No

277 61 8
                                    

"Akulah yang membawamu ke dalam kesengsaraan itu. Aku terlalu bersalah untuk menerima kebaikanmu. Mianhae."

Hyerin mendorong bahu Yoongi menjauh. Ia sekali lagi menatap Yoongi dengan masygul.

Ia menggeleng. "Sudahlah. Kita sama-sama salah, karena sudah menyeret diri sendiri dalam masalah yang memporak-porandakan segalanya."

"Betul. Aku memang mengalami masa di mana aku seakan menyalahkan takdir. Tapi itu bodoh. Aku sadar itu semua nyatanya sia-sia. Hal ini justru semestinya ada di selingan hidupku. Karena bukan hidup kalau tidak ada cobaan.

"Aku juga tidak bisa terus-terusan menyalahkanmu, padahal akulah yang datang menghampiri Seulji. Aku tidak bisa menyeretmu ke dalam kesedihanku, yang seharusnya kuusaikan bukan kulamunkan." Ia mengimbau kalimatnya dengan kekehan yang terdengar melantun lembut.

Yoongi terdiam, menyadari perasaannya yang lebih tenang. Hyerin yang notabenenya lebih muda darinya ini bahkan mampu bersikap sangat dewasa dibandingkan dirinya. Mendengar kalimat-kalimatnya bahkan terdengar begitu nyaman.

Lantas Yoongi mendongakkan kepalanya, matanya menatap lurus ke arah manik terang Hyerin. Untuk yang pertama kalinya, Yoongi berusaha tersenyum pada Hyerin tanpa suatu tuntutan. "Bagaimana pun, terima kasih. Tidak semua orang mampu sepertimu, Hyerin. Kumohon tetaplah menjadi Hyerin yang seperti ini, seperti yang kukenal," ujar Yoongi terus terang.

Hyerin membalas tersenyum sumringah. "Kau hanya baru menemui satu dari orang sepertiku di sini. Kalau kau pergi ke Indonesia- tidak. Kalau kau pergi ke seluruh penjuru dunia, kau pasti akan mudah menemuinya."

"Oh? Jadi kau orang Indonesia? Kukira kau berasal dari daerah Barat atau Jepang," timpal Yoongi sambil menggaruk tengkuknya canggung.

Gadis itu terlihat tergagu. "Aku hanya lahir di sana. Oh, ya... Omong-omong, kau mau ikut membuat minum bersamaku? Yah, kau ini idol yang tidak bisa menerima minum dari asal orang, kan? Aku sudah memasak air dan beberapa rempah setelah mendengar kau akan mampir."

Yoongi tertegun. Betul. Pantas saja Hyerin seorang gadis yang berbeda. Latar belakang gadis itu bahkan sungguh jauh berbeda dari perempuan Korea biasa. Hal-hal yang dilakukan betul-betul terlampau ramah untuk orang yang tinggal di Korea Selatan ini. "Ah... Boleh."

Hyerin melenggang ke arah dapur. Ia nampak sangat mempersilahkan Yoongi yang bahkan baru memijakkan kakinya di rumahnya sendiri.

Yoongi menarik tempat duduk dan memerhatikan Hyerin yang mulai terlihat sibuk dengan minumannya. "Seo Hyerin. Ah, lalu dari mana kau dapatkan marga itu?"

Hyerin berbalik dan terkekeh pelan. "Itulah yang ditanyakan banyak orang ketika tahu silsilah keluargaku. Nenekku yang orang Rusia itu, dinikahi oleh kakekku yang berkewarganegaraan Korea. Dan dari sanalah aku mendapat margaku."

Yoongi mengernyitkan dahinya. "O-oh aku sepertinya paham." Ia memikirkan apa yang terjadi jika anak bermarga dari ibunya.

Hyerin terkekeh lagi. "Ya... apa yang kau paham? Jangan salah paham, ya. Kakekku itu sedikit keras kepala. Awalnya itu, saat orang tuaku memilih memberikan nama kakakku sesuai tempat kelahirannya yang terkadang tanpa marga, kakekku sangat marah. Jadilah, biar adil, akulah anak yang diberikan marga dari kakek dan ibuku. Huh, kau jangan salah paham."

"Sepertinya orang-orang akan main asumsi saja ketika kau tidak selesai menjelaskan silsilah keluargamu dengan benar," celetuk Yoongi dengan asal beserta cengirannya.

Hyerin membawa satu cangkir minuman dengan wangi rempah ke hadapan Yoongi. Ia juga meletakkan miliknya di hadapannya. "Iya juga, ya?"

"Minumlah, setidaknya kau hangat," ujar Hyerin seraya duduk di hadapan Yoongi.

Bulletproof [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang