32

861 19 0
                                    

CAM-BUSU terlempar. Untuk kesekian kalinya lagi dia disambar angin pukulan dari pulau, terpekik namun terguling-guling meloncat bangun. Dan ketika busu itu pucat namun girang maka busu ini sudah mengajak teman-temannya pergi meninggalkan tempat itu, terhuyung dan tertatih dan teman-temannya ngeri.

Mereka gentar oleh kesaktian ketua Hek-yan-pang itu, yang tak menampakkan diri namun pukulannya dapat menyambar begitu jauh, dari tengah pulau. Dan ketika mereka pergi dan Ci-kongcu sudah di bawah perlindungan Hek-yan-pangcu maka disana pemuda tampan yang tadi memaki ketua Hek-yan-pang itu sudah terbanting di lantai yang keras.

"Brukk!"

Pemuda ini terguling-guling. Tubuhnya, yang terlempar dan terbanting ke dalam pulau tahu-tahu sudah berada di sebuah ruangan yang bersih dan luas, lantainya keras dan pemuda ini mengeluh kesakitan ketika bokongnya harus beradu dengan lantai itu, nyaris dia menjerit. Dan ketika pemuda ini meringis dan memaki-maki tanpa tahu siapa yang harus dimaki maka sebuah suara dingin menyambutnya di ruangan itu.

"Bocah, sebutkan siapa namamu!"

Pemuda ini tertegun. Di belakangnya, hampir tak berjarak tahu-tahu berdiri seorang wanita yang suaranya seperti es, dingin dan menyeramkan. Dari mana dia datang tak diketahui, tahu-tahu muncul dan sudah ada di situ seperti iblis! Dan ketika pemuda ini tertegun dan tentu saja juga terkejut maka wanita itu, yang menutupi mukanya dengan sapu tangan hitam membentaknya kembali, lebih bengis,

"Aku tanya siapa namamu, sebutkan siapa namamu!"

"Aku... aku..." pemuda ini tersentak.

"Aku Ci Fang, nona. Kau siapakah? Apakah pangcu Hek-yan-pang?"

"Hm, aku Hu-pangcu (wakil) disini. Kau panggil aku Hu-pangcu dan jangan nona. Mulutmu ceriwis, bagaimana tahu bahwa aku nyonya atau nona? Memangnya kau tahu bahwa aku seorang nona?"

Pemuda ini tertegun.

"Bocah she Ci," suara yang dingin dan ketus itu terdengar lagi. "Kau tinggal disini di ruangan belakang. Mulai hari ini apa yang kau lihat tak boleh lebih dari sekeliling dinding kamarmu. Makan minum kami antar, melalui bawah pintu. Kalau kau berani coba-coba melihat wajah diantara para anggauta Hek-yan-pang maka kau akan dibunuh. Disini berlaku hukum pancung!"

Pemuda ini terkejut. "Kenapa begitu? Bukankah kau yang meoghendaki aku disini? Tak perlu melihat kalian pun aku tahu dengan siapa aku berhadapan, Hu-pangcu. Kalian merupakan wanita-wanita penakut yang gagah di luar pengecut di dalam. Aku tak sudi kalau dikurung!"

"Hm, kau berani membantah?"

"Jangankan membantah, melawan pun aku berani..."

"Plak!" dan sebuah tamparan yang menghentikan kata-kata pemuda itu disusul jerit dan pekik mengaduh akhirnya membuat Ci Fang terlempar dan terbanting di sudut, pipinya bengap dan bibirnya pecah.

Untuk pertama kali pemuda ini dihajar! Dan ketika pemuda itu terhuyung bangun berdiri dan tak dapat memaki karena pipinya bengkak maka hu-pangcu dari Hek-yan-pang yang bengis dan dingin itu berkata,

"Bocah she Ci, disini bukan istana ayahmu. Kalau kau minta dihajar lagi dan macam-macam tentu aku tak segan membunuhmu. Nah, angkat buntalanmu, kita ke belakang!"

Ci Fang, putera Ci-ongya ini terbelalak. Dia marah sekali tapi tak dapat berbuat apa-apa, mau memaki-maki tapi tentu akan dihajar lagi, salah-salah mungkin dibunuh.

Maka ketika lawan menuding buntalannya dan dengus serta kata-kata itu rupanya tak dapat dibantah lagi maka pemuda ini tersuruk mengambil buntalannya, terseok mengikuti lawan karena kini wanita yang amat dingin itu sudah melangkah, mengajaknya ke belakang, bertemu dengan beberapa bayangan lain yang semuanya wanita, rata-rata menutupi wajah mereka dengan sapu tangan, tak tahu cantik ataukah tidak, di dada mereka terdapat semacam lukisan berkembang yang menunjukkan nama masing-masing, langkahnya ringan tapi siapapun pasti akan menebak bahwa rata-rata anggauta Walet Hitam ini cantik-cantik dan muda, merangsang orang untuk mengetahui tapi Ci Fang tak berani ceriwis.

Golok Maut - BataraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang