36. Perjudian

900 26 0
                                    

Rumah Lu Xiang Chuan sangat rapi. Setiap benda tertata sempurna pada tempatnya.

Itulah rumah tanpa nyonya rumah, tapi tetap saja tertata rapi layaknya sebuah rumah.

Lu Xiang Chuan membuka pintu sebuah kamar. "Kau bisa tidur di sini, selimut dan seprai baru diganti."

"Terima kasih," jawab Meng Xin Hun.

"Kau lapar?"

"Aku lapar, juga sangat lelah. Tanpa makan pun aku bisa tertidur pulas."

"Lebih baik makan dulu, baru tidur." Lu Xiang Chuan mengambil sebuah lampu "Mari, ikut aku," ajaknya.

Ia mengajak Meng Xin Hun ke dapur, menaruh lampu tidak jauh dari tungku, siap memasak. "Kau lebih suka makanan manis atau asin?"

"Aku tidak suka yang manis."

"Aku juga. Ini ada sosis dan ayam. Bagaimana kalau ditambah nasi goreng?"

"Ya, nasi goreng bolehlah," sahut Meng Xin Hun, merasa heran lelaki seperti Lu Xiang Chuan masih mau masuk dapur.

Seperti tahu apa di benak Meng Xin Hun, Lu Xiang Chuan berkata, "Semenjak kepergian Lin Xiu aku sering terbangun tengah malam dan memasak sendiri. Mungkin begitulah caraku menghibur diri."

Meng Xin Hun tidak tahu bagaimana harus menanggapi, akhirnya hanya berkata, "Aku belum pernah masuk dapur."

Lu Xiang Chuan mengambil tiga butir telur dari lemari, tiba-tiba bertanya, "Kenapa kau tidak tanya siapa Lin Xiu?"

"Apa aku boleh bertanya?" Meng Xin Hun balik bertanya.

Sepertinya Lu Xiang Chuan tidak mendengar pertanyaan Meng Xin Hun, ia melanjutkan, "Lin Xiu adalah istriku."

"Sekarang dia di mana?" Meng Xin Hun sudah berani bertanya.

"Dia sudah meninggal." Lu Xiang Chuan memecah tiga butir telur, terlihat begitu kesepian dan sedih, tapi tangannya sungguh mantap. Tiba-tiba ia tertawa. "Orang sepertiku, walau sudah punya kedudukan tinggi, malah tidak punya teman."

Meng Xin Hun mengangguk memahami. Ia pun merasa begitu kesepian dalam hidupnya, sulit menemukan teman bicara.

Tapi itu sebelum ia bertemu Xiao Tie!

Nasi goreng telah masak.

"Mari kita makan," ajak Lu Xiang Chuan, "Sepertinya kita bisa menjadi teman, atau kelak mungkin berubah lagi."

"Berubah?" tanya Meng Xin Hun.

Lu Xiang Chuan meletakkan piring di atas meja. "Mungkin kelak kau akan jadi anak buahku. Mungkin juga kau akan bersaing ketat denganku. Mungkin waktu itu kita tidak bisa berteman lagi."

"Tapi ada hal yang tidak bisa berubah."

"Apa misalnya?"

"Nasi goreng yang dimasak telur terbuat dari nasi dan telur, tidak bisa berubah menjadi nasi masak daging."

Lu Xiang Chuan tergelak. "Semenjak melihatmu, kutahu kau bisa jadi temanku. Kuharap persahabatan kita seperti nasi dimasak telur ini, tidak akan pernah berubah!"

"Kau tahu apa kata yang tepat untuk menggambarkan hubungan yang tidak berubah?"

Lu Xiang Chuan hanya menatap Meng Xin Hun.

"Kesetiaan!" jawabnya.

Wangi nasi goreng itu sangat enak. Aroma sosis dan ayam pun tidak kalah lezat.

Setelah nasi diisi ke dalam mangkuk, Lu Xiang Chuan mengeluarkan seguci arak. "Kita minum dulu baru makan, atau kau lebih suka makan dulu baru minum?"

Meteor, Kupu - kupu, dan Pedang (Liu Xing Hu Di Jian) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang