Perlahan ia menanggalkan baju tidur sutranya dan berdiri telanjang di sana.
Kakinya jenjang, pahanya masih kencang. Pinggangnya rata, pinggulnya padat menggairahkan.
Kulit yang baru saja dimandikan, di bawah sinar lampu terlihat begitu segar, putih dan mulus, sehalus wajah bayi.
Ia sejenis perempuan yang masih banyak lelaki mengidamkannya. Saat lelaki memandangnya, seperti menatap daging kenyal menggairahkan, menimbulkan bara birahi seketika.
Ia tidak salah mengukur daya tariknya. Ia pun tahu tubuh perempuan seperti umpan dan lelaki seperti ikan yang aneh. Saat menelan umpan, masih mencari umpan yang lain.
Istri tua kalah menarik dengan istri muda. Istri muda kalah menarik dengan pelacur. Pelacur kalah menarik dan lebih asik diam-diam 'mencuri'.
Itulah cara pikir lelaki.
Sudah lama Gao Lao Da tahu cara berpikir lelaki yang seperti itu. Karenanya, sudah lama ia menaklukkan lelaki dengan daya tarik sexualnya.
Di suatu malam di tahun-tahun lalu, di saat musim panas yang paling panas, dengan tubuh telanjang ia mengguyur air dingin ke sekujur tubuh.
Sinar bulan mengintip dari jendela, menyinari tubuh remajanya yang ranum basah tersiram air segayung demi segayung.
Air itu mengalir pada setiap lekuknya, pada celah bukit dadanya, menetes melalui perut dan pusarnya, pada lembah subur di bawah sana, sebelum akhirnya membasahi jenjang paha dan betisnya.
Ia tahu ada beberapa pasang mata yang diam-diam mencuri pandang pada tubuh telanjangnya.
Malam itu yang melihat ketelanjangannya bukan hanya Meng Xun Hun semata.
Ia tidak mencegah mereka melihatnya. Juga tidak berusaha menutupi tubuhnya. Sebaliknya, membiarkan anak-anak asuhnya menikmati seluruh ketelanjangannya.
Ia senang tubuhnya dilihat secara sembunyi-sembunyi. Setiap kali ada yang mencuri pandang padanya, ia merasa senang.
Dan pada malam itu ia menyadari dua hal.
Pertama, anak-anak asuhnya sudah dewasa. Kedua, tubuhnya punya pesona luar biasa bagi lelaki dewasa.
Sejak malam itu ia tahu, dalam hati mereka ia bukan saja sebagai ibu dan teman, tapi juga sebagai seorang wanita.
Karenanya, ia yakin anak-anak asuhnya tidak akan meninggalkannya. Pesona kewanitaannya bisa mengendalikan mereka.
Tapi ahirnya ia gagal juga. Pertama kali gagal di rumah kayu itu.
Rumah kayu Meng Xin Hun.
*
Gao Lao Da sungguh tidak menyangka Meng Xin Hun mampu menahan diri.
Saat Meng Xin Hun berlari keluar dari rumah kayunya, Gao Lao Da sangat marah. Ingin rasanya ia mencicang Meng Xin Hun jadi berkeping-keping.
Sebagaimana layaknya wanita, jika ditolak lelaki, pasti merasa malu dan marah. Emosi seperti ini mungin tidak akan pernah dipahami lelaki.
Saat itu Gao Lao Da menahan kemarahannya, berharap kesempatan lain akan datang.
Tapi nyatanya Meng Xin Hun justeru sekarang tega meninggalkannya demi perempuan lain!
Ia sungguh tidak menyangka. Sudah pudarkah daya tarik kewanitaannya di mata anak-anak asuhnya?
Ia membuka jendela. Angin berhembus sangat dingin.
Tiba-tiba sebuah batu melayang, sigap ia menangkap.
Tubuhnya masih telanjang, haruskah mengejar ke luar sana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Meteor, Kupu - kupu, dan Pedang (Liu Xing Hu Di Jian) - Gu Long
Bí ẩn / Giật gânSemasa hidupnya, Gu Long pernah mengakui bahwa dirinya sangat terpengaruh para pengarang Barat, antara lain Mario Puzo dengan Godfathernya, Ian Fleming dengan James Bond, dan Agatha Cristie dengan kisah teka-teki pembunuhannya. Ramuan dari para peng...