37

849 16 0
                                    

Mereka tak mengerti sikap enci adik itu tapi sudah menyusul. Dan ketika Su Tong berkelebat mengejar Bhi Li maka di dalam hutan tiba-tiba pemuda itu berhasil menyambar baju pundak kekasihnya.

"Bhi Li, tunggu... bret!" dan baju Bhi Li yang sobek tertarik Su Tong tiba-tiba membuat pemuda itu terkejut, berseru minta maaf namun Bhi Li terlanjur marah. Gadis ini gusar karena Su Tong merobek pakaiannya. Maka begitu dia membalik dan berhenti memutar tubuh tiba-tiba tangannya bergerak dan Su Tong sudah ditampar.

"Keparat kau... plak-plak!" dan Su Tong yang terlempar serta terbanting roboh tiba-tiba mengeluh dan bergulingan meloncat bangun, berseru agar Bhi Li menahan kemarahannya dan kini gadis itu tegak di depan Su Tong.

Pemuda ini bangkit terhuyung dengan pipi bengap, tembem! Dan ketika Bhi Li membentak dan berkacak pinggang menanya apa keperluan pemuda itu maka Su Tong menggigil, terbata-bata.

"Aku... aku mau bicara tentang itu. Tentang...."

"Tentang apa!" Bhi Li memotong, galak menjawab dan pura-pura tidak tahu, padahal di dalam hati tentu saja berdebaran dan mukapun merah padam.

Dan ketika Su Tong berkata bahwa dia mau bertanggung jawab tentang peristiwa di malam bulan purnama, persis yang disangka Bhi Li tiba-tiba gadis ini pun tak dapat menahan rona mukanya yang semburat merah, apalagi ketika Su Tong menjatuhkan diri berlutut, gemetar.

"Aku... aku mencintaimu, Bhi Li. Aku tak mau kau pergi dari sampingku. Aku telah melaporkan kejadian ini kepada suhu, dan aku mau bertanggung jawab!"

Bhi Li terisak.

"Kau... kau mau, bukan? Kau tak menolak?"

"Ooh!" gadis itu tiba-tiba meloncat meninggalkan Su Tong. "Aku... aku telah menyerahkan segala-galanya kepadamu, Su Tong. Tak perlu kujawab karena kau tentu mengerti sendiri!"

"He!" Su Tong berteriak, meloncat bangun. "Kalau begitu kau menerimanya?"

Gadis ini tak menjawab.

Su Tong akhirnya mengejar dan menangkap gadis itu lagi, mencengkeram dan tersedu-sedulah Bhi Li berhadapan dengan pemuda ini, menunduk, tak mau mengangkat mukanya. Dan ketika gadis itu mengguguk dan Su Tong menjadi bingung, tak tahu apakah gadis ini setuju atau tidak tiba-tiba Su Tong memeluk gadis itu, yang ternyata diam saja.

"Bhi Li, aku... aku bingung. Kalau kau tak mau menjawab biarlah beri tandanya dengan cara yang lain. Aku mencintaimu, aku ingin menciummu. Kalau kau marah tamparlah aku!" dan Su Tong yang benar-benar mencium dan melumat bibir Bhi Li ternyata tak ditampar dan Bhi Li menyambut, tidak marah dan tentu saja pemuda ini semakin berani, girang. Dan ketika dia mencium bertubi-tubi hingga keduanya seakan kehabisan napas maka Bhi Li mendorong pundaknya dan berseru, menggigil,

"Cukup... cukup, Su Tong. Kau sudah tahu jawabannya!"

"Ooh!" Su Tong tertawa bergelak, gembira sekali. "Aku bahagia, Bhi Li. Kalau begitu kau menerima cintaku!" dan pemuda ini yang menyambar serta mau mencium kekasihnya lagi mendadak ditahan dan dielak.

"Nanti dulu, kau harus berjanji!"

"Hm, janji apa? Bagaimana?"

"Kau harus memperlakukan aku baik-baik, Su Tong. Harus... harus melamarku sebagaimana gadis dilamar pemuda secara baik-baik!"

"Ah, tentu. Suhu yang akan melamarmu, Bhi Li. Aku akan minta padanya agar kau menjadi isteriku!"

"Kita sudah menjadi suami isteri.." gadis ini terisak. "Aku... aku, ah, jahanam keparat Lam-ciat itu, Su Tong. Kalau saja tak ada dia tentu perbuatan itu tak akan kita lakukan!"

"Sudahlah," Su Tong menghibur. "Semuanya sudah terjadi, Bhi Li. Kita tak dapat menolak atau menghindarinya. Aku juga menyesal, tapi nasi sudah menjadi bubur."

Golok Maut - BataraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang