Dream

341 66 19
                                    

Hyerin semakin tenggelam dalam pelukan Yoongi. Semakin ia tenggelam, semakin Hyerin berusaha melambungkan kesedihannya jauh-jauh. Dalam pelukannya, sayup-sayup Hyerin merasakan kehangatan yang entah tercipta sendiri atau datang karena suatu perasaan. Ia semakin merengkuh ke dalam pelukan Yoongi, tetapi semakin ia merengkuh lebih dalam, semakin satu hal janggal bercokol pada pemikirannya. Satu pertanyaan yang berkali-kali berteriak dalam logikanya,

Apakah ini nyata?

Tidak. Tidak. Bukan satu pertanyaan itu yang membuatnya terperanjat dalam pelukan Yoongi. Satu pertanyaan lain yang betul-betul menyadarkannya dari peristiwa di hadapan matanya.

"Hyerin?"

Meski begitu, Hyerin abai akan segala hal. Pertanyaan itu semakin menyadarkan Hyerin, hingga akhirnya ia tanpa sadar mendorong Yoongi dari hadapannya.

Apakah ini masuk akal?

"Hyerin?"

Panggilan itu membangunkan Hyerin dari bunga tidurnya. Hyerin mendongak, menatap sosok sebenarnya yang barusan memanggil berkali-kali.

Pria di hadapannya menatap Hyerin dengan keterkejutannya. Sosok Hyerin yang biasa ia lihat pada detik ini bukanlah dirinya lagi. Seorang gadis dengan surai panjangnya yang indah kini berganti dengan juntaian setiap helai yang mencuat asal-asalan. Seorang gadis ceria dengan senyum manisnya berganti dengan wajah lusuh dan sembap yang penuh kesedihan.

Hyerin menatap balik tanpa tahu apa yang harus dilakukannya. Ia hanya berlutut dengan jari yang tanpa ia sadari setiap buku-bukunya memutih saking kuatnya ia mencoba untuk menahan segala tumpahan emosinya.

"Seo Hyerin-ssi? Apa kau... baik-baik saja?" tanyanya dengan sedikit raut kekhawatiran.

Mata gadis itu yang semula menatap lurus kini memandang asal. Nafasnya seketika terasa tidak beraturan, sementara bibirnya megap-megap berusaha mencari rangkaian kata untuk dilontarkannya.

"Ah, nde. Nan gwaenchanayo," jawabnya singkat. (Ya. Tidak apa-apa)

Pria di hadapan gadis itu nampak ragu-ragu. Ia memandang Hyerin seakan di antara kalimat yang akan diucapkannya adalah kesalahan. "Bangpd-nim... memanggilmu untuk menghadiri konferensi pers malam ini. Apa kau tidak keberatan?"

Seketika napas yang hendak di hela Hyerin terasa tercekat di dalam tenggoroknya. Ia lupa akan satu hal yang ia lewatkan itu. Konferensi pers. Di mana segala kebenaran seharusnya akan terkuak di sana. Mungkin, setelah segala hal itu terluruskan, Hyerin tidak akan mendapatkan kesialan semacam ini lagi.

Hyerin menyimpulkan senyumnya, dengan cepat ia menggeleng tidak keberatan. "Animida. Maksudku... aku... dengan senang hati akan mengikuti konferensi pers itu hingga selesai." (Tidak)

Mendengar jawaban Hyerin, pria itu mengangguk. "Geurae. Bangpd-nim dan Yoongi sudah menunggumu. Kaja." (baiklah//ayo)

Hyerin menghela napas beratnya, ia menganggukkan kepalanya lalu bergegas mengikuti langkah Sejin dari belakang.

▪▪▪▪

Pandang Hyerin kembali menatap ke arah gedung yang menjadi saksi bisu awal berubahnya jalan hidupnya—gedung Big Hit. Hyerin meratapi bangunan yang berdiri kokoh itu tanpa ekspresi sama sekali. Ia sudah tidak mampu menjelaskan apa yang bercokol dalam hati dan logikanya.

"Lewat sini," ujar Sejin sambil mengajak Hyerin menuju ruang Bang Sihyuk.

Hyerin hanya mengangguk-mengiyakan ajakan Sejin dalam diam.

Bulletproof [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang