Sesampainya di rumah sakit, petugas medis segera datang membawa brankar dorong untuk Khalid dan membawa papa Alta itu masuk ke ruang IGD.
Alta dan Emily begitu khawatir melihat kondisi Khalid yang seperti tak bergerak sedikit pun. Napasnya juga sangat lemah dan hampir tak terdengar.
"Maaf, Bu. Ibu tunggu di sini dulu. Biar kami yang menangani pasien," ujar seorang perawat ketika Emily ingin ikut memasuki ruang IGD.
"Tolong selamatkan nyawa suami saya, sus," pinta Emily.
"Kami akan berusaha sebaik mungkin. Ibu silakan tunggu di luar. Permisi!" ujar perawat itu.
Alta pun mengangguk dan segera membawa mamanya untuk duduk di ruang tunggu. Tangis Emily tak bisa berhenti bahkan mengalir semakin deras.
"Mama takut terjadi sesuatu sama Papa kamu, Al. Sejak pulang kerja tadi, Papa kelihatan capek. Banyak masalah yang dihadapi Papa di kantor," ujar Emily terisak-isak.
"Ini salah aku, Ma. Harusnya aku tadi nggak bentak Papa. Aku minta maaf, Ma," ujar Alta merasa bersalah.
Emily tersenyum lalu memeluk putranya. "Sudah-sudah, jangan nyalahin diri sendiri. Kamu nggak salah apa-apa. Papamu lakuin itu demi kebaikanmu, Sayang," ujar Emily lembut.
Alta memandang ragu-ragu pada mamanya lalu bertanya dengan nada lirih.
"A-apa, Mama sama Papa udah tahu soal aku dan Kak Di-Dito?" tanya Alta gugup.
Emily mengangguk dan semakin meneteskan air matanya lalu mengusap wajah Alta yang tampak pucat pasi.
"Dengar, Sayang. Kami berdua sama sekali nggak membencimu meski kami sudah tahu semuanya. Kamu tetaplah kebanggaan Papa dan Mama. Kami cuma ingin yang terbaik buat kamu. Suatu saat, kamu pasti mengerti kekhawatiran kami sebagai orangtua. Mama dan Papa minta maaf kalau keputusan kami ini membuat kamu terluka," ujarnya lembut dan kembali sesenggukan.
Alta tak tahan lagi untuk menahan air matanya. Dia ikut menangis bersama mamanya. Merasa sedih sekaligus bersalah karena telah mengecewakan kedua orangtuanya.
"Aku minta maaf, Ma. Aku udah ngecewain Papa sama Mama," ujar Alta dengan suara parau. "Aku akan lakukan apa pun asal Papa sama Mama mau maafin aku," ujarnya lagi.
"Sudah, Sayang. Nggak perlu minta maaf. Kami memang kecewa, tapi kami sama sekali nggak ingin kamu merasa nggak diterima di keluarga ini. Bagaimanapun juga, kamu adalah anak Mama dan Papa. Percayalah, kami semua sayang sama kamu," jawab Emily yang membuat Alta semakin meneteskan air matanya.
Rasa marahnya yang dipaksa pergi jauh, tak sebanding dengan rasa kecewa kedua orangtuanya. Alta masih merasa beruntung karena tak dirajam dan diusir dari rumah karena kotoran yang sudah dia taruh di wajah kedua orangtuanya.
Ibaratnya, dia adalah aib bagi mereka. Tetapi papa dan mamanya itu hanya diam dan masih tetap menyayanginya meski dia memiliki kekurangan.
"Keluarga pasien?" tanya seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang IGD.
"Iya, dok. Saya istrinya," jawab Emily yang langsung bangkit menghampiri dokter yang berwajah kusut ketika keluar dari ruangan bercat putih itu. "Suami saya baik-baik aja 'kan, dok?" tanya Emily khawatir melihat ekspresi dokter itu.
"Sebelumnya, kami minta maaf. Kami sudah berusaha menyelamatkan pasien, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Pasien mengalami gagal jantung karena terlambat ditangani," ujar dokter bersimpati.
"M-maksud dokter, su-suami saya-"
Ucapan Emily tak berlanjut karena dia tidak sanggup mengucapkan kabar duka yang ingin disampaikan dokter tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN YOU & US
General Fiction[COMPLETED] __________________________ Altavian Danish, tak pernah membayangkan jika ia akan dipertemukan lagi pada satu kesempatan dengan sosok laki-laki tampan yang dicintainya itu setelah sekian tahun. Anindito Mahawira, c...