Tasalia mengambil sebuah novel dari dalam tas nya lalu melangkahkan kakinya keluar kelas. Bel istirahat kedua sudah berbunyi beberapa menit lalu. Tasalia menyukai istirahat kedua karena waktunya lebih panjang dibandingkan istirahat pertama, sehingga Tasalia bisa menggunakan waktu untuk membaca novel dari penulis favoritnya.
"Siang, Bu..." sapa Tasalia sambil menyalami seorang guru yang kebetulan berpapasan denganya.
Guru itu tersenyum lalu melanjutkan langkahnya. Begitu pula Tasalia. Sesekali Tasalia melakukan hal yang sama jika ia berpapasan dengan guru yang lain.
"Hai Tasalia.."
"Hai juga Kak Laela..." Tasalia balas menyapa pada seorang kakak kelas yang ia ketahui sebagai anggota OSIS karena kakak kelas bernama Laela itu sempat menjadi pembimbing MOS kelasnya.
Tasalia menghirup aroma novel yang berada digenggamanya. Aroma favoritnya setelah aroma hujan yang bercampur tanah. Ia terus melangkah menuju taman belakang sekolahnya yang kurang peminat karena hanya terdapat tempat duduk dan pepohonan yang daunya berjatuhan tertiup angin.
Tempat yang cocok untuk seorang Tasalia. Sunyi. Ia menyukai itu.
Sedangkan disisi lain, seseorang terus menatap Tasali dengan tatapan tak suka. Tanganya terkepal kuat disebelah badanya dan bunyi gemertuk giginya terdengar. Dalam hatinya, ia mengucapkan sumpah serapah untuk Tasalia.
Karena kesal pada Tasalia, cewek itu menghampiri Tasalia yabg baru saja duduk disebuah bangku dan baru memulai aktivitasnya. Membaca novel.
"HEH! CEWEK CENTIL!" teriaknya yang serta merta membuat Tasalia mendongak kesumber suara.
"Anita?" Tasalia berdiri dari duduknya.
"Jangan sok cantik deh lo!" Anita menunjuk Tasalia dengan penuh amarah, "kalau mereka tau siapa lo, mereka pasti bakal jauhin lo!" lanjut Anita.
Tasalia mengernyitkan dahinya tak mengerti, "maksud lo apa sih, Nit? Datang-datang langsung marah-marah." ujar Tasalia tenang seraya menatap Anita yang sedang tersulut amarah.
"Gak usah sok polos deh!" Anita menatap tak suka pada Tasalia. Ia bersedekap dada. "Lo menebar senyum seolah lo ini yang paling wow disini." Anita menekan kata 'wow' dalam kalimatnya. "Kalau mereka tahu siapa lo sebenernya, rusak tuh citra lo sebagai anak baik-baik" Anita tersenyum sinis.
"Maksud lo apa, Nit? Gue masih gak paham." ujar Tasalia.
"Alah! Pura-pura sok polos lo! Padahal lo tau maksud gue apa!" bentak Anita, "mau sekalipun ibu lo udah gak ada, lo gak bakal dianggep keluarga sama kita!" lanjut Anita seraya tertawa sinis.
Tasalia mengerti apa yang dimaksud Anita. Ia merasakan hatinya tercabik-cabik saat itu juga. "Jangan bawa-bawa ibu gue, Nit." ujar Tasalia. Matanya tiba-tiba memanas.
"Ngerti lo sekarang, hah?!" bentak Anita lagi.
Tasalia diam. Air matanya meluncur.
"Caper, ganjen, anak—"
"STOP, ANITA!" teriak Tasalia.
"Kenapa? Lo takut anak satu sekolah tau siapa lo? Iya?" tanya Anita sinis.
Tasalia kembali terdiam dengan air mata yang mengalir.
"Harusnya lo yang mati, Tasa. Bukan Om gue..." desis Anita, "gue harap, lo cepet mati. Karena, kalau lo mati, hidup keluarga besar gue tenang. Gak nanggung malu karena kehadiran lo!" setelah mengucapkan hal itu, Anita benar-benar pergi dari hadapan Tasalia yang masih berdiri dan menangis.
Tasalia terdiam seribu bahasa saat Anita benar-benar pergi dari hadapanya. Tasalia merasakan lututnya berubah menjadi seperti jelly. Ia kembali duduk dengan kedua telapak tangan yang menutupi wajahnya. Bahunya bergetar tak kentara. Hatinya sakit. Air matanya terus-terusan keluar tanpa henti. Lukanya seakan dibuka kembali saat dia sudah bersusah payah menutup luka itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Same
Teen FictionNamanya Tasalia. Cewek yang memiliki banyak rahasia yang tidak orang lain ketahui. Ia selalu menyimpan semuanya sendirian. Namun, rahasia terbesar yang ia sembunyikan secara rapat-rapat akhirnya terbongkar juga. Disaat semua orang menjauhi Tasalia...