21

843 21 0
                                    

Sin Hauw mengerutkan kening. "Dan ayah?" Sin Hauw masih tak puas. "Ayah terbunuh olehnya, enci. Dan hutang ini belum impas."

"Ah, lagi-lagi kau salah, Ayah tak dibunuh olehnya, Sin Hauw. Ayah diculik dan dibawa lari teman-temannya sendiri!"

Sin Hauw teringat omongan Coa-ongya. Pangeran itu juga berkata seperti itu dan kini encinya mengulang, dia mengerutkan kening dan bertanya hati-hati.

Dan ketika encinya menarik napas dan duduk membetulkan letak kakinya maka encinya itu berkata, "Aku mengetahui ini setelah disini. Ayah diculik dan dibawa lari teman-temannya, ketika dibawa Kwi-goanswe. Dan karena Kwi-goanswe masih kerabat sendiri dan membiarkan ayah dibawa teman-temannya maka ayah tak dibunuh siapa-pun. Kabarnya ayah tewas karena sakit, dalam perjalanan. Yakni ketika bersama teman-temannya itu. Tapi karena Kwi-goanswe yang menangkap ayah dan dialah yang pertama kali membawa ayah maka orang menyangka Kwi-goanswe inilah yang mencelakakan ayah. Padahal sebenarnya Kwi-goanswe tak tahu apa-apa lagi setelah ayah diculik dan dibawa teman-temannya sendiri!"

"Hm, kalau bukan kau yang bercerita tak mau aku percaya, enci. Baiklah kuterima hal ini sebagai kenyataan yang lain. Aku percaya padamu, dan bagaimana saranmu setelah aku ada disini!"

"Kau membantu Coa-ongya! Bukankah kau sudah berjanji padanya?"

"Benar, tapi aku kikuk berkumpul dengan Kwi-goanswe dan lain-lainnya itu, enci. Kemarin aku bertempur dengan mereka habis-habisan tapi kini tiba-tiba bersahabat!"

"Hm, tak perlu begitu. Kau lihat muka encimu, Sin Hauw. Kau pandanglah aku dan buang perasaanmu yang salah itu. Mereka juga tak akan berani mengganggumu karena aku adalah isteri Coa-ongya. Jelek-jelek kau adalah adik ipar pangeran, kau akan bergelar pangeran pula kalau diusulkan pada sri baginda!"

"Pangeran? Aku menjadi pangeran?"

"Ya, aku dapat membawa ini pada suamiku, Sin Hauw. Coa-ongya pasti menurut dan di bawah perintahku!"

Sin Hauw tertegun. Membayangkan dirinya sebagai pangeran tiba-tiba dia merasa melambung, kepala rasanya membalon tapi tiba-tiba Sin Hauw tertawa. Dan ketika encinya bertanya kenapa dia tertawa maka Sin Hauw menjawab geli,

"Aku merasa lucu dengan omonganmu ini. Mana bisa seorang biasa diangkat sebagai pangeran? Ah, terlalu tinggi. enci, terlalu muluk. Aku tak mau menjadi pangeran!"

"Kenapa?"

"Tak enak, aku ingin menjadi orang biasa saja dan bebas kesana kemari. Ah, tak enak itu. Lagi pula aku tak berpendidikan istana!"

"Ah, itu dapat belajar, Sin Hauw. Aku dapat memberitahumu!"

"Tidak, aku tak suka, enci. Kita bukan dari keluarga biru. Aku ingin seperti ini dan biar tetap seperti ini!"

"Baiklah, terserah kau, Sin Hauw. Yang penting kau tetap disini menemani encimu. Aku tak mau kau pergi dan meninggalkan aku!"

"Hm, aku tak akan meninggalkanmu, Tapi sehari dua aku mesti pergi juga, enci, melaksanakan tugas suhu yang harus kuselesaikan!"

"Benar, sekarang ceritakan kisahmu itu. Bagaimana dengan gurumu dan kemana kau selama ini!"

"Aku di Lembah Iblis.."

"Lembah Iblis?"

"Ya, Lembah Iblis, enci. Tempat tinggal kedua orang guruku. Aku disana selama enam tahun!"

"Pantas saja, pangeran tak dapat menemukanmu!"

"Aku tak diperbolehkan keluar, enci. Suhu dan subo melarangku."

"Aneh, ceritakan kisahmu, Sin Hauw. Biar aku mendengar!"

Sin Hauw menarik napas dalam. Setelah encinya selesai bercerita dan ganti dia diminta bercerita maka Sin Hauw menarik napas panjang. Kisahnya sedih, juga panjang. Maka duduk dengan baik dan mulai bercerita dia lalu menceritakan apa yang dialaminya, sejak penyerbuan di Cin-ling dulu dan betapa Hwa-liong Lo-kai akhirnya tewas.

Golok Maut - BataraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang