Shield (new part)

180 27 11
                                    

Seseorang itu menatapiku dengan tatapan yang tidak dapat kumaknai artinya. Ia berucap dengan pelan, "Naya."

Aku terpaku di tempat. Masih belum mampu memahami situasi ini. "A-apa... yang kau lakukan di sini?"

Ia kini kembali mengurangi jaraknya, berjalan mendekatiku. Sedang aku hanya diam dan tak bergeming.

Bibirnya tampak terulum sejenak. Kulihat keraguan di kilat matanya. "Aku ke sini untuk menemuimu."

"Tapi... Panitia itu—"

"Kami yang merencanakannya," jelas Yoongi terang-terangan.

"Oh," ucapku spontan dengan nada kebingungan. Aku sungguh kehilangan kata-kataku ketika di hadapkan dengan Min Yoongi secara langsung. Rasanya memori-memori yang baru saja kukubur dalam-dalam kembali bangkit dan menghantuiku.

"Maaf, sekali. Tapi, aku harus pergi," kataku seraya berjalan menghindarinya. Namun Yoongi berhasil menangkap pergelangan tanganku. Sungguh, aku tidak mengerti dengan situasi ini. Bahkan aku tidak tahu apa yang mesti kulakukan saat ini.

Yoongi mengeratkan tangannya pada pergelangan tanganku. Kendati sorot matanya bahkan tidak berani menatapku. Ia berbisik dengan pelan, "Kajima." (Jangan pergi)

"Aniyeo," elakku. Kulepaskan tangan Yoongi yang mengenggam pergelangan tanganku. "Aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku akan pergi."

"Kajimarago." Kalimat Yoongi kali ini lebih terdengar seperti permohonannya. (Kubilang jangan pergi)

Kutatap wajah Yoongi untuk sesaat meski ia enggan menatapku. "Aku... tidak punya alasan untuk bertemu denganmu."

"Aku punya," jawab Yoongi spontan begitu mendengarku terus menghindarinya.

Matanya yang semula hanya menatap ke arah bawah, kini menatap ke dalam mataku. Kulihat kedua manik matanya yang berkilatan dengan beribu perasaan yang kembali beradu-adu. Berlomba-lomba mendominasi situasi hari ini. "Neo...." Ia menggantung kalimatnya sedang darahku telah berdesir cepat.

"Gwaenchana?" tanyanya.

Baik-baik saja? Aku tidak pernah baik-baik saja. Setelah pertengkaran itu, bukan hanya hatiku yang mesti terluka. Tapi bahkan fisikku juga.

Dengan hati yang digaungi perasaan marah, kubalikkan pertanyaan itu untuknya, "Mwoga gwaenchana?

"Kau terjatuh tadi," jawabnya.

Entah mengapa jawaban Yoongi terus terang membuat perasaan kesal dalam diriku makin melalapku habis-habisan. Namun yang mampu keluar dari mulutku saat ini hanyalah kata-kata, "Hm. Gwaenchana."

"Kakimu tidak apa-apa?"

"Aniyeo- maksudku... Bukan apa-apa." Aku berusaha memberhentikannya dari mengkhawatirkanku. Namun aku justru melontarkan kata-kata yang terdengar salah.

"Sungguh?" Yoongi berusaha melihat ke arah lututku dengan perasaan khawatir. "Aku pikir kau terdesak dan—"

"Hajima," ucapku pelan. "Berhenti bicara seakan-akan kau peduli kepadaku." (Berhenti)

Yoongi terlihat kehilangan kata-katanya karena aku terus berusaha membangun tembok tebal di antara kami. "Begini...."

"Aku baik-baik saja," jawabku singkat bersamaan dengan anggukan yakin. "Kalau itu jawaban yang kau inginkan, maka kupikir urusan kita telah selesai. Aku harus pergi."

Bulletproof [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang