Aku meninggalkan bangunan apartemen yang megah itu dibalik punggungku tanpa sama sekali melihat kembali ke belakang. Kusugar rambut panjangku ke belakang, merasa begitu kacau. Pandangan mataku mengarah pada sepanjang jalan yang kulalui. Melihat tapakan jalan yang terlihat begitu kusam membuatku tidak memiliki satu pun hal terbesit dalam pikiranku selain pulang. Pulang dan mengurung diri yang tidak berguna dan penuh kesialan. Menyembunyikan sosok berbahaya dan jahat yang telah merusak tiap-tiap kehidupan seseorang yang kutemui.
Helaan napas kutarik panjang meski tidak lagi terasa seperti biasanya. Di tiap-tiap helaan napas itu seperti terdapat beban hingga rasanya begitu sesak bagaikan rusuk yang memeluk paru-paru begitu erat.
Aku keluar dari wilayah permukiman itu menuju sebuah sisi jalan raya besar. Kulihat kehidupan sibuk sisi jalan dengan banyak manusia yang berlalu. Terdengar jelas pula suara deru mesin atau klakson dari kendaraan yang berlalu-lalang. Atau bahkan barang bunyi gemerisik sol yang beradu dengan aspal jalan.
Aku mampu melihat dan mendengar semuanya dengan jelas. Namun aku tidak mampu menemukan jiwaku yang hilang seketika.
Kedua tungkaiku membawaku berjalan impulsif. Aku tidak tahu jalan singkat mana yang akan membawaku pulang, hingga yang kulakukan hanya menyusuri jalan-jalan yang kukenal dengan pikiran yang kosong.
Kulangkahkan kaki pada sebuah aspal hitam betul-betul tanpa pemikiran apapun. Kupijakkan kakiku di sana dan tidak ada reaksi yang dihasilkan oleh otakku sama sekali. Selangkah lagi. Semakin banyak langkah yang kulakukan hingga terdengar sebuah riuh tidak beraturan. Aku tetap melangkah lagi. Kali ini riuhnya semakin kencang dan semakin dekat.
Aku terdiam berusaha mencari-cari sumber suara itu. Dan ketika kutemukan asal suara itu, aku mengetahui betul. Kalau suara tersebut adalah bunyi klakson mobil.
Kali ini aku bisa mendengar dan melihat semuanya dengan jelas. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi tengah bergerak menghantamku.
▪▪▪▪
Sebuah bunyi statik yang berfrekuensi tinggi menyentakku. Terdengar begitu nyaring hingga membuat kepalaku sakit. Mataku mengerjap-ngerjap pelan. Mengganti pemandangan yang hitam bersemu bentuk-bentuk jelas. Kulihat seberkas cahaya menyorotku dari atas. Bersama atap-atap yang terlihat berwarna putih bersih.
Bersamaan dengan itu, hidungku perlahan-lahan menghidu suatu bau yang mengelilingiku. Bau yang tidak begitu asing untukku. Bau etanol.
"Hyerin? Kau sudah bangun?" tanya seseorang di samping kananku. Beliau Paman Namhyuk.
Aku tidak mampu menjawab pertanyaan darinya. Yang kulakukan justru hanya mengerjap-ngerjap lemah. Memerhatikan Paman Namhyuk yang segera menekan tombol bantuan di atas kepalaku.
"Paman...." Kusadari suaraku yang terasa berbeda. Suaraku kini terdengar serak dan parau.
"Tunggu sebentar, Hyerin... Perawatnya akan segera datang," ujar Paman Namhyuk berusaha menenangkanku. Namun bukan itu jawaban yang kuinginkan.
"Yoongi di mana?" tanyaku.
"Yoongi?" Paman Namhyuk balik bertanya kepadaku. "Nanti akan kutanyakan. Kau istirahatlah dulu, ya? Jangan terlalu banyak bergerak."
Aku menganggukkan kepalaku begitu pelan dan tidak begitu gamblang. Kurebahkan kembali kepalaku yang terasa sakit. Berusaha menahan rasa sakit dalam diam adalah satu-satunya hal yang bisa kulakukan sekarang.
Tak lama setelah itu, kulihat seorang perawat mendatangiku. Ia menanyakan apakah aku baik-baik saja. Kujawab terus terang, kalau kepalaku terasa sakit. Namun, dia mengatakan kalau itu wajar. Karena kepalaku membentur aspal hingga kepalaku bocor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulletproof [Selesai]
FanficHyerin tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan semudah itu untuk berpindah haluan. Awalnya, Hyerin hanya mengenal Yoongi sebagai seorang rapper dari grup favoritnya. Sesederhana itu. Hingga tanpa sadar, perlahan-lahan Hyerin mulai terlibat dalam...