Not Same 12

1.5K 113 2
                                    

Deva menatap bangku Tasalia yang masih kosong. Sudah seminggu sejak kejadian dikantin, Tasalia tidak masuk sekolah. Entah kemana cewek itu pergi. Ia menghela nafas lelah. Menghubungi nomor telepon Tasalia pun tidak diangkat. Hanya ada suara mbak-mbak operator yang menjawab.

Jika boleh jujur, Deva merasakan ada yang berbeda dihatinya saat ia tidak bertemu Tasalia. Sebuah perasaan yang menurut Deva aneh.

Tuk!

"Aww!!" ringis Deva saat sebuah penghapus papan tulis melayang mengenai kepalanya.

"Kamu lagi ngelamunin apa, Deva?" tanya Pak Heri seraya menatap intens Deva.

Deva hanya tersenyum kikuk lalu mengusap tengkuknya. "Enggak ngelamunin apa-apa kok, Pak.." ujar Deva.

"Fokus sama pelajaran saya. Jika tidak mau belajar dengan saya, kamu bisa keluar kelas." ujar Pak Heri seraya menunjuk pintu kelas dengan jarinya.

"Enggak, Pak. Ampun, deh..." Deva meringis.

"Mending jika kamu tidak memperhatikan tetapi nilai ulangan kamu sempurna. Sudah tidak memperhatikan, nilai ulangan kamu dapet nol lagi!" omel Pak Heri.

Seketika, kelas Deva langsung berisik karena suara tawa. Sedangkan Deva sendiri, ia hanya bisa nyengir.

"Sudah, sudah! Kembali fokus pada pelajaran!" ujar Pak Heri memberhentikan suara tawa murid-murid kelas X-c.

[ NOT SAME ]

Tasalia mengeratkan genggaman nya pada dua buket bunga ditanganya. Ia merasakan dadanya dipenuhi rasa sesak. Matanya memanas, dan langkahnya melambat seiring jaraknya yang semakin dekat dengan makam Ibu-nya.

Tasalia menghela nafas panjang lalu menghembuskanya secara perlahan. Diletakanya sebuah buket bunga yang ia bawa kemudian ia berjongkok disebelah makam sang Ibu yang berbalut rumput hijau yang tertata rapih.

Sejenak Tasalia menundukan kepalanya untuk berdoa. Setelah selesai berdoa, ia kembali menatap makam Ibu-nya dengan tatapan nanar.

"Assalamu'alaikum, Bu..." sapa Tasalia seraya tersenyum pedih. "Bu, Yaya datang buat ngejengukin Ibu." Tasalia menunduk. Membiarkan air matanya meluruh begitu saja.

"Maafin Yaya karena jarang kesini, Bu... Yaya rindu sama Ibu.." lirih Tasalia. "Bu, sekarang Yaya udah jadi murid kelas satu SMA, Bu.. Bahkan Yaya satu sekolah sama Rafa dan Anita." lanjut Tasalia.

"Bu, tepat satu minggu ini, teman-teman Yaya tau siapa Yaya sebenernya. Mereka tau bahwa Yaya adalah anak hasil hubungan gelap. Anita yang menyebarkan semua itu, Bu..." bisik Tasalia. "Dengan bangganya, Anita ngasih tau siapa Yaya." Tasalia kembali terisak.

"Bu, kapan Yaya nyusul Ibu dan Ayah? Yaya udah cape sama semuanya, Bu..." isak Tasalia. "Kenapa Ibu ninggalin beban seberat ini sama Yaya, Bu?" tanya Tasalia seraya terisak hebat.

Tasalia terdiam. Menundukan kepalanya dan membiarkan air matanya berjatuhan. Setelah dirasa cukup menangis, Tasalia kembali memandang makam Ibu-nya lalu berdiri. Ia tersenyum sendu.

"Bu, Yaya mau kemakam Ayah dulu, ya? Yaya kangen Ibu. Assalamu'alaikum, Bu.." pamit Tasalia seraya pergi dari makam Ibu-nya.

Tasalia berjalan keluar dari area pemakaman Ibu-nya, kemudian ia menyegat sebuah taksi yang kebetulan melintas. Kemudian ia menyebutkan alamat yang akan ia tuju.

Setelah sampai dialamat yang dituju, Tasalia membayar taksi tersebut lalu berjalan kearea pemakaman.

Rasa sesak kembali memenuhi rongga dada Tasalia. Ia segera berjalan menuju makam Ayah-nya.

Not SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang