Not same 14

1.5K 98 0
                                    

"Masih mau ngehina Yaya, hm?" tanya seseorang sarkastis.

Anita menoleh dengan cepat, dan menemukan Rafa tengah menatap tajam dirinya dengan senyum sinis tercetak diwajah tampannya.

"Dengerin baik-baik, ya, Anita. Jangan pernah sebut Tasalia dengan sebutan 'anak haram'. Jangan pernah ngehina Tasalia lagi. Mau didalam lingkungan sekolah ataupun diluar lingkungan sekolah. Gue gak suka kalau ada yang ngehina adek gue." ujar Rafa tegas. Nadanya seolah tidak menerima bantahan dari siapapun.

"Kenapa lo milih belain anak ha—"

"Jangan pernah sebut Tasalia dengan sebutan 'anak haram', Nit!" tegas Rafa. Rahangnya menegang.

"Lo ikutan dipelet sama dia, hah?!" tanya Anita sinis.

"Tasalia bukan orang kuno kayak lo, Nit. Yang main pelet-peletan, atau sebagainya." ujar Rafa tak kalah sinis. "Otak dia dipake buat mikir. Gak kayak otak lo." lanjut Rafa. Ia menatap tajam Anita.

"Raf! Kenapa lo malah bela dia dibandingkan gue?!" bentak Anita. Ia kesal sendiri kepada Rafa.

"Emang lo siapa gue, Non?" Rafa tersenyum sinis saat melihat wajah pias Anita. Setelah mengatakan itu, Rafa pergi meninggalkan Anita yang masih diam mematung.

"Semuanya aja belain si anak haram itu!" ujar Anita kesal. Cewek itu menghentak-hentakan kakinya karena kesal.

"Gue benci sama lo, Tasalia!" desis Anita.

[NOT SAME]

Tasalia menutup pintu kamarnya dengan setengah membanting. Cewek itu masih kesal dengan Anita. Sejak kejadian di kantin tadi, mood Tasalia untuk belajar seketika hilang begitu saja.

"Ibu... Kenapa Anita masih hidup aja sampe sekarang?" tanya Tasalia kesal. Sedetik kemudian, cewek itu menggeleng dengan raut wajah panik. "Gak! Enggak! Gue gak sejahat itu, ya ampun!" lanjut Tasalia dengan nada panik.

"Ya Allah, jangan kutuk Tasalia karena udah ngomong gitu..." ringis Tasalia.

Tasalia terdiam beberapa saat karena mendengar suara perutnya. Ia kelaparan. "Aduh... Sabar, ya, cacing... Ini mau makan kok." ujar Tasalia seraya mengusap-usap perut ratanya. Cewek itu keluar kamar dan berjalan kearah dapur.

Sesudah mengambil makananya, Tasalia menyalakan televisi untuk menemaninya makan. Saat asik-asiknya makan, Tasalia mendengar suara pintu rumahnya diketuk seseorang.

"Ganggu aja, deh!" dengus Tasalia kesal.

Dengan cepat, cewek itu membukakan pintu rumahnya. Tubuh Tasalia seketika membeku karena melihat orang yang mengganggu acara makanya. Dia Rafa.

"Apa?" tanya Tasalia dingin. Sebenarnya, dalam hati Tasalia ia bersorak senang karena Rafa mengunjunginya.

Terdengar Rafa menghela nafas panjang. Kemudian cowok itu menghembuskanya secara perlahan. "Gue, butuh bantuan lo." ujar Rafa.

Tasalia menaikan sebelah alisnya seolah bertanya 'apa' pada Rafa.

"Gue butuh darah lo lagi." cicit Rafa.

Tasalia mengerutkan dahinya. Ia hampir tidak mendengar apa yang Rafa ucapkan. Hanya samar-samar saja. "Lo butuh bantuan apa sih? Ngomongnya yang jelas dong." ujar Tasalia.

Rafa menghela nafas panjang. Kemudian menghembuskanya dengan berat. "Gue butuh darah lo. Buat Mama." ujar Rafa sekali lagi.

Tasalia manggut-manggut. "Oh, darah... Makanya kalau ngomong yang jelas, Raf. Jadi gak usah ngulangin omonganya." ujar Tasalia. Cewek itu tersenyum tipis. "Tunggu bentar." lanjut Tasalia. Cewek itu kembali masuk kedalam rumah.

Rafa menghela nafas lagi. Cowok itu benar-benar tidak habis pikir dengan Tasalia. Kenapa cewek itu selalu mau membantunya. Padahal, Rafa telah membuat Tasalia sakit hati berkali-kali.

[ NOT SAME ]

"Tasalia?" Rafa menepuk-nepuk pelan pipi Tasalia yang tertidur dibangku belakang mobilnya.

Rafa melihat Tasalia mengerjapkan matanya. Mata Tasalia langsung membuka sempurna saat menyadari mobil Rafa tengah berhenti.

"Eh? Udah sampe rumah, ya?" tanya Tasalia bingung.

Rafa membuka seat belt yang ia kenakan, kemudian berkata, "belum. Mampir dulu ke tempat makan. Lo belum makan." ujar Rafa dingin. Kemudian, cowok itu turun dari mobil.

Tasalia keluar dari dalam mobil Rafa. Cewek itu memperhatikan keadaan sekitar. Ah benar. Ia berada di sebuah restoran yang menjual berbagai macam pizza.

Rafa berjalan didepan Tasalia. Setelah masuk kedalam restoran, Rafa langsung menuju tempat pemesanan. Sedangkan Tasalia, cewek itu duduk disebuah bangku yang disediakan. Ia memijat pelipisnya pelan. Cewek itu merasakan sedikit pusing setelah mendonorkan darahnya.

Setengah jam menunggu, akhirnya Rafa kembali dengan empat kotak pizza berukuran besar. Dua diantara kotak itu, ia berikan pada Tasalia.

"Buat lo. Dimakan." ujar Rafa.

Tasalia memperhatikan Rafa lamat-lamat. Cewek itu bingung. "Apaan?" tanya Tasalia.

Rafa berdecak sebal. Dalam hatinya, cowok itu gemas sendiri pada Tasalia. "Ini, didalam kotak ini, ada pizza-nya. Dimakan pizza-nya. Nanti lo sakit. Paham?" tanya Rafa.

"Iya, paham." ujar Tasalia. Cewek itu merasa senang karena baru kali ini Rafa berbicara panjang lebar pada Tasalia. Ya, walaupun nada ketus masih terdengar.

"Ya udah balik. Sekarang udah malem. Lo bisa makan dimobil." ujar Rafa seraya melenggang pergi dari hadapan Tasalia. Sedangkan cewek itu, mengikuti langkah Rafa dibelakang.

Saat sedang dijalan, tiba-tiba saja Tasalia menyerukan pada Rafa agar menghentikan laju mobilnya. Cewek itu turun seraya membawa sekotak pizza yang Rafa berikan tadi.

Didalam mobil, Rafa melihat Tasalia menghampiri seorang tukang becak yang tengah tertidur dibecaknya. Rafa tersenyum saat mengetahui apa maksud Tasalia nenyuruhnya untuk berhenti.

Cewek itu mau memberikan sekotak pizza yang ia punya pada tukang becak itu.

"Astaga... Lo baik banget, Ya..." lirih Rafa seraya tersenyum kecil.

"Apakah gue pantes buat benci sama orang sebaik lo, Ya?"

[ NOT SAME ]

Not SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang