyca membuat Matt mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
"Oh iya, Matt...." Leonyca tidak melanjutkan ucapannya, tapi dia mendekati Matt. Meletakkan kedua tangannya di bahu Matt dan dia berjinjit untuk menyejajarkan wajahnya dan wajah Matt.
"Matt itu anak kandungnya oma, jadi jangan percaya pada tante Nadia," ucap Leonyca tepat di depan bibir Matt. Matt menahan napasnya, tubuhnya tidak bisa bergerak, tangannya melepaskan tangan Leonyca dari bahunya. Lalu Matt membawa Leonyca masuk ke dalam kamar.
Leonyca tertawa pelan, mengikuti langkah besar Matt.Setelah sudah di kamar, Matt mengunci pintu.
"Ony, apa yang Ony tahu?" tanya Matt membingkai wajah Leonyca.
"Aku tidak tahu, Matt!" ketus Leonyca menepis tangan Matt dari wajahnya.
"Aku tahu Ony berbohong, iya, kan Ony?" Leonyca menggeleng. "Aku tidak tahu, Matt! Matt dengar tidak?!" Leonyca meneriaki Matt.
"Aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu dariku, Ony!" pekik Matt, Leonyca menginjak kaki Matt lalu dia melangkah mendekati tempat tidur, berbaring membelakangi Matt. Leonyca juga menutupi tubuhnya menggunakan selimut.
"Aku tahu kamu tidak tidur, Ony! Kenapa Ony tidak memberitahu padaku?" tanya Matt membuat Leonyca semakin kesal.
Leonyca membuka selimut yang menutupi tubuhnya, lalu melemparkannya ke lantai dengan asal-asalan.
"Matt, dengar, ya ... aku memang punya keanehan, tapi bukan berarti aku tahu segalanya. Jangan memaksaku memberitahu padamu apa yang aku ketahui dan jangan paksa aku untuk tidak berbicara denganmu lagi!" geram Leonyca lalu ia turun dari tempat tidur.
"Tapi, Ony...." Leonyca mengangkat sebelah tangannya ke atas, menatap Matt dengan malas.
"Dengar, Matt ... untuk sementara aku tidak mau berbicara denganmu. Jika kamu ingin tahu kebenarannya, maka bertindaklah, mencari tahu semua yang ingin kamu ketahui. Jangan kebanyakan bicara dari pada bertindak," sambung Leonyca.
Lalu Leonyca meninggalkan Matt yang berdiri mematung."Memangnya dia pikir dia siapa? Memangnya dia pikir aku ini paranormal? Memangnya dia pikir aku ini Tuhan yang tahu akan segalanya?" Leonyca menutup pintu kamar dengan kuat sampai mengejutkan Nick, Devany, dan Lory yang ada di kamar yang bersebelahan dengan kamar Leonyca.
Devany langsung keluar dan mendapati Leonyca berdiri sambil cemberut di depan pintu.
"Ony, kenapa, hmm?" tanya Devany dengan lembut saat dia sudah ada di depan Leonyca.
"Tidak apa-apa, Ma," jawab Leonyca. Devany mengangguk-angguk lalu dia membawa Leonyca masuk ke kamar Lory.
Leonyca kembali cemberut saat melihat Lory yang menatapnya tidak suka.
"Apa boleh aku berbicara dengan Ony? Hanya berdua1" kata Lory, Nick menatap Devany lalu mengangguk. Mereka berdua keluar dari kamar itu meninggalkan Leonyca dan Lory yang saling menatap dengan tajam. Leonyca melipat kedua tangannya di depan dadanya.
"Oma tenang saja, aku tidak akan mendekati Matt lagi. Jadi tidak usah menatapku seperti itu," kata Leonyca yang tahu isi pikiran Lory membuat wanita itu mengalihkan pandangannya.
"Baguslah kalau Ony tahu, jadi aku tidak perlu repot-repot menjauhkan kalian berdua," desis Lory. Leonyca menundukkan kepalanya.
"Aku mengerti!" Lalu Leonyca membalikkan tubuhnya dan keluar dari kamar itu. Dia menahan mati-matian air matanya agar tidak tidak jatuh di depan Lory.
"Enak saja dia. Sudah tahu Matt itu pamannya, tapi masih tetap mempunyai perasaan lebih," Lory menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia berdiri dari duduknya, lalu melangkah mendekati pintu penghubung. Dia membukanya dan mendapati Matt berdiri di tengah kamar Leonyca.
Lory menghampiri Matt, menyentuh bahu putranya itu membuat Matt tersadar kembali.
"Ma, Ony mana?" tanya Matt yang tidak melihat Leonyca lagi di dalam kamar itu.
"Jangan tanya pada mama karena mama bukan pengasuhnya!" jawab Lory dengan ketus.
"Ma, kenapa Mama mengatakan seperti itu?" tanya Matt, Lory mendengus.
"Matt, sebenarnya mama datang bukan mengajak ribut denganmu, tapi mama ingin merayakan hari kelahiranmu. Tapi, bisa kah mama meminta satu hal padamu?" tanya Lory dengan ragu-ragu.
Matt menghela napasnya pelan, "apa Ma? Asal jangan meminta aku menjauhi Ony," kata Matt lalu dia duduk di lantai.
"Matt, kamu tahu, kan, Ony itu keponakan kamu? Kalian tidak bisa menjalin hubungan, Matt! Kamu tahu, tapi kamu tetap mengejar gadis ingusan seperti dia!" bentak Lory. Matt memejamkan matanya, tidak suka mendengar ucapan sang ibu.
"Ma, kalau Mama mengatakan hal seperti ini, aku malah berharap kalau aku ini bukan anak kandung Mama," ucap Matt dengan pelan.
"Tapi faktanya kamu itu anak kandung mama, Matt! Jangan pernah menolak takdir yang sudah diberikan Tuhan padamu. Ony itu bukan jodohmu, bukan gadis yang tepat untukmu!" Matt menggeleng, berusaha menenangkan pikiran dan juga emosinya.
"Matt, sadarlah, Nak! Jangan seperti ini terus, kamu bahkan mengorbankan pendidikanmu hanya karena gadis yang tak bisa kamu miliki," kata Lory dengan sedih.
"Aku bisa memilikinya, Ma! Kalian saja yang terlalu heboh mengurusi urusanku terus!" pekik Matt membuat Lory menitikkan air matanya.
"Matt, kenapa kamu tidak pernah mendengarkan mama, Nak?" tanya Lory dengan suaranya yang melemah. "Maaf, Ma ... tapi aku tidak bisa menjauhi Ony meski Mama terus memaksa. Aku akan tetap berusaha, Ma, agar suatu saat nanti aku bisa menikahi Ony," ucap Matt tidak terbantahkan.
"Terserah kamu, Matt! Yang pasti mama tidak akan pernah menyetujui hubungan kalian. Mama akan tetap menjauhkan kalian berdua, kalau kamu tidak mau, maka Mama akan memaksa Ony yang melakukannya!" geram Lory.
"Mama yakin? Tapi aku tidak yakin Ony akan mendengarkan Mama," Matt tersenyum kecut. "Kita lihat saja nanti," ucap Lory lalu dia pergi meninggalkan Matt sendiri di kamar.
"Coba saja kalau bisa. Percaya diri sekali," gumam Matt, lalu dia berbaring di lantai. Matt memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan pikirannya yang kacau.
Tanpa Matt sadari, cairan bening itu mengalir begitu saja dari matanya yang terpejam. Entah apa yang membuatnya menangis, apapun yang Matt pikirkan, semoga semuanya akan baik-baik saja.
★•••★
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...