"Aku mulai jemu, aku ingin meninggalkan tempat ini."
"Heh?" Ci Fang terkejut. "Kau mau pergi?"
"Ya, apakah kau tak bosan, Ci Fang? Kau tak ingin mencari yang lainnya dan bersenang-senang berganti pasangan?"
"Tapi aku terlanjur jatuh cinta pada puteri Bun-taijin itu! Eh, masa harus buru-buru, Eng Hwa?"
"Hi-hik, kau mau mengeloni gadis cengeng itu? Terserah, aku pribadi sudah bosan pada Bun-kongcu itu, Ci Fang. Aku ingin mencari yang lain dan bersenang-senang di tempat lain!"
"Kalau begitu aku turut. Aku ikut kau!"
"Tapi kau bilang jatuh cinta pada puteri Bun-taijin itu!"
"Ah, dibanding kau cintaku masih terlalu kecil, Eng Hwa. Aku selalu ingin ikut kau karena kau mempunyai selera yang membakar. Kau memiliki arak perangsang itu!"
"Hi-hik, kau ingin?"
"Kalau kau mau memberikannya, Eng Hwa. Tapi barangkali kau tak percaya!"
"Benar, kalau kau mendapat arak ini salah-salah kau benar melupakan aku. Tidak, aku tak ingin memberikannya kepadamu, Ci Fang. Kalau kau perlu bilang saja dan kuberi sedikit. Ini untuk keperluan kita berdua kalau mencari korban baru!"
"Dan kau mau pergi...!"
"Benar, kau mau ikut?"
"Tentu, aku ikut dirimu, Eng Hwa. Kita sudah berjanji bahwa cinta kita hanya untuk kita masing-masing!"
"Bagus, kalau begitu aku masih sayang padamu, Ci Fang. Hi-hik, ayo kita pergi!" dan begitu Siluman Kucing ini tertawa menyambar temannya maka Ci Fang tersenyum dan dibawa berkelebat meninggalkan gedung, pergi ke lain tempat dan di tempat baru itu pun mereka menemui penguasa-penguasa setempat.
Celaka sekali pembesar-pembesar yang didatangi dua muda-mudi ini, karena Siluman Kucing selalu mencari gadis-gadis cantik atau pemuda-pemuda tampan untuk berganti-ganti pasangan dengan Ci Fang. Dan karena pemuda ini semakin bejat dan bobrok akhlaknya berkumpul dengan Siluman Kucing akhirnya kekejian mulai diperlihatkan wanita ini.
Yakni setiap kali selesai mulailah dia menggigit bagian leher korbannya, menghisap dan menyedot darah korban untuk menyempurnakan ilmu Hek-tok-hiat (Darah Racun Hitam) yang sedang dilatih. Dan ketika semua korbannya roboh dan tewas dan Ci Fang akhirnya tahu maka pemuda ini terbelalak dan terkejut bukan main.
"Kau.... apa yang kau lakukan itu, Eng Hwa? Kau menyedot dan menghisap darah manusia hidup?"
"Hi-hik, aku sedang menyempurnakan ilmu yang kulatih, Ci Fang. Dengan darah segar begini maka aku akan semakin lihai."
"Ilmu apa yang kau latih?"
"Hek-tok-hiat! Lihat, darah semburanku masih berwarna merah... crot!" dan ketika wanita itu menyemburkan darah hidup dan pohon di depannya hancur berlubang maka Ci Fang terkejut dan mundur dengan muka pucat.
"Kau..., ah, itu ilmu iblis! Eng Hwa, bagaimana kau dapat melatih ilmu macam itu? Dari mana kau mendapatkannya?"
"Hi-hik, kudapatkan dari guruku sendiri, Ci Fang. Tapi belum sempurna dan kini ingin kusempurnakan. Kenapa? Kau takut?"
"Tidak," pemuda ini merasa gentar. "Aku tidak takut, Eng Hwa, melainkan ngeri. Hek-tok-hiatmu itu luar biasa sekali hingga sekali semprot pohon pun hancur!"
"Hi-hik, belum seberapa, Ci Fang. Kalau darah yang kusemprotkan sudah berwarna hitam maka selain hancur pohon itu juga keracunan. Mulai dari akar sampai pucuk daunnya yang paling muda akan menjadi hitam hangus!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Golok Maut - Batara
General FictionGIAM-TO (Golok Maut) dikenal orang pada jamannya Lima Dinasti. Waktu itu Tiongkok Utara kacau, kerajaan Tang baru saja tumbang. Dan ketika kekalutan serta pertikaian masih mendominasi suasana maka daerah ini seakan neraka bagi kebanyakan orang. Li K...