39. Persahabatan

833 25 0
                                    

Gemetar, Lao Bo mengulangi pertanyaannya, "Apa kau ayah anak yang dikandung Xiao Tie?"

Dingin Ye Xiang menjawab, "Bukan!" Sesaat terdiam, ia menghela nafas. "Tapi, sungguh, aku berharap dia anakku, akulah ayah anak itu. Demi Xiao Tie aku rela berkorban menjadi ayah anak itu!"

Lao Bo berteriak murka, "Binatang! Anak haram itu..."

"Kenapa harus kau benci anak itu," tukas Ye Xiang juga berteriak. "Anak itu tidak bersalah. Dia tidak punya ayah, itu sudah cukup menyedihkan baginya. Seharusnya kau yang menjadi kakek bisa lebih sayang padanya."

Lao Bo melengak. "Siapa kakeknya?"

"Ya, kaulah itu kakeknya! Memang siapa lagi?" Ye Xiang menatapnya sambil membusung dada, menantang. "Mau tidak mau kau harus akui, anak itu darah dagingmu juga!"

Perkatan Ye Xiang belum selesai, Lao Bo sudah mengayun lengan menghajar wajahnya.

Ye Xiang tidak mengelak. Ia tahu, percuma buat mengelak. Pukulan Lao Bo seperti petir, juga sepeti ular: lebih cepat dari petir, lebih ganas dari ular.

Ye Xiang tidak bisa melihat arah kepalan Lao Bo. Yang ia tahu tiba-tiba pandanganya menjadi gelap. Bumi dan langit seperti terbelah dua. Ia belum lagi pingsan, sebuah kepalan Lao Bo kembali menghajar perutnya. Rasa mual membuatnya tersadar.

Muntah.

Ye Xiang membungkuk badan. Darah bercampur air lambung yang asam dan kecut tertumpah semua.

Dan Meng Xin Hun merasa hatinya hancur luar biasa. Sungguh, ia tidak bisa bertahan, tidak bisa bertahan lagi. Hampir saja ia bergerak membantu Ye Xiang. Tapi Meng Xin Hun masih sadar dan sedapatnya menahan diri.

Cepat ia berfikir, jika saat ini bergerak, ia juga akan mati. Dan jika ia mati, berarti pengorbanan Ye Xiang sia-sia. Mati pun Ye Xiang tidak bisa menutup mata.

*

Ye Xiang masih terus muntah.

Dingin, Lao Bo menatap Ye Xiang. Kemarahannya sudah terlampiaskan. Ia menjadi tenang.

Tiba-tiba Ye Xiang yang sedang termuntah-muntah meloncat. Genta di tangannya menghamburkan puluhan bintang terang. Titik-titik itu lebih terang dan cepat daripada meteor.

Tangan Ye Xiang juga sudah memegang pedang pendek. Tubuhnya seperti menyatu dengan pedangnya. Kilauan pedang melayang terbang di antara muntahan cahaya bintang cemerlang.

Kilau cahaya bintang melayang bersama pedang menutup jalan Lao Bo, maju mau pun mundur.

Serangan yang begitu mendadak dan dahsyat. Siapa pun tak kan sanggup mengelak.

Meng Xin Hun tahu, Ye Xiang adalah pembunuh yang sangat menakutkan, tapi ia belum pernah melihat aksi Ye Xiang langsung di depan mata.

Sekarang ia benar-benar sudah menyaksikannya. Dulu ia begitu sangsi apakah benar Ye Xiang sudah membunuh begitu banyak orang?

Sekarang ia percaya!

Pukulan Ye Xiang sangat tepat waktu dan membuat siapa pun tidak percaya.

Kesempatan yang diraih dan tidak direncanakan adalah waktu yang tepat. Hanya satu serangan. Tidak lebih tidak kurang. Dan tidak memberi kesempatan musuh buat mundur.

Kejam. Cepat. Tepat.

Inilah syarat untuk membunuh. Dan inilah bagian yang terpenting, tiga syarat yang menyatu hanya memiliki satu arti: mati!

Orang yang pernah bertemu Ye Xiang belakangan ini pasti tidak menyangka ia masih bisa menyerang seperti ini. Sepertinya, ia sudah kembali menjadi Ye Xiang yang dulu.

Meteor, Kupu - kupu, dan Pedang (Liu Xing Hu Di Jian) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang