33

892 18 0
                                    

Golok Maut tak apa-apa. Baju pundaknya robek namun kulit pundak itu sendiri tak apa-apa.
Enam murid Hek-yan-pang dan wakilnya agak jengah ketika segumpal pundak yang bersih berotot terkuak dari baju yang robek, putih bersih dan tak terasa tiba-tiba enam wajah di balik sapu tangan itu memerah, mereka jengah dan tersipu oleh pemandangan ini. Dan ketika sebuah tusukan kembali mengenai punggung Si Golok Maut tapi laki-laki bercaping itu tak apa-apa maka baju punggungnya robek lagi memperlihatkan punggung yang putih bersih.

"Bret!"

Enam wajah kembali semburat.

Hu-pangcu dari perkumpulan Walet Hitam itupun memerah wajahnya, jantung berdegup keras tapi Golok Maut tentu saja tak tahu.

Laki-laki ini terus mengelak sana-sini sambil menangkis atau menampar. Tapi ketika dari luar keroyokan menyambar sinar empat sinar emas berturut-turut disertai dengus perlahan tiba-tiba laki-laki ini mencabut senjatanya dan sebuah sinar memanjang menangkis sinar-sinar emas itu, cepat dan luar biasa.

"Mundurlah... cring-crangg!"

Enam murid utama dan sang wakil ketua terpelanting. Tiba-tiba pedang mereka dibabat sinar putih panjang itu, yang sudah memapas runtuh sinar-sinar emas yang bukan lain senjata jarum adanya, terus bergerak dan menyambar pedang mereka, yang tiba-tiba terasa ringan karena sudah kutung menjadi dua. Dan ketika mereka terkejut dan berseru tertahan maka Golok Maut berkelebat dan tahu-tahu sudah menodong wakil ketua Hek-yan-pang, dengan senjatanya yang mengerikan, golok yang mengeluarkan hawa dingin!

"Hek-yan-pangcu (ketua Hek-yan-pang), keluarlah. Atau aku membunuh wakilmu!"

"Wut!" sesosok bayangan bergerak bagai iblis. "Aku disini, Golok Maut. Lepaskan pembantuku atau kau mampus... des-dess!"

Golok Maut terlempar, jatuh terguiing-guling oleh sebuah tendangan kilat dan berdirilah disitu seorang wanita berpakaian merah yang juga menutupi mukanya dengan sapu tangan merah. Dingin menyeramkan! Dan ketika semua murid berseru tertahan dan anggauta Hek-yan-pang itu menjatuhkan diri berlutut maka terdengarlah seruan di sana-sini yang menyebut nama pemimpin itu.

"Pangcu..!"

Tertegunlah Golok Maut.

Ketua Hek-yan-pang, yang kiranya merupakan seorang wanita tinggi semampai tampak tegak di depannya. Wanita itu berapi-api memandangnya dari balik sepasang lubang yang tidak begitu lebar, lubang di balik sapu tangan itu. Dan ketika Golok Maut tertegun dan Hu-pangcu yang tadi diancamnya sudah ditolong sang ketua maka wanita berpakaian serba merah ini membentak, dingin menyeramkan,

"Golok Maut, aku sudah disini. Sekarang cabut golokmu itu dan perlihatkan kepandaianmu kepadaku!"

Golok Maut tak berkedip. Dia sudah menyimpan senjatanya ketika ketua Hek-yan-pang ini muncul, datang dan menendangnya. Tapi melihat lawan tak mencabut senjata diapun menggeleng, tiba-tiba membungkuk.

"Hek-yan-pangcu, sebenarnya tak ada permusuhan pribadi diantara diriku dengan perkumpulanmu. Aku datang hanya ingin mencari putera Ci-ongya, harap memaklumi ini dan biarlah aku meminta maaf!"

"Enak kau bicara!" suara dingin melengking itu jelas marah. "Kau sudah membuat onar, Golok Maut, dan juga memamerkan kepandaianmu itu. Aku sudah di sini, kau harus melayaniku atau kau terbunuh!"

"Hm, aku hanya mencari orang she Ci itu, bukan dirimu..."

"Tapi kau memasuki wilayah Hek-yan-pang. Cerewet, kau sudah merobohkan sumoiku, Golok Maut. Sekarang harus mengalahkan aku atau kau mampus... wirr!" rambut di atas kepala tiba-tiba bergerak, terurai memanjang dn tahu-tahu sudah menyambar Golok Maut, meledak dan murid-murid Hek-yan-pang yang berada paling depan tiba-tiba terjungkal.

Golok Maut - BataraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang