9. Hurt (I)

22.2K 2.1K 502
                                    

Matt mengelus kepala Leonyca yang sedang tidur. Dia mengalihkan pandangannya ke arah pintu saat Nick memasuki kamar.

Nick mendekat, lalu duduk di sebelah Matt.

"Matt, apa benar kamu ingin pindah?" tanya Nick memulai percakapan.

Matt mengangguk pelan, "benar, Pa. Aku ingin kuliah di sini saja," jawab Matt dengan pelan.

"Kamu yakin? Kamu itu hampir selesai, Nak. Hanya tinggal hitungan bulan," sela Nick membuat Matt terdiam.

"Jangan melakukan hal bodoh hanya karena Ony, Matt! Kamu mempertaruhkan masa depanmu karena Ony. Papamu tadi menelepon, katanya tidak diperbolehkan pindah karena sebentar lagi kamu juga akan menyusun skripsi. Jangan mengambil keputusan tanpa memikirkannya dulu," Nick menepuk bahu Matt beberapa kali.

"Tapi aku tidak bisa meninggalkan Ony, Pa...!" Matt mengerang dalam hati.

"Kenapa tidak bisa? Kalau seperti ini terus, Ony akan selalu bergantung padamu. Kapan Ony akan menjadi gadis yang dewasa? Kamu lihat, dia bahkan ingin tinggal denganmu. Kamu sudah jelas tahu kalau hal itu tidak pantas, Matt!" Matt mengepalkan tangannya, dia menundukkan kepalanya.

Apa yang di katakan Nick memang benar adanya. Dan Matt sadar akan hal itu. Hatinya kini diliputi kegundahan, tidak tahu harus apa.

"Pulanglah, Matt. Kasihan kedua orangtuamu, dan kasihanlah pada dirimu sendiri. Ony akan baik-baik saja. Meski nanti dia akan mengamuk, tapi itu hanya sebentar. Perlahan, Ony akan terbiasa tanpamu. Jangan selalu menuruti permintaan Ony, Matt, karena itu hanya membuang-buang waktumu saja," ucap Nick lalu pergi meninggalkan Matt dalam kebisuan dan keheningan kamar itu.

Matt menatap wajah Leonyca dengan sedih. Dia menggenggam tangan Leonyca dan mengecup punggung tangan itu penuh perasaan.

"Bagaimana ini, Ony? Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah berjanji padamu untuk tidak pergi, aku takut, Ony," desis Matt, dia teringat kembali ketakutan Leonyca kemarin.

"Aku takut, Ony. Aku takut setelah aku pergi, kita tidak bisa bertemu lagi. Aku takut kamu marah dan tidak mau bertemu denganku lagi. Tapi apa yang dikatakan papa Nick benar, Ony. Maaf...." kata Matt dengan lirih.

Dia menundukkan tubuhnya lalu mengecup kening Leonyca, dia menitikkan air matanya.

"Maaf," kata Matt sekali lagi. Dia melepaskan tangan Leonyca lalu bangkit berdiri.

Matt mengusap air matanya dengan kasar, dia keluar dari kamar itu dengan berat hati.

Entah kenapa, setiap perkataan Nick tadi menohok hati lelaki itu, membuat Matt tidak bisa berkutik. Bahkan Matt berpikir kalau itu adalah salah satu cara Nick untuk memisahkan mereka berdua.

Matt melangkah dengan gontai, melewati ruang tengah dengan hati yang berkecamuk.

"Aku akan pulang," ucap Matt dengan singkat saat dia melewati Nick dan Devany. Lalu setelah itu, dia benar-benar pergi dari rumah itu dengan tangan yang mengepal.

"Apa ini sudah benar?" tanya Devany dengan pelan. Nick mengangguk-anggukan kepalanya.

"Ya, ini sudah benar. Demi kebaikan mereka. Lagi pula, setelah mendengar rahasia itu, sepertinya mereka berdua layak di uji," jawab Nick, Devany berdeham pelan. Dia tidak mengatakan apa pun lagi. Dia hanya menatap punggung Matt yang menghilang dengan perlahan.

"Sepertinya kita harus sedikit keras pada Ony. Kalau tidak, dia tidak akan pernah berubah," desis Devany dengan pelan.
"Ya, tapi jangan sampai Ony sakit hati dan terluka," Nick menimpali. Devany hanya mengangguk saja.

"Aku ingin melihat keadaan Ony dulu," ucap Devany lalu dia melangkah menuju kamar.

Devany duduk di tepi ranjang, dia menatap Leonyca dengan sendu. Meletakkan tangannya di kening dan leher Leonyca.

PREDESTINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang