10. Hurt (II)

20.3K 2K 292
                                    

Leonyca mengusap pelan air matanya. Dia duduk di tanah sambil memeluk lututnya dengan tubuhnya yang masih bergetar.

Leonyca bersandar di balik pagar belakang rumah mereka, dia menunduk sambil tertawa pelan.

"Aku rasa, sebentar lagi aku akan gila!" desis Leonyca dengan pelan. Air matanya masih terus mengalir, hatinya benar-benar hancur. Dia juga menggunakan 'aku' bukan 'Ony' lagi. 

"Aku harus pergi ke mana? Kenapa tidak ada yang berpihak padaku? Bahkan dunia seakan menertawakan diriku yang malang ini." Leonyca tertawa sambil menangis. Dia menatap kosong ke depannya.

"Kenapa Matt itu pembohong? Apa dia sengaja? Ya, kurasa begitu. Tapi aku ingin Matt!" tangis Leonyca pecah lagi. Dia memegang wajahnya sekilas.

Tamparan yang di berikan Devany tidak terasa sakit baginya, karena hatinya jauh lebih sakit bahkan sudah hancur berkeping-keping.

Leonyca mendesis pelan, wajahnya kembali tidak ada ekspresi apa pun.
Dia mendongakkan kepalanya, menatap langit malam yang tanpa bintang.

"Mama...." desis Leonyca, wajahnya langsung berubah. Kesedihan itu terlihat jelas.
"Aku tidak marah pada mama, hanya saja aku terluka dan sakit hati," ucap Leonyca. Dia memejamkan matanya lalu menundukkan kepalanya.

"Sekarang aku sadar bahwa kehadiranku tidaklah penting. Aku benar-benar anak tidak tahu diri dan tidak tahu di untung. Tapi mau bagaimana lagi? Mereka yang memperlakukan aku seperti itu sejak kecil, dan sekarang mereka juga yang mengeluh. Mungkin sebaiknya aku hidup sendiri agar tidak memberikan aib pada keluarga. Aku juga sudah merusak keluargaku. Semua salahku, seandainya aku tidak terlahir, pasti keluarga ini akan tetap harmonis," Leonyca diam sejenak. Kepalanya terasa sangat sakit, tapi diabaikan oleh gadis itu.

"Aku juga sudah membuat papa marah pada mama, aku juga sudah merusak masa depan Matt, lalu nanti apa lagi? Kenapa aku hanya membawa kesialan untuk mereka?" Leonyca bangkit berdiri. Dia melangkah gontai menuju gerbang rumahnya.

Lalu masuk dengan langkah lemahnya, dia mengusap air matanya dengan kasar saat melihat Devany dan Leonard masih ada di teras rumah.

Dari pengamatan Leonyca, sepertinya Leonard sedang menenangkan sang ibu.

Saat Leonyca sudah menginjakkan kakinya di teras, dia berhenti sejenak, lalu masuk begitu saja ke dalam rumah.

Devany cepat-cepat berdiri dengan bantuan Leonard, lalu wanita itu berusaha mengejar langkah Leonyca yang mulai sempoyongan.

"Ony ... Nak...." ucap Devany dengan lirih. Saat sudah dekat dengan Leonyca, Devany meraih lengan Leonyca yang memerah karena ulahnya. Kemudian, dia memeluk Leonyca dengan erat.

Tidak ada respons yang diberikan Leonyca, dia hanya menangis dalam diam.

"Maafkan, mama, Nak...." ucap Devany tulus dari dalam hatinya. Meski wanita itu masih mempunyai kebingungan di hatinya, tapi dia tahu kalau Leonyca benar-benar terluka dengan setiap kata-kata yang terucap dari mulutnya.
Dia menyesali dirinya yang tidak bisa menahan emosinya.

"Maafkan, mama Sayang. Mama benar-benar tidak sadar melakukannya," ucap Devany lagi. Leonyca melepas tangan Devany yang memeluknya, lalu dia melangkah menuju tangga. Menaiki tangga dengan Devany dan Leonard yang mengikuti langkah Leonyca.

"Ma, jangan menangis terus," ucap Leonard pada Devany. Leonyca yang mendengar itu pun semakin menangis. Menangis tanpa suara.

Setelah sampai di lantai dua, Leonyca masuk ke dalam kamarnya yang kedua terdapat di lantai 2, menutup pintu dengan kuat membuat Devany dan Leonard kaget. Devany membuka pintu, tetapi ternyata di kunci Leonyca dari dalam.

PREDESTINATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang