Xiao Tie terus berjalan. Tempat di depan dan belakangnya sama saja, gelap semata.
Namun ia tidak perduli, hanya ingin berjalan dan berjalan. Semakin jauh, ternyata terlebih gelap lagi.
Ia tidak tahu harus berjalan ke mana, juga tidak tahu sedang menuju ke mana. Yang ia tahu, di dunia ini tidak ada tempat sembunyi buatnya.
Ia terus berjalan hingga sayup-sayup terdengan suara air mengalir. Perlahan ia berjalan ke situ.
Bulan mengintip dari balik awan.
Di bawah remang cahaya bulan, air mengalir begitu tenang seperti tali putih yang mengikat bumi yang luas dan sunyi.
Ia menunduk, memandangi titik-titik embun yang menguap dari air sungai. Begitu lembut dan cantik. Dengan segera embun menghilang tersapu angin.
Sungguh, ia ingin pergi mengikuti embun itu agar seluruh duka dan deritanya lenyap menguap bersama angin.
Ia sudah bertahan hidup sejauh ini, tapi kali ini rasanya seperti ingin melompat ke dasar situ.
"Kau mau mati?" tiba-tiba ada yang bertanya.
Suara itu seperti datang dari tempat sangat jauh. Seperti juga datang dari kegelapan yang menyimpan sejuta rahasia.
Xiao Tie hanya mengangguk.
"Kau menginginkan kehidupan yang lain?" suara itu kembali bertanya.
Xiao Tie membalik tubuh guna menemukan asal suara dan mendapatkan sepasang mata.
Mata yang begitu terang dan dingin. Namun dari sorotnya masih terasa memancar api.
"Kau ingat pernah mengajukan kalimat tadi padaku?" tanyanya pada Xiao Tie.
Walau baru sekali bertemu, Xiao Tie ingat pemuda ini. Pemuda ini pun ingat padanya.
*
Xiao Tie memandang Meng Xin Hun. "Kau belum mati?"
"Orang yang belum menikmati hidup, mana rela mati?"
Xiao Tie tertawa. "Kapan kau ke sini?"
"Bila ingin ke sini, ya aku ke sini!"
"Kapan itu?" tanya Xiao Tie lagi.
Sesaat Meng Xin Hun terdiam. "Aku merasa masih punya hutang padamu, karena itu aku..."
"Apa kau merasa aku sudah menolongmu, maka kau harus menolongku?"
Meng Xin Hun tertawa. "Terus terang aku tidak menyangka orang sepertimu pun ingin mati!"
Xiao Tie tertunduk. "Apa kau selalu bicara seperti itu?"
"Aku selalu bicara sejujurnya."
"Perkataan yang jujur terkadang bisa melukai orang."
"Perkataan bohong tidak bisa melukai orang, yang bisa terluka adalah hatinya."
Mata Xiao Tie bertambah terang. "Bila hari itu aku tidak datang, apa kau akan bunuh diri?"
"Aku hanya ingin mati. Tapi apakah aku bisa mati, itu adalah hal yang berbeda."
"Kenapa beda?"
"Banyak orang ingin mati, tapi banyak juga orang yang tidak bisa mati."
Xiao Tie tertawa. "Kalau begitu artinya aku tidak pernah menolongmu, kau pun tidak menolongku!"
"Jika seseorang benar-benar ingin mati, tidak akan ada yang bisa menolongnya," sahut Meng Xin Hun.
Xiao Tie mengangguk. "Artinya, kau tidak berhutang padaku dan aku pun tidak berhutang padamu."
"Tapi aku berhutang padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Meteor, Kupu - kupu, dan Pedang (Liu Xing Hu Di Jian) - Gu Long
Mystère / ThrillerSemasa hidupnya, Gu Long pernah mengakui bahwa dirinya sangat terpengaruh para pengarang Barat, antara lain Mario Puzo dengan Godfathernya, Ian Fleming dengan James Bond, dan Agatha Cristie dengan kisah teka-teki pembunuhannya. Ramuan dari para peng...