Setelah sampai di rumah sakit, Leonard membopong Devany menuju ruangan Leonyca yang masih ada di ruang IGD. Dokter sedang menangani Leonyca. Sudah ada Jackson yang menunggu mereka di depan pintu masuk.
Jackson membantu Leonard dengan sebelah tangannya memegang infus Devany.
Setelah sudah sampai di hadapan Nick, lelaki itu langsung mendekat dan mendudukkan Devany di kursi tunggu di depan ruangan Leonyca.
"Bagaimana?" Tanya Devany mengusap wajahnya dengan pelan. Nick menatap Devany sendu, dia meraih tangan Devany ke dalam genggamannya.
"Belum tahu, Van. Dokternya belum keluar, semoga Ony baik-baik saja," desis Nick membuat Devany tidak bisa berhenti menangis.
Selang beberapa waktu, dokter di ikuti suster keluar dari ruangan itu. Nick langsung bangkit berdiri, sementara Devany, dia hanya duduk karena atas instruksi suaminya.
"Bagaimana keadaan putri kami, Dok?" Tanya Nick.
Dokter itu tersenyum tipis, "lukanya tidak parah. Hanya benturan di dahinya dan kakinya yang terkilir, dia juga mengalami syok dan stress," jawab dokter itu membuat keluarga itu bernapas lega.
"Apa tidak ada luka dalam? Kepalanya, apa tidak berpengaruh dengan luka di dahinya?" Tanya Nick lagi.
"Mungkin dia akan sering mengalami pusing kalau luka di dahinya belum sembuh. Akibat lukanya yang berdenyut. Untuk mengetahui selengkapnya, nanti bisa di lakukan pemeriksaan lebih detail setelah dia sembuh dulu," Nick mengangguk. "Untuk sementara, dia belum sadarkan diri karena pengaruh obat penenang yang kami suntikkan," sambung dokter itu, lalu berpamitan pergi.
"Ternyata Ony stress," gumam Leonard tanpa sadar yang mendapat pukulan dari Jackson. Lelaki itu menatap sang adik dengan tajam.
"Maaf, Bang...." desis Leonard lalu menutup mulutnya rapat-rapat.
"Lain kali jangan mengajak Ony berbicara yang menyinggung perasaannya. Ony mudah tersinggung sejak kejadian itu, dia juga tidak banyak bicara lagi. Jadi, kalian harus hati-hati memilih kata saat berbicara padanya," ucap Nick sembari menatap ketiga anak lelakinya.
"Iya, Pa...." Jawab mereka serempak.
"Bagaimana? Apa Matt sudah bisa di hubungi?" Tanya Nick sambil menghembuskan napas lelahnya.
"Sudah, Pa. Tadi Ony yang berbicara pada Matt. Sepertinya, Ony juga marah pada Matt," desah Jason pelan.
"Tolong hubungi lagi, telepon papa sama sekali tidak di angkat," desah Nick.
Lalu mereka masuk ke dalam ruang rawat Leonyca saat suster sudah mengizinkan.Nick membopong tubuh istrinya dan saat sudah ada di depan ranjang Leonyca, Nick mendudukkan Devany di tepi ranjang itu.
Devany menatap putrinya itu dengan sedih, air mata itu seakan tidak mau berhenti.
Meski kata dokter Leonyca tidak terlalu parah, tetapi mereka tetap saja khawatir."Hei, putri mama cepat bangun, ya Nak...." Ucap Devany sembari memegang tangan Leonyca yang tidak di infus.
Rasa bersalah itu semakin besar di hati Devany. Keluarganya tidak harmonis lagi, apa lagi Leonyca yang tidak mau berbicara padanya.
Devany sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Penyesalan itu selalu datang menghantuinya, dan rasa sakit hati jelas ada saat dia mengingat lagi kata-katanya pada Leonyca tempo hari yang lalu.
Devany berbaring di sebelah Leonyca, tidak ada yang berbicara lagi. Mereka hanya diam membuat ruangan itu seperti tak berpenghuni.
Sampai akhirnya Jackson membuka suara."Jason, antarkan papa pulang dulu atau ambilkan pakaian papa di rumah, sekalian pakaian mama," ucap Jackson pada adiknya itu.
Jason hanya mengangguk, lalu dia keluar dari ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PREDESTINATION
Teen Fiction[Seri Kedua My Little Girl] Klise, ketika dua insan manusia yang saling mencintai, tapi mereka terikat hubungan darah. •Matt Morris Christover (21) sudah menyukai bahkan mencintai keponakannya sejak lama. •Leonyca Reyner Reland (16) gadis yang benar...