Deva terus memperhatikan gerak gerik Tasalia yang cukup aneh dari kemarin. Tepatnya setelah istirahat kedua berakhir.
Kemarin, Tasalia datang kedalam kelas dengan mata sembab, hidung memerah, dan mata bengkak. Namun, saat Deva menanyakan apa yang terjadi, Tasalia hanya tersenyum dan bilang bahwa ia baik-baik saja. Kebiasaan cewek.
Sampai hari ini, Tasalia terlihat aneh. Biasanya, ia akan menebarkan senyum. Namun hari ini, cewek itu terlihat murung. Tidak seperti biasanya.
Setelah kemarin Tasalia menjelaskan pada Deva mengapa cewek itu bisa bersama anak punk, entah mengapa Deva menjadi tertarik pada seorang Tasalia. Ia ingin mengatahui Tasalia lebih dalam.
Mata Deva membulat saat tiba-tiba saja Tasalia keluar dari dalam kelas dan langkah kaki cewek itu terkesan tergesa-gesa.
"San, kenapa Tasa keluar kelas?" tanya Deva pada Sandi yang tengah memainkan ponselnya.
"Kan udah istirahat pertama, ogeb!" seru Sandi.
"Oh, udah istirahat ya?" wah.... Terlalu serius merhatiin Tasa nih gue. Jadi gak denger bel istirahat, lanjut Deva dalam hati. Ia melirik Sandi yang tengah serius menatap ponselnya, "San, kantin kuy?" ajak Deva.
"Kuy lah.. Lapar gue.." Sandi mengusap-usap perutnya.
Deva berdiri lalu melangkahkan kakinya menuju kantin. Sesampainya dikantin, Deva menjatuhkan pilihanya pada bakso dan es teh manis, sedangkan Sandi pada nasi goreng.
Setelah mereka mendapat makanan yang mereka mau, mereka berdua celingak-celinguk mencari bangku kosong.
"Woi! Nyari bangku kosong kan?" seru seseorang yang membuat Deva dan Sandi menoleh kesumber suara.
"Lo ngomong ke kita?" tanya Sandi sambil menatap cowok yang tadi berteriak.
"Iya lah! Siapa lagi coba? Cuman kalian berdua yang celingak-celinguk kayak anak ayam ditinggal emak nya," ujar cowok itu.
Sandi tersenyum lalu menghampiri meja cowok itu disusul dengan Deva. Sandi meletakan nampanya dimeja lalu duduk diseberang cowok itu. Sedangkan Deva, ia duduk disebelah Sandi.
"Btw, makasih udah mau nawarin kita duduk disini," ujar Deva.
Cowok itu menganguk. "Nama gue Rafael Bara. Panggil Rafa aja. Dari kelas X-e." Rafa memperkenalkan dirinya.
"Gue Deva,"
"Gue Sandi. Kita dari kelas X-c."
Rafa mengangguk. "Nice to meet you, Dev, San." ujar Rafa.
Sandi cengengesan, "kok gue jadi inget Tasalia pas ngomong gitu, ya?" ujar Sandi. Ia segera memakan nasi goreng nya.
Mendengar nama Tasalia disebut, ekspresi Rafa berubah. Wajahnya yang tadi bersahabat, kini berubah menjadi tidak bersahabat.
Deva yang menyadari bahwa topik pembicaraan Sandi membuat ekspresi Rafa berubah, segera ia mencari topik lain. "Raf, lo mau ikut ekskul apa? Soalnya gue masih bingung mau ikut apa." ujar Deva.
Rafa menghela nafas kesal lalu menggelengkan kepala. "Gak tau, Dev. Gue juga masih bingung. Tapi gue udah daftar basket." jawab Rafa.
Deva hanya ber-oh-ria lalu mengeluarkan ponselnya. Ia mengetikan sesuatu disana. Setelah selesai, Deva kembali memasukan ponselnya pada saku kemeja seragamnya.
Sandi merasakan ponselnya bergetar, sejurus kemudian, ia mengambil ponselnya sambil mengernyit heran. Ada sebuah pesan dari Deva yang jelas-jelas sedang duduk disebelahnya. "Alay," gumam Sandi. Ia membaca pesan dari Deva.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Same
Teen FictionNamanya Tasalia. Cewek yang memiliki banyak rahasia yang tidak orang lain ketahui. Ia selalu menyimpan semuanya sendirian. Namun, rahasia terbesar yang ia sembunyikan secara rapat-rapat akhirnya terbongkar juga. Disaat semua orang menjauhi Tasalia...