Pukul satu siang, Kemal dan Vian akhirnya sampai juga di Bandung. Hari ini adalah hari ulang tahun Khalid--papa Vian. Dari jauh-jauh hari, Vian sudah merencanakan untuk berziarah ke makam papanya sembari menikmati akhir pekan di Bandung.
Semalam, saat Kemal datang ke apartemennya, Vian mengutarakan keinginannya untuk pergi ke Bandung. Dengan semangat, Kemal pun menawarkan diri untuk mengantarkannya ke sana.
Vian sempat menolak. Dia tidak ingin merepotkan Kemal, di saat Kemal sedang banyak pekerjaan karena proyek barunya.
Namun, seperti biasanya. Kemal tetap tak akan menyerah untuk membujuk Vian, sampai akhirnya dia mengalah dan mau diantarkan olehnya.
"Hun, kita nggak beli bunga tabur dulu?" tanya Kemal sebelum sampai makam.
"Nanti aja deh kalau udah sampe. Di dekat makam banyak yang jual bunga, kok," jawab Vian sembari sibuk dengan layar ponselnya.
"Oke," jawab Kemal lalu melirik Vian dari sudut matanya. "Kamu lagi chatting sama siapa, sih? Serius banget kayaknya?" tanya Kemal sambil tetap fokus dengan setir mobilnya.
"Sama Mama. Dari tadi, Mama tuh ngingetin aku buat lakuin ini itu kalau aku udah sampe di Bandung," jawab Vian tersenyum kecil lalu kembali mengetik sesuatu di layar ponselnya. "Lihat. Mama udah tujuh kali bilang ke aku buat mampir ke rumah Oma dan nyuruh nginep di sana," kata Vian lagi.
"Loh, emang rumah Oma kamu masih ada? Kirain udah dijual?" tanya Kemal dengan kening berkerut.
"Masihlah. Rumah itu 'kan warisan dari Opa. Jadi, nggak akan dijual sama Mama. Kata Mama, kalau sewaktu-waktu kita sekeluarga dateng ke Indonesia, kita nggak perlu repot nyari tempat tinggal baru," jawab Vian.
"Oooh ... gitu. Terus, sekarang siapa yang nempatin. Kalau selama ini kalian tinggal di Jerman?"
"Ada Tante aku sekeluarga yang jaga," jawab Vian.
"Hmm, gitu ..., kamu nggak kabarin mereka kalau kamu mau dateng?"
"Udah ditelpon kok, sama Mama," jawab Vian, yang kemudian menunjuk arah jalan berikutnya. "Depan, belok kiri, Kè," ujarnya lagi.
"Oke."
Kemal pun membelokkan mobilnya ke kiri sesuai instruksi Vian. Mengikuti jalur berikutnya hingga bertemu dengan tempat pemakaman umum yang ada di sekitar wilayah Babakan.
"Di sini tempatnya?" tanya Kemal sembari melongok keluar jendela mobilnya.
"Iya, kamu cari tempat parkir dulu deh, ya. Aku beli bunga tabur dulu," ucap Vian lalu melepas sabuk pengamannya.
"Oke. Nanti aku tunggu depan pintu masuk makam, ya," kata Kemal.
Vian mengangguk singkat lalu keluar dari mobil Kemal yang sedang diparkirkan. Kemudian, dia melangkah menuju penjual bunga yang ada di sekitar makam.
Usai membeli apa yang dia butuhkan untuk berziarah, Vian pun kembali menemui Kemal yang sudah menunggunya di gerbang pintu masuk makam.
"Lama ya, nunggunya?" tanya Vian begitu sudah kembali.
"Nggak kok. Barusan aja aku jalan ke sini. Ya udah, langsung ke makam aja, yuk!" ujar Kemal.
Vian mengangguk lalu mengajak Kemal masuk ke dalam area makam yang tertapa rapi. Tak butuh waktu lama, sampai akhirnya Vian menemukan makam papanya yang ada di bawah pohon rindang, berjajar dengan makam Oma dan Opanya yang sudah dipasang marmer di sekelilingnya.
Vian tersenyum menatap pusara papanya yang dihiasi dengan bunga sedap malam di sisinya. Perlahan, Vian pun duduk di depannya diikuti oleh Kemal yang duduk di seberangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN YOU & US
General Fiction[COMPLETED] __________________________ Altavian Danish, tak pernah membayangkan jika ia akan dipertemukan lagi pada satu kesempatan dengan sosok laki-laki tampan yang dicintainya itu setelah sekian tahun. Anindito Mahawira, c...