Tasalia kecil mengernyit heran saat ia melihat seorang bocah laki-laki tengah bermain pasir sendirian disebuah taman. Ia berjalan mendekati bocah lelaki itu seraya tersenyum. Tasalia ikut berjongkok didepan bocah laki-laki itu yang sedang bermain pasir.
"Hai.." sapa Tasalia seraya tersenyum.
Bocah lelaki itu mendelik kaget kearah Tasalia. Ia menatap heran Tasalia. "Kamu siapa?" tanyanya.
Tasalia tersenyum, "Aku Tasalia. Kamu?" Tasalia mengulurkan lenganya.
Bocah laki-laki itu menatap waspada pada Tasalia. Lalu ia kembali fokus pada pasir. "Kata Mama, aku gak boleh sembarangan ngasih tau nama aku ke orang lain." ujar bocah laki-laki itu.
Tasalia menurunkan lagi tanganya lalu ia menatap bocah laki-laki itu lagi. "Kamu licik. Aku kan udah kasih tau siapa nama aku." Tasalia memanyunkan bibirnya, "lagian aku bukan orang jahat." lanjut Tasalia.
"Rafa."
"Hah?"
Bocah laki-laki itu menatap Tasalia. "Nama aku Rafael Bara. Kamu bisa panggil aku Rafa." ujar Rafa kecil.
Tasalia terkekeh. "Oh... Bilang dong kalau kamu mau ngenalin diri kamu." ujar Tasalia. "Kenapa gak main sama mereka?" Tasalia menunjuk segerombolan bocah laki-laki yang sedang bermain bola.
"Males. Lagian, aku gak boleh cape-cape. Nanti aku sakit." sahut Rafa.
"Kalau gitu, kita main bareng aja yuk?! Aku juga gak punya temen soalnya." wajah Tasalia berubah cerah.
Rafa mengangguk. "Ayok!"
[ NOT SAME ]
Tasalia tersenyum pedih saat ingatanya terlempar pada kejadian sembilan tahun lalu. Saat pertama kali ia mengenal seorang Rafa. Rafa yang dulu sangat murah senyum. Berbeda dengan sekarang.
Ditatapnya foto dirinya dan Rafa sewaktu kecil. Ia mengusap permukaan foto itu seraya bergumam, "andaikan kita bisa kayak gini lagi, ya, Raf?" gumam Tasalia.
Tasalia mengusap air mata yang sudah merembes membasahi pipinya. Ia merasakan sesak saat ingatanya kembali terlempar pada masa kecilnya. Masa yang sangat ingin ia ulang kembali.
Fokus Tasalia teralihkan saat seseorang mengetuk pintu rumahnya. Dahi Tasalia mengernyit heran. Mana ada orang bertamu pukul sembilan malam seperti ini. Namun, ia tetap melangkahkan kakinya untuk membukakan pintu rumanya.
Sebelum membuka pintu, Tasalia mengintip lewat jendela. Mata Tasalia melebar saat melihat Rafa sedang berdiri diteras rumahnya. Segera ia membuka pintu rumahnya yang dikunci.
"Hai Raf.." sapa Tasalia.
Rafa menatap datar Tasalia. "Ganggu?" tanya Rafa singkat.
Tasalia tersenyum lalu menggeleng. "Enggak. Masuk dulu." Tasalia mempersilahkan Rafa masuk.
"Disini aja." sahut Rafa dingin.
"Ada perlu apa, Raf? Tumbenan kesini." ujar Tasalia hangat.
Rafa terkekeh sinis. "Lucu emang." ujar Rafa.
Tasalia mengernyit heran. "Gue kesini karena butuh lo." lanjut Rafa seraya menatap Tasalia dengan tatapan dingin.
"Oh... Ada butuh apa?" tanya Tasalia seraya tersenyum.
"I need your blood."
"Buat Ibu?" tanya Tasalia.
Rafa mengangguk. "Terserah sih, lo mau atau eng—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Same
Fiksi RemajaNamanya Tasalia. Cewek yang memiliki banyak rahasia yang tidak orang lain ketahui. Ia selalu menyimpan semuanya sendirian. Namun, rahasia terbesar yang ia sembunyikan secara rapat-rapat akhirnya terbongkar juga. Disaat semua orang menjauhi Tasalia...