Terdengar suara tamparan di pipi sekali.
Sudah itu sepi. Rumah itu mendadak senyap. Sesunyi kuburan.
Men Xin Hun merasa hatinya terkubur, selangkah demi selangkah melangkah mundur.
Gemetar seluruh tubuh Xiao Tie. "Kau sudah memukulku! Kau bisa memukul perempuan?!" isaknya memutar tubuh berlari keluar, bertekad tidak kembali lagi.
Baru saja hendak beranjak keluar, terdengar isak Meng Xin Hun seperti bayi kecil yang terluka.
Selama ini Meng Xin Hun menyangka hanya bisa meneteskan darah dan tidak akan pernah menangis. Kalau toh harus menangis, ia akan sembunyi lebih dulu. Tapi kini isaknya terlanjur terdengar.
Langkah Xiao Tie seketika terhenti, seperti ditarik seutas tali ia tersedot kembali.
'Seumur hidupku dalam tangis, hanya dia yang pernah menenangkan tangisku,' pikirnya dalam hati.
Karenanya ia merasa harus kembali, mendekati Meng Xin Hun, memeluknya penuh kasih dan pemaafaan.
Sedapatnya Meng Xin Hun menahan tangis. "Seharusnya aku tidak memukulmu, aku tidak boleh sengaja menyakitimu." Ia meratap, "Apa kau juga sengaja menyakitiku?"
Xiao Tie menghela nafas, lembut berkata, "Apa kau percaya aku membohongimu? Kenapa aku harus berbohong padamu?"
Meng Xin Hun tertawa, matanya masih membasah. "Benar, kenapa kau harus membohongiku? Aku benar-benar seperti binatang, sudah memukul kau perempuan."
"Ya, kau bukan manusia," sahut Xiao Tie, juga tertawa, menyapu air mata di pipi Meng Xin Hun.
Tangis dan tawa datang silih berganti. Apakah makna semua ini?
*
Dini hari.
Meng Xin Hun berdiri di sisi jalan, melihat rumah tembok kecil berdinding warna merah hati, beratap kelabu.
Rumah dikelilingi taman mungil, dihiasi bunga-bunga bermekaran. Entah chrysan atau mawar?
Suasana masih terlalu dini, begitu sunyi. Tidak terdengar suara apa pun, apalagi langkah kaki.
Sebuah jendela terbuka, lampunya masih menyala.
Sepertinya di dalam sana ada yang menunggu dan menati sejak kemarin pagi.
Xiao Tie memandang jendela itu. "Itulah rumahku yang sekarang."
"Rumahmu yang sekarang? Memangnya kau masih punya rumah yang lain?"
"Ya," jawab Xiao Tie.
"Rumahmu banyak juga."
"Sebenarnya hanya satu. Tempat yang sekarang tidak bisa disebut rumah."
"Kenapa dengan rumahmu yang dulu?"
Xiao Tie menjawab sedih, "Bukan aku yang tidak mau tinggal di rumah itu, tapi rumah itu yang tidak mau menerimaku lagi." Seperti tidak mau membicarakan masa lalu, ia cepat menganti pembicaraan. "Karena ini bukan rumahku, maka aku tidak mau diantar olehmu."
"Kenapa sekarang mau?"
"Sekarang aku sudah tidak perduli, aku mau memperkenalkanmu..."
"Memperkenalkan siapa?"
Mata Xiao Tie menjadi lembut. "Memperkenalkan seseorang. Kuharap kau bisa menyayanginya seperti aku menyayanginya."
Wajah Meng Xin Hun berubah. "Mungkin sebaiknya aku tidak usah bertemu dengannya dulu," katanya ragu.
Xiao Tie memandang Meng Xin Hun. "Memangnya kau pikir siapa yang akan kuperkenalkan padamu? Lelaki itu?"
"Bukan begitu maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Meteor, Kupu - kupu, dan Pedang (Liu Xing Hu Di Jian) - Gu Long
Mystery / ThrillerSemasa hidupnya, Gu Long pernah mengakui bahwa dirinya sangat terpengaruh para pengarang Barat, antara lain Mario Puzo dengan Godfathernya, Ian Fleming dengan James Bond, dan Agatha Cristie dengan kisah teka-teki pembunuhannya. Ramuan dari para peng...