"Kenapa? Kaget karena aku yang dateng? Atau kamu berharap Kemal yang balik lagi ke sini?"
Pertanyaan beruntun itu sukses membuat mata Vian melotot tajam dengan bibir setengah terbuka. Dia tak menyangka jika laki-laki di depannya ini nekat menemuinya.
"Kamu ikutin aku?!" tanya Vian gusar.
"Kenapa? Kamu takut, kalau pacarmu itu tahu aku dateng ke sini?" tanyanya dengan satu alis terangkat tinggi lalu menerobos masuk ke dalam apartemen Vian.
Cengkeraman tangan Vian pada handle pintu terlepas begitu saja karena laki-laki di depannya itu mendorong bahunya hingga membuatnya mau tak mau terdorong membentur dinding.
"Dito! Apa-apaan kamu? Aku nggak nyuruh kamu masuk ke apartemenku dengan seenaknya begini?!" teriak Vian geram.
Tubuh Vian yang tadinya setengah limbung, kini bergerak waspada. Seperti ada kekuatan untuk melawan keangkuhan Dito.
Mendengar teriakan Vian padanya, Dito pun memutar badannya menghadap Vian yang melihatnya dengan tatapan nyalang. Kedua tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya. Dito menyeringai kecil melihatnya, lalu melangkah ke arah Vian dengan langkah mengancam.
Setelah dekat, dia membanting pintu yang masih terbuka hingga menggetarkan seluruh dinding. Vian memejamkan mata untuk menghalau rasa terkejutnya. Jantungnya berdetak seperti genderang perang karena amukan Dito.
"Terus? Kamu mau usir aku? Sama seperti yang kamu lakukan ke aku selama ini? Nyuruh aku pergi dari hidup kamu, lalu kamu dengan seenaknya pergi ninggalin aku. Gitu?!" teriak Dito yang tak kalah keras di depan wajah Vian.
Mata Vian semakin terpejam kuat. Refleks, dia memalingkan wajahnya tak ingin menatap Dito. Hal tersebut justru membuat Dito semakin naik pitam.
Ruang tamu itu terasa mencekam karena amarah Dito yang tiba-tiba meledak. Sejak setengah jam tadi, dia mencoba bersabar dan menunggu waktu yang tepat untuk menemui Vian di apartemennya.
Tapi saat melihat wajah Vian, amarahnya tiba-tiba saja meledak. Apalagi, dia tadi sempat melihat Kemal keluar dari gedung apartemen Vian dengan wajah sumringah. Membuat darahnya semakin mendidih. Pikiran-pikiran negatif langsung menyergapnya saat itu juga.
Tadinya, Dito tak berniat menemui Vian setelah dia kehilangan jejaknya saat berusaha mengejar mobil Kemal yang mengantarkan Vian pulang. Tapi karena kegusarannya tentang laki-laki itu tak kunjung mereda, Dito pun memutuskan untuk menanyakan di mana Vian tinggal pada resepsionis Arman.
Awalnya, wanita itu tak mau memberitahu. Namun dengan berbagai macam alasan, Dito akhirnya bisa meyakinkan Aini untuk memberikan alamat apartemen Vian padanya.
"Pergi dari sini! Aku nggak mau lihat kamu!" perintah Vian dingin, setelah dia bisa mengatur suara degup jantungnya yang sangat berisik.
Dito mendengus kecil lalu terkekeh pelan. Lama-kelamaan suara kekehannya menjadi lebih keras dan berubah menjadi tawa mengerikan.
Vian yang semula tak ingin melihat Dito, kini mendongakkan wajahnya mendengar tawa laki-laki itu. Dia tidak mengerti mengapa Dito menertawakannya dan tidak tahu apa arti dari tawanya itu.
"Nggak akan semudah itu, brengsek!!"
Entah bagaimana awalnya, Vian tiba-tiba jatuh tersungkur ke atas lantai serta merasakan sakit yang luar biasa di bagian perutnya hingga dia terbatuk-batuk parah. Vian merintih kesakitan sambil bergelung memegangi perutnya yang seperti dihantam besi tumpul.
"Gimana rasanya? Sakit?" tanya Dito menyeringai dengan tangan berkacak pinggang.
Vian tak menjawabnya. Dia sedang berusaha bangun dengan rasa sakit di perutnya akibat pukulan Dito yang entah kapan laki-laki itu melakukannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/66840716-288-k129417.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN YOU & US
General Fiction[COMPLETED] __________________________ Altavian Danish, tak pernah membayangkan jika ia akan dipertemukan lagi pada satu kesempatan dengan sosok laki-laki tampan yang dicintainya itu setelah sekian tahun. Anindito Mahawira, c...