It's Okay

476 108 83
                                    

"Aku minta nomor teleponmu," ujar Yoongi dengan tenang sementara degup jantungku berdegup tidak karuan, "nanti aku akan mengabari tindak lanjut Bangpd-nim."

Jantungku yang berdegup kencang berangsur normal. Aku menghela nafasku perlahan dengan tenang. "Baik. Kemarikan ponselmu."

Yoongi merogoh ponsel dari saku celananya. Kulihat ia mengetikkan sesuatu sebelum menyerahkannya kepadaku. Ah, tentu saja. Pasti dikunci. Setelahnya ia menyerahkan ponselnya dengan tampilan dial. Aku mengerti, idol itu harus menjaga privasinya dengan baik.

Aku memasukkan digit nomor ponselku, kemudian langsung memberikannya kepada Yoongi dalam keadaan belum disimpan dalam kontak. Aku memastikan privasinya terjaga dengan baik.

Yoongi langsung mengetikkan sesuatu setelah kuserahkan ponselnya. Aku menunggunya selesai hingga ia kembali menaruh ponselnya ke dalam sakunya semata untuk mengucapkan basa-basiku.

"Sekali lagi terima kasih. Terima kasih atas tumpangan dan pengobatannya." Aku menunduk rendah sebagai tanda terima kasihku.

"Hm. Na galge," balasnya singkat sementara aku mengangguk dan segera menutup pintu mobilnya. Dengan perasaan yang campur aduk kubalikkan badanku untuk masuk ke rumah. (Aku pergi)

Beberapa saat sebelum memasuki rumah, kutatap mobil dengan deru pelannya itu menjauh. Aku terus menatap mobil itu hingga hilang di antara kegelapan. Perlahan, kubuka pintu rumahku dan masuk ke dalamnya.

Rumahku dalam keadaan sepi saat aku memasukinya meskipun aku sudah mengatakan 'aku pulang' dengan lantang. Aku melirik ke arah jam dinding yang terpasang di ruang tengah.

Pantas saja. Ini sudah jam 12 malam. Mungkin bibi sudah tidur lebih awal.

"Hyerin?" bibi Joo Hyun yang kukira sudah tidur, meninggikan suaranya dari lantai atas.

Aku melirik ke arah anak tangga paling atas, melihat bibi yang perlahan turun ke ruang tengah. "Ya, Bi?"

"Kemana saja kamu hari ini? Kamu pulang larut tanpa bilang apapun padaku. Daeyong bilang kau hanya pergi sebentar. Tetapi kau juga tidak bawa ransel atau ponselmu." Bibi untuk sebentar mengernyitkan dahinya ketika melihat luka di bibirku yang belum sembuh. "Astaga. Ada apa, Hyerin? Apa kau dipukuli? Siapa yang memukulmu sampai kau terluka begini?"

Aku menggaruk tengkuk dengan canggung, kemudian terkekeh. "Ahaha... aku terlalu asyik bermain di rumah temanku, Bi. Ah... dan... saat kami akan ke minimarket untuk beli camilan, aku tidak sengaja menginjak batu, jadinya aku tersungkur dan luka begini. Ahahah... aku ini memang ceroboh."

Sialnya hari ini memaksaku banyak berbohong.

Bibi mengangguk-angguk dengan sedikit panik. "Sini-sini, bibi obati dulu lukamu. Aduh... Kalau ibumu tahu, dia bisa marah."

Aku tersenyum cengengesan menanggapi perhatian bibi Joo Hyun. "Iya-iya, Bi."

▪▪▪▪

Sudah berhari-hari sejak aku memberikan nomor ponselku pada Yoongi, aku belum menerima pesan apapun. Aku sering kali memeriksa baris notifikasiku hingga sekarang, tetapi tidak ada pesan dari nomor tidak dikenal—nomor Yoongi. Sama sekali tidak. Kukira, Bang Sihyuk yang sering kuelu-elukan karena kemahiran dan gaya swag-nya itu memilih untuk tidak ambil pusing dengan tindak-tanduk Seulji, sementara aku di sini sedikit trauma tiap kali melewati jalan sempit. Aku memang sedikit klaustrofobia sebelum mendapat perlakuan dari Seulji, tetapi... fobiaku justru makin parah karenanya.

Aku menghela nafasku, sambil menjatuhkan tanganku lemas.

Hah... di hari yang cerah seperti ini aku bahkan tidak bersemangat untuk melakukan apapun.

Bulletproof [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang