"Demikianlah, hamba kembali dan lalu melaporkan peristiwa ini, pangcu. Enam anggota kita gagal dan tewas dibunuh Golok Maut."
"Dan dua puluh satu anggauta Kim-Liong-pang itu belum bertemu sejenak pun dengan anggauta kita?"
"Belum, pangcu. Dua puluh satu anggauta Kim-liong-pang itu rupanya menunggu di teluk tapi tak keburu jumpa. Ci-ko (kakak Ci) dibunuh Golok Maut di Sungai Kuning!"
"Hm, baiklah, sekarang kau pergi. Panggil Lo Ki Peng kemari!"
"Baik, terima kasih, pangcu," dan laki-laki ini yang mundur dan girang mendapat ampun lalu membiarkan ketuanya berdua dengan Hu-pang cu, tak lama kemudian muncul seorang pemuda dan Hek-liong-pangcu menyuruh pemuda itu mendekat.
Dan ketika tiga orang itu berada di dalam dan pintu ditutup maka pemuda ini ditanya. "Kau berani ke Kim-liong-pang?"
"Tentu, kenapa tidak, suhu? Teecu telah mendengar tewasnya Ci-ko tapi teecu (aku) tidak takut terhadap Golok Maut!"
"Bagus, kau pemberani, Ki Peng. Seharusnya semua anggauta seperti dirimu dan tidak seperti Lo-si. Antarkan surat ini kepada Kim-liong-pangcu (ketua Kim-liong-pang) dan beritahukan dia bahwa dua puluh satu anak muridnya dibunuh Golok Maut!" kakek tinggi besar itu menyerahkan sepucuk surat, memberikan pada si pemuda dan mereka terlibat percakapan sejenak. Hu-pangcu yang berpakaian longgar itu berkali-kali memesan agar si pemuda berhati-hati.
Dan ketika pemuda itu mengangguk dan menyatakan tak takut maka pergilah dia mengantar surat pangcunya ke markas Kim-liong-pang, tak seberapa jauh dari tempat itu dan Hek-liong-pangcu pun menunggu.
Ketua Kim liong-pang, Kim-liong Sian-li, adalah suci (kakak seperguruan perempuan) kakek tinggi besar itu. Memang antara Hek-liong-pang dan Kim-liong-pang ada hubungan tali persaudaraan. Tapi ketika sehari ditunggu dan Ki Peng, murid yang diutus belum kembali juga mendadak bagai petir di siang bolong murid itu telah kembali berupa mayat, diantar seorang gadis baju ungu dari Kim-liong-pang yang terseok-seok dan berlepotan darah!
"Adah, ampun, susiok..... aku..... aku bertemu Golok Maut......!" gadis baju ungu itu roboh, jatuh di depan Hek-liong-pangcu dan segera anak murid Hik-Liong-pang geger.
Mereka menjemput dan membawa gadis itu ke dalam, anak marid Kim-liong pang. Dan ketika Hek-liong-pangcu tertegun dan berdiri menjublak maka terlihatlah bahwa di punggung gadis Kim-liong-pang ini penuh tertancap jarum-jarum halus.
"Cepat, singkirkan dia!" kakek tinggi besar besar itu akhirnya sadar, menyuruh membawa pergi mayat Ki Peng dan mengurus anak murid Kim liong-pang itu.
Gadis baju ungu ini ditolong tapi terlambat. Kiranya dia kehabisan darah dan jarum halus menancapi hampir seluruh punggungnya, itulah jarum yang khas dimiliki murid-murid perempuan Kim-liong-pang, disamping paku bintang dan ketika Hek-liong-pangcu gagal menolong dan gadis itu menggelinjang sedikit tiba-tiba murid Kim liong-pang ini tewas.
"Keparat. jahanam si Golok Maut itu. Bedebah!" kakek tinggi besar ini memaki-maki, kaget dan marah serta juga menyesal tak dapat menolong anak murid Kim-liong-pang.
Gadis baju ungu itu kiranya terluka parah dan tak dapat diselamatkan lagi, tiga jarum halus menembus punggung atasnya, mengenai jantung. Dan ketika gadis itu tewas dan anak murid Hek-liong-pang ribut maka kakek ini memandang wakilnya.
"Bagaimana, Hok-sute, kau berani ke Kim-liong-pang?"
"Hm," laki-laki berpakaian longgar ini mengangguk, sedikit menggigil. "Tentu saja, suheng. Agaknya memang harus aku yang pergi. Biarlah ku bawa mayat gadis itu dan kuberitahukan pada suci!"
"Dan kau berhati-hatilah, sute. Golok Maut rupanya benar-benar telengas dan ganas!"
"Aku tahu. Aku dapat menjaga diri, suheng. Dan biar malam ini juga aku berangkat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Golok Maut - Batara
General FictionGIAM-TO (Golok Maut) dikenal orang pada jamannya Lima Dinasti. Waktu itu Tiongkok Utara kacau, kerajaan Tang baru saja tumbang. Dan ketika kekalutan serta pertikaian masih mendominasi suasana maka daerah ini seakan neraka bagi kebanyakan orang. Li K...