Back

74 9 0
                                        

Yoongi's POV

Mungkin aku tak tahu sepenuhnya apa yang kulakukan. Mendengar Hyerin tak ingin bertemu dengan siapapun, membuatku ingin menurutinya dan pergi dari tempat ini. Tetapi yang kutahu, aku tak punya tujuan lain. Aku hanya ingin melihatnya. Alhasil, aku kembali melangkahkan kakiku menuju depan rumahnya.

Seraya membunuh waktu, kuratapi ujung sepatuku yang mulai basah, rintik-rintik hujan satu persatu membasahinya. Hujan mendadak turun begitu lebat, kendati aku memilih untuk bertahan demi Hyerin seperti sebuah kebodohan. Aku membiarkan seluruh tubuhku terguyur rinai hujan dan memilih untuk tidak melakukan apa-apa kecuali memandangi ujung sepatuku yang dirintikki air hujan. Hingga tiba-tiba, rintik hujan tidak lagi membasahi sepatuku. Seakan-akan sesuatu telah memblok jatuhnya air hujan dari atas kepalaku. Hal itu membuatku kontan menoleh ke arah atas. Kulihat, kini Hyerin tengah memayungiku dengan wajah datar.

Aku tak mampu bicara sebagaimana gadis di hadapanku ini tak berbicara sama sekali meski pada dasarnya dia adalah orang yang cerewet. Aku mendadak terpaku dan bingung dengan lakuku, sedang tangan kurusnya senantiasa mengulurkan payung yang menghindariku dari hujan.

Kuperhatikan wajah gadis itu yang berpaling dariku. Ah, wajah itu. Aku sekali lagi melihat wajah sedihnya di hadapan mataku.

Kataku, "Gomabda." Dengan begitu pelan dan ragu-ragu seraya mengambil alih payung yang ia pegang. Tetapi gadis di hadapanku itu tetap membisu.

Lagi-lagi, kuperhatikan perawakannya. Ia terlihat datang dengan jas hujan kuning kebesaran ketika ia kenakan. Wajahnya yang bareface terbasuh air hujan juga nampak begitu lucu entah karena apa. Penampilannya menggemaskan sekali. Persis seperti bocah SD yang mengenakan jas hujannya untuk bermain hujan.

"Buka jaketmu." Kata-katanya yang begitu mendadak menyentak perhatianku. Tanpa bertanya sedikit pun, aku hanya menuruti kalimatnya, bermaksud tak ingin memperkeruh suasana.

Kutanggalkan jaketku seutuhnya. Hyerin dengan cepat mengambil alih jaketku itu dan menggantinya dengan sebuah jaket yang tak kusadari ia bawa dalam sebuah goodie bag.

Tanpa kuminta atau aba-abanya, ia memakaikan jaket itu di atas pundakku. Tingkahnya cukup mengenyuhkanku. Membuat perasaanku kian tumbuh untuk menyayanginya. Tak elak, sebuah senyuman akan mengembang lebar-lebar kalau tak kutahan.

Dari runguku, kutangkap ia menghela napas begitu panjang begitu selesai mengenakan jaket kepadaku dengan benar. Ia lantas mengeluarkan sebuah handuk kecil, kemudian menyeka wajahku yang basah dengannya. Lagi-lagi, hal tersebut membuat hatiku terenyuh sendiri. Segala perbuatannya kepadaku terasa teramat baik. Ujung-ujung rambutku bahkan tak luput dari perhatiannya. Segalanya yang terlihat basah dan dingin berhasil ia pulihkan. Tidak salah, bukan? Jika perasaan sayangku kian tumbuh membuncah kepadanya?

Saking terenyuh dalam suasana itu, tanpa sadar aku terus memerhatikan wajahnya sementara ia memperlakukanku dengan baik. Wajahnya tak berubah tenang sama sekali. Dahiku mengernyit, begitu menyadari bahwa di wajahnya tergurat perasaan sedih dan kecanggungan. Apakah dia masih tidak bisa menerima kenyataan yang datang dari dirinya sendiri?

"Mianhae," ucapku begitu spontan. Tetapi dia tetap tak merespon. Bahkan kudengar samar decakkan lidahnya di antara riuh derasnya hujan.

Hyerin di hadapanku kini telah selesai dengan urusannya. Ia bahkan telah memasukkan barang-barang ke dalam goodie bagnya termasuk jaketku yang basah. Ia menghela napas panjang lagi setelahnya. Kini aku mengerti bahwa helaan napas panjang bukan berarti pertanda yang baik.

Bulletproof [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang