"Miu, kamu kenapa sih? Dari tadi ngelamun terus? Kamu nggak suka sama makanannya? Atau mau aku pesenin menu lain?" tanya Dito lembut dan memandang Alta penuh tanda tanya.
Alta menggeleng lalu tersenyum pada Dito. "Nggak ada apa-apa, Piu. Makan lagi yuk!" ucapnya mencoba mengalihkan topik, namun tak berhasil karena Dito sama sekali tak percaya melihat ekspresi Alta.
"Kalau ada masalah, cerita sama aku. Jangan disimpen sendiri," ucap Dito menyentuh ujung jemari Alta.
Mereka berdua sedang makan malam di sebuah restoran. Setelah berhasil menyelesaikan ujian nasional dan mendapatkan hasil kelulusan, Dito mengajak Alta untuk menikmati hari kebebasannya.
Sudah hampir dua bulan mereka tak bisa menikmati waktu bersama-sama karena Dito terus disibukkan dengan jadwal ujian hingga akhir semester. Termasuk tes untuk masuk universitas juga harus dijalaninya. Sehingga dia tidak punya banyak waktu untuk bersenang-senang.
Dan hari ini, dia bermaksud membawa Alta refreshing untuk melepas penat setelah disibukkan dengan segala macam ujian. Alta juga baru selesai menyelesaikan ujian kenaikan kelasnya.
Bulan lalu, Dito tak bisa mengajak Alta jalan-jalan karena dia dan seluruh siswa kelas dua belas sedang mengadakan acara perpisahan ke Bali. Dan sebagai gantinya, Dito mengajak Alta nonton di bioskop. Meski Alta terlihat tak terlalu menikmati acara mereka malam ini.
Alta tak terlalu menghiraukan ucapan Dito. Dia kembali melamun dan hanya mengaduk-aduk Risotto di depannya, membuat Dito yang sejak tadi diam mengamatinya semakin mengerutkan keningnya.
"Miu, kamu kenapa sih? Makanannya kok cuma diaduk-aduk aja?" tanya Dito yang kembali menyentuh tangan Alta.
Sentuhan itu membuat Alta terkesiap hingga menjatuhkan sendok makannya. Padahal, Dito sama sekali tak membentaknya ataupun terlalu kuat menyentuh tangannya.
"Aduh ... maaf ... maaf. Biar aku aja yang ambil sendoknya!" ucap Dito lalu menunduk di balik meja untuk mengambil sendok tersebut.
Alta hanya bengong melihat Dito yang memanggil seorang pelayan untuk meminta sendok yang baru. Setelah pelayan menyerahkan sendoknya, Dito kembali melihat Alta yang masih seperti orang linglung saat ini.
"Kamu sebenarnya kenapa sih, Miu?" tanya Dito sekali lagi. Dia mencoba bersabar menghadapi Alta kali ini.
"Nggak papa, Piu. Aku baik-baik aja kok. Nggak usah khawatir," jawab Alta yang masih tetap kukuh tak mau bercerita.
Dito mengembuskan napas berat lalu meletakkan sendok dan garpunya kemudian mengelap mulutnya dengan napkin dan sedikit membanting napkin itu di atas meja. Dia sudah tidak tahan lagi melihat kebungkaman Alta.
"Kalau kamu nggak mau cerita. Aku pulang!" ancamnya yang seketika membuat Alta menghentikan gerakan mengaduk-aduk makanannya lalu menggeleng takut.
Alta menelan ludahnya gugup tak berani menatap Dito. Dia menunduk sambil memilin napkin yang ada di atas pangkuannya. Dia bingung harus memulai ceritanya dari mana karena apa yang dipikirkannya saat ini belum tentu benar.
Dia memang gelisah tetapi dia tak ingin berpikiran buruk. Hanya saja, semakin dia mencoba mengenyahkan hal itu dari pikirannya, hatinya semakin tidak tenang.
"Astaga, Miu! Kenapa malah diem? Kamu mau nguji kesabaranku?" tanya Dito mendesis tajam.
"A-aku ...," jawab Alta yang masih gugup.
Dengan sangat kesal, Dito mengambil dompetnya lalu mengeluarkan beberapa lembar pecahan seratus ribu kemudian meletakkannya di atas meja dan segera menarik Alta keluar dari restoran itu. Beberapa orang memerhatikan mereka berdua dengan pandangan penuh tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN YOU & US
General Fiction[COMPLETED] __________________________ Altavian Danish, tak pernah membayangkan jika ia akan dipertemukan lagi pada satu kesempatan dengan sosok laki-laki tampan yang dicintainya itu setelah sekian tahun. Anindito Mahawira, c...