"PLAK!" seorang kakek tahu-tahu muncul di situ, terkekeh dan menampar tombak pengawal ini yang seketika patah dan membuat pengawal itu menjerit. Tangannya berdarah dan tombak itu pun mencelat.
Dan ketika Sin Hauw roboh disambar kakek ini sementara Kwi Bun dan pengawal lain terkejut maka Hwa Kin menjerit menubruk kakek berpakaian tambal tambalan itu,
"Lepaskan adikku!" gadis ini mengira Sin Hauw ditangkap. "Lepaskan dia, kakek siluman. Atau kau kubunuh....!" dan Hwa Kin yang menggebuk serta memukuli kakek itu tiba-tiba kalap dan berteriak-teriak minta agar adiknya dilepaskan, marah dan menjerit-jerit namun kakek itu tertawa.
Dengan gerakan halus tahu-tahu kakek ini mendorong gadis itu, yang terjengkang namun tidak terluka. Dan ketika Hwa Kin mengeluh sementara Sin Hauw roboh pingsan maka kakek itu menyambarnya kembali dan terkekeh.
"Heh heh, jangan khawatir, anak manis. Aku tak menangkap adikmu melainkan justeru melindunginya. Kau kemarilah, lihat aku menolong kalian bardua dan jangan menangis!"
Hwa Kin tertegun. Kakek ini mengusap wajahnya dan tertawa, bajunya tambal-tambalan namun jelas sikapnya bukan seperti seorang pengemis. Sorot matanya lembut namun berwibawa, menggetarkan perasaannya dan teduhlah gadis itu ketika dibelai dan diusap. Dan ketika kakek itu memberikan adiknya dan menyuruh dia membawa Sin Hauw maka gadis ini tersedu memandang mayat ibunya.
"Sudahlah, jangan khawatir," kakek itu menghibur. "Ibumu pun dapat kubawa, anak manis. Dan kita tinggalkan tempat celaka ini."
"Hei!" Kwi Bun membentak. "Jangan bicara seenakmu disini, jembel tua bangka. Sebutkan namamu dan serahkan dua orang itu!"
"Heh heh, kau Kwi kongcu?" kakek itu malah bertanya. "Sombong dan angkuh seperti bapakmu, bocah. Tapi aku tak mau berurusan denganmu."
"Keparat!" Kwi Bun berkelebat, melihat kakek itu bergerak mau pergi. "Tangkap dia pengawal. Dan rampas pula Sin Hauw dan encinya itu!" dan Kwi Bun sendiri yang bergerak dan menyerang kakek ini tiba-tiba memanggil pengawal dan mengeroyok pengemis itu, tidak takut akan kelihaiannya tadi dengan mematahkan tombak seorang pengawal, yang mau membunuh Sin Hauw.
Tapi begitu kakek ini tertawa dan berkelebatan cepat tiba-tiba Kwi Bun dan pengawalnya didorong jatuh, terbanting satu per satu."Minggir....plak buk bukk!"
Kwi Bun terkejut. Dengan gampang dan mudah kakek itu merobohkannya dengan tamparan ringan, mereka semua terpelanting namun bocah itu bangun lagi, berteriak dan menyuruh pengawalnya bangkit mengeroyok.
Tapi ketika kakek itu bergerak dan kembali mereka semua terbanting maka kakek ini membentak agar mereka berhenti, mulai tampak kewibawaannya.
"Berhenti atau kalian semua akan kupatahkan tulang-tulangnya!"
Kwi Bun dan pengawalnya gentar. Setelah dua kali mereka dirobohkan begitu mudah tentu saja anak laki-laki ini tak berani nekad, apalagi kakek itu mengancam akan mematahkan tulang-tulang mereka, hal yang tentu akan membuat mereka kesakitan. Dan ketika mereka tertegun dan Kwi Bun nampak pucat tiba-tiba berkelebat bayangan Kwi goanswe yang mendengar ribut-ribut itu.
"Kwi Bun, apa yang terjadi?"
Kwi Bun langsung melapor. Anak ini girang menyambut ayahnya, menuding dan menunjuk kakek pengemis itu. Dan begitu Kwi goanswe menoleh dan kelihatan terkejut tiba-tiba jenderal tinggi besar ini berobah mukanya.
"Kau?" suaranya jelas menandakan kaget. "Ada apa kau kesini, Lo-kai (Pengemis Tua)? Mau membuat ribut?"
"Ha ha, yang membuat ribut bukan aku, Goanswe, melainkan puteramu. Tanyalah puteramu bagaimana aku tiba-tiba disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Golok Maut - Batara
General FictionGIAM-TO (Golok Maut) dikenal orang pada jamannya Lima Dinasti. Waktu itu Tiongkok Utara kacau, kerajaan Tang baru saja tumbang. Dan ketika kekalutan serta pertikaian masih mendominasi suasana maka daerah ini seakan neraka bagi kebanyakan orang. Li K...