CI-ONGYA terkejut. Dia tiba-tiba melihat puteranya yang jauh berobah ini, kejam lagi ganas. Tapi karena puteranya sudah menunjukkan kepandaian yang tinggi dan tak baik untuk ribut-ribut disitu maka pangeran ini melangkah lebar menyuruh pelayan atau pembantu wanita mengeluarkan makan minum.
Ci Fang telah meminta untuk dilayani yang enak-enak, segala makanan dan minuman dikeluarkan disitu. Dan ketika dua orang itu makan minum dan sang ayah menonton dari jauh maka hari-hari berikut dilalui puteranya ini dengan kekasihnya yang cantik.
Ci-ongya heran. Sebenarnya dia marah oleh sikap puteranya yang kini kurang ajar, tak menghargai orang tua. Tapi karena gadis disebelah puteranya itu amat lihai dan jelas menguasai puteranya, terlihat dari gerak-gerik dan sikap puteranya maka pangeran ini menahan diri untuk marah-marah.
Dia ingin memberi tahu kakaknya tapi ditahan. Ancaman atau kata-kata puteranya bahwa Eng Hwa tak ingin dikenal disitu membuat pangeran ini bingung. Ada apa dengan itu?
Kenapa puteranya akan membunuhnya kalau dia melapor? Ah, sebagai orang tua dia menaruh curiga. Pasti ada apa-apa yang tak beres. Dan ketika pangeran ini maju mundur untuk menemui kakaknya mendadak suatu malam puteranya itu datang ke kamarnya."Aku ingin bicara sebentar, mengetahui sedikit keterangan."
"Hm, apa yang ingin kau ketahui?" sang ayah terbelalak, memandang tajam. "Kau akhir-akhir ini aneh, Ci Fang. Sepak terjang dan tindak-tandukmu luar biasa!"
"Ha-ha, ayah boleh bicara apa saja, tapi aku ingin mengetahui tentang sesuatu hal. Dapatkah ayah bersikap jujur?"
"Apa yang ingin kau ketahui?"
"Tentang Golok Maut, rahasia ayah dengannya!"
"Ci Fang...!" sang ayah terpekik, berseru tertahan. "Kau ada apa bertanya-tanya tentang ini? Bukankah kau sudah tahu bahwa Golok Maut adalah manusia keparat yang ingin membunuh ayahmu?"
"Justeru itulah," sang anak tersenyum, menarik sebuah kursi dan duduk. "Aku mendengar bahwa ada sebab-sebab tersembunyi yang membuat Golok Maut benci padamu, ayah. Begitu pula terhadap paman Coa. Kudengar kau dan paman pernah bersekongkol untuk mempermainkan Golok Maut dan encinya, belasan tahun yang lalu!"
"Dari mana kau tahu?" sang ayah kaget, tersentak meloncat bangun. "Kau... kau.... dari mana kau tahu ini, Fang-ji? Siapa yang memberitahumu?"
"Ha-ha, siapa yang memberitahuku tak usah kau tahu, ayah. Tapi kelanjutan cerita ini ingin kuketahui!"
Ci-ongya gemetar, menggigil. "Ci Fang ... kau... kau sekarang aneh. Luar biasa dan mengejutkan. Hm, tentu ini semua berkat pergaulanmu dengan kekasihmu itu. Siapa sebenarnya dia, Ci Fang? Tidak bolehkah ayahmu sendiri tahu?"
"Hm, ayah tahu juga tak ada gunanya. Dia gadis hebat, calon menantumu sendiri. Kalau kau masih bertanya lagi maka aneh rasanya bagaimana aku harus menjawab!"
"Bukan... bukan begitu. Maksudku siapakah dia itu dan apakah kawan atau lawan!"
"Ah, ayah aneh. Kalau lawan bukankah aku tak bakal membawanya kesini? Dan ilmu silat yang kudapat justeru dari dia, ayah. Eng Hwa adalah kawan bukan lawan!"
"Tapi aku curiga, dia bukan gadis baik-baik....ngek!" Ci-ongya menghentikan kata-katanya, dicekik sang anak dan Ci Fang marah mendengar kata-kata ayahnya tadi.
Dan ketika sang ayah terkejut dan melotot tak dapat bernapas maka pemuda ini mendorong dan melempar ayahnya ke kursi panjang.
"Ayah harap menahan mulut, atau aku akan membunuhmu!"
"Beb... beb... bedebah!" sang ayah berteriak mengepal tinju. "Kau... kau anak durhaka, Ci Fang. Kau bocah keparat!"
"Hm, kau masih ingin memaki-makiku lagi? Kau ingin membuktikan ancamanku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Golok Maut - Batara
General FictionGIAM-TO (Golok Maut) dikenal orang pada jamannya Lima Dinasti. Waktu itu Tiongkok Utara kacau, kerajaan Tang baru saja tumbang. Dan ketika kekalutan serta pertikaian masih mendominasi suasana maka daerah ini seakan neraka bagi kebanyakan orang. Li K...