36

750 14 0
                                    

KENG HAN pucat. Memang benar, air keemasan yang mulai keluar dari tubuh mereka itu dapat membunuh mereka, lama-lama habis tenaga mereka dan tentu saja ini berbahaya. Namun karena mereka tak berdaya dan Keng Han mengeluh maka pemuda ini menjawab,

"Benar, tapi kita tak dapat berbuat apa-apa, Su Tong. Kakek iblis itu keji sekali. Kita tak dapat keluar dan Bhi Li serta kakaknya pingsan."

"Hm, apa itu?" Su Tong tiba-tiba menoleh, menunjuk pada sesuatu dan Keng Han tertegun.

Diluar hutan berindap sesosok bayangan dan lapat-lapat mereka mengenal bentuk bayangan itu, seorang laki-laki gagah yang sudah tua, berjenggot dan rambutnya digelung ke atas, diikat sapu tangan biru dan Keng Han terbelalak.

Dan ketika bayangan itu semakin dekat dan mereka berdua yang kebetulan berada di tempat yang tinggi karena terendam di dalam tong besar maka hampir berteriak Su Tong mengeluarkan seruan tertahan,

"Suhu..."

Su Tong terlonjak girang. Keng Han juga hampir berteriak saking girangnya, setelah mengenal dan yakin betul siapa kiranya orang tua gagah itu, bukan lain guru mereka, Pek-lui-kong, si kakek Halilintar!

Dan begitu mereka berteriak menyebut nama itu dan Lam-ciat di bawah api mendengar seruan ini mendadak Pek-lui-kong, laki-laki gagah dari utara itu sudah mengangguk dan berkelebat datang, menghantam Hantu Selatan.

"Lam-ciat, bebaskan dua orang muridku!"

Lam-ciat terkejut. Saat itu air Kim-kang yang dikeluarkan dua anak muda ini sudah semakin banyak saja, kental dan kakek itu berseri-seri, mempersiapkan mangkok dan siap menciduk air Kim-kang ini, air gaib yang diperas dari tubuh dua pemuda itu, setelah semalam diberkahi Dewi Bulan, dalam pesta gila-gilaan yang hanya dapat dilakukan orang-orang macam kakek ini. Maka begitu bentakan itu disertai berkelebatnya sebuah bayangan dan pukulan panas menyambar dari belakang maka kakek ini terkejut dan berteriak memutar tubuhnya.

"Hei... dukk!"

Lam-ciat mencelat. Dia tak tahu bahwa yang datang adalah Pek-lui-kong, jago dari utara yang menjadi guru dari anak-anak muda yang direbusnya itu.

Maka ketika pukulan panas menyambar tubuhnya dan ditangkis dengan cara tergesa-gesa kontan kakek ini terpelanting dan roboh bergulingan.

"Haiyaa...!" Lam-ciat melompat bangun, marah metnandang lawan namun saat itu Pek-lui-kong mengibas lengan.

Tong besar di sebelah kirinya terkena dorongan angin kuat, miring dan akhirnya terguling. Dan ketika segala isinya tumpah dan dua pemuda itu terloncat bersama Bhi Li dan kakaknya maka Pek-lui-kong tertegun melihat keadaan muridnya itu.

"Suhu, kami.. kami dipermainkan kakek iblis ini. Tolong kau bunuh dia dan bebaskan kami berempat!"

"Hm, siapa gadis-gadis itu, Su Tong? Bagaimana kalian berada di tempat celaka ini?"

"Panjang ceritanya, suhu. Nanti saja kami beritahukan. Awas...!" Su Tong berteriak, melihat Lam-ciat menyerang dari belakang namun jago tua ini tahu.

Dengan cepat ia membalik dan menangkis pukulan itu. Dan ketika Pek-lui-ciang atau Tangan Haiilintar bertemu pukulan Lam-ciat tiba-tiba kakek itu berteriak keras dan lengan bajunya terbakar.

"Dess-haihhh...!"

Lam-ciat bergulingan. Kakek ini terpaksa melempar tubuh karena Tangan Halilintar yang bertemu pukulannya itu hebat bukan main, dia mencelat dan pukulan lawan itupun masih terus menyambar ke belakang, menghantam pohon dan robohlah pohon itu dengan suaranya yang hiruk-pikuk, hangus tumbang dan hampir saja menimpa Lam-ciat! Dan ketika kakek itu mengumpat caci dan bergulingan meloncat bangun maka Pek-lui-kong berkelebat ke arah murid-muridnya dan menotok membebaskan mereka.

Golok Maut - BataraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang