"Hah...."
Dengusan kasarku serasa menggema dalam ruangan kotak kecil ini. Di hari yang telah memasuki musim dingin ini, aku kebagian giliran untuk membeli minuman kaleng di vending machine. Ya, kami baru saja memulai waktu istirahat kami setelah menyita waktu lama untuk latihan menari akhir tahun.
Setelah mungkin beberapa menit, suara dentingan lift berbunyi, dan pintu lift itu terbuka.
Saat aku akan melangkahkan kakiku, tiba-tiba seorang anak kecil menyerobot masuk dan memegangi kakiku. Dia anak dari salah satu staf di sini. Kebetulan memang, hari ini hari libur. Tetapi, ada beberapa staf yang harus menyelesaikan pekerjaannya. Jadilah, mereka terkadang membawa serta anaknya saat bekerja.
Tangan kananku segera meraih tombol 'buka' lift. Khawatir jika pintu lift itu tertutup tiba-tiba dan dia main melengos saja. Bisa gawat.
Sebelah tanganku mengusap kepalanya. "Hei. Apa yang kau lakukan, di sini? Di mana ibumu?"
Bocah lelaki itu justru menggigiti kukunya. Lalu, selang berapa lama kemudian, ia mengangkat kedua tangannya. "Gendong," rengeknya dengan menggemaskan.
Aku bergumam sejenak. "Umm... Sayangnya paman sibuk. Kalau begitu, bagaimana jika kita mencari ibumu saja?"
Anak itu merengut, matanya terlihat berkaca-kaca. "Y-ya, aku akan menggendongmu sampai kita menemukan ibumu, ok-"
Heh. Sepertinya dia satu-satunya anak muda (ya, benar-benar muda) yang tidak menurut denganku. Saat aku berbicara ia justru main beralri keluat lift begitu saja.
"Hei." Aku melengos keluar lift. "Jangan berla-"
Bruk!
Anak itu tiba-tiba terjatuh. Bahkan saat aku belum selesai memperingatinya. Ketika aku segera berjalan ke arah anak itu, seorang gadis dengan sigap langsung menghampirinya. Ia merengkuh anak itu pelan lalu mengusap kepalanya lembut. Persis seperti apa yang dilakukan semua ibu.
Anak itu menangis, tetapi gadis itu segera menenangkannya. "Uljima. Tadi kulihat kau berlari dengan gagah. Seperti superhero! Ei... tapi sepertinya superhero tidak menangis, machi?" (jangan menangis/ya, 'kan?)
Terlihat, gadis itu memberikan minum untuk anak kecil itu. Entahlah, saat aku kecil pun, ketika aku terjatuh aku disuruh minum air.
Tetapi, anak kecil itu masih menangis. Sementara gadis itu terlihat bingung. "Ah... Kau tahu? Aku ini penolong superhero, lho! Aku bisa membuat rasa sakit itu hilang dengan tanganku! Lihat ini!"
Anak itu yang semula bertengger dan menangis pada bahu gadis itu, kini penasaran dengan apa yang dikatakan gadis itu.
Gadis itu mengulurkan tangannya, dan bocah itu menatap telapak tangan gadis itu dengan antusias. Ia bahkan memerhatikan tangan gadis itu dengan serius meskipun masih dengan sesenggukan.
"Lihat ini," ujar gadis itu lembut. Perlahan tangannya mengelus kepala bocah itu, dan anak itu menurut saja. Ia terdiam setelah diusap kepalanya pelan.
"Nah, kan?" dia-gadis itu-tersenyum lebar. "Sekarang, kita cari ibumu, ya?"
Gadis itu kembali merengkuh anak itu, dan membawanya bersama.
Dia Hyerin.
"Di mana ibu-" dia tidak menyelesaikan kalimatnya ketika menyadari kehadiranku. Ia segera menunduk sopan di hadapanku. Padahal ia sedang menggendong anak itu.
"Ah, Min Yoongi-ssi. Anak ini tadi terjatuh, aku akan mengantarnya pada ibunya." Jelasnya.
Aku mengangguk ragu. "Kenapa... Kau ada di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulletproof [Selesai]
FanfictionHyerin tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan semudah itu untuk berpindah haluan. Awalnya, Hyerin hanya mengenal Yoongi sebagai seorang rapper dari grup favoritnya. Sesederhana itu. Hingga tanpa sadar, perlahan-lahan Hyerin mulai terlibat dalam...