Not Same 54

214 13 3
                                    

"Yaya... Kamu ga bosen makan makanan rumah sakit? Hambar tau!" komentar Deva saat menyuapi Tasalia makan.

Kondisi Tasalia sudah lebih baik daripada sebelumnya. Dan sore ini, Deva gantian dengan Rafa untuk menjaga Tasalia. Hampir setiap pulang sekolah, Deva menyempatkan dirinya untuk mengunjungi Tasalia. Bahkan beberapa hari yang lalu, Neni dan Sandi ikut menjenguk Tasalia. Melihat keberadaan Neni dan Sandi, perasaan Tasalia menghangat. Ia merindukan kedua temannya itu. Bahkan Tasalia menghabiskan waktu sampai empat jam untuk mengobrol dengan Neni.

"Dev..."

Deva menoleh saat Tasalia memanggilnya. "Apa? Yaya mau apa?" tanyanya.

"Ih apa sih, Dev! Engga" jawab Tasalia. "Udahan makannya, aku kenyang..." lanjut Tasalia. Ia menatap Deva dengan tatapan memohon.

"Baru setengah porsi, Ya..." Deva menjawab dengan sedikit lesu. Tapi dalam hatinya ia merasa senang, setidaknya Tasalia makan setengah porsi, tidak sesuap dua suap seperti beberapa hari yang lalu.

"Nanti aku lanjut," ujar Tasalia sambil mengulas sebuah senyum. "Kabar Bu Hera gimana ya, Dev? Aku udah lama gak ke rumah kanker. Terus... kabar temen-temen aku gimana ya?" mata Tasalia menerawang jauh.

"Temen-temen yang mana?" Deva balik bertanya. Ia menaruh makanan Tasalia di rak samping kasur. Kemudian ia menggenggam tangan Tasalia.

"Semuanya. Dan... Bang Guntur sama yang lainnya gimana ya kabarnya?"

"Bang Guntur? Siapa?" Deva keheranan.

"Kamu lupa?" Tasalia menatap Deva, kemudian ia terkekeh. "Itu... anak punk itu loh. Kan awal kita kenal gara-gara kamu ngebuntutin aku sama anak-anak punk itu makan ke rumah nasi padang. Kamu lupa?"

Deva tertawa. Sekarang ia ingat. "Ah... Kamu masih inget aja ternyata, jangan dibahas lagi ah, aku malu pernah kepoin kamu sampai segitunya," ujar Deva. Ia menelengkupkan wajahnya di pinggir kasur Tasalia.

Tasalia ikut tertawa. "Terus... kabar Anita gimana ya? Udah berapa bulan berarti kandungannya?" tanya Tasalia. Tawanya terhenti. Diganti dengan senyum simpul.

Mendengar itu, Deva langsung diam. Suara tawanya menghilang. "Gak tau," jawab Deva singkat.

Menyadari perubahan Deva, Tasalia segera menggenggam tangan Deva, seketika perasaan bersalah menggelayuti hatinya. "Deva... Maaf..." ujarnya pelan namun masih bisa didengar oleh Deva.

"Gak apa-apa..." Deva tersenyum membalas perkataan Tasalia. "Doain aja semoga semuanya baik-baik aja. Kalau kamu udah pulih, bakal aku anter kamu ketemu Bu Hera. Aku janji." kini senyum Deva melebar. Ia menatap lembut Tasalia.

"Makasih banyak, Deva..."

[ NOT SAME ]

"Masih ingat rumah ternyata kamu,"

Rafa memejamkan matanya mendengar suara sinis sang ibu. Ada rasa sakit dan kesal saat mendengar ibunya berkata dengan sinis.

"Mau ke mana kamu?" tanya Lia saat melihat Rafa hanya melewatinya tanpa memberi salam.

"Kamar, mau ambil barang penting yang tertinggal," ujar Rafa berbohong. Padahal ia hanya rindu suasana rumahnya. Karena sejak saat Lia mengusirnya dari rumah, Rafa belum pernah kembali lagi ke rumahnya. Jika ia membutuhkan sesuatu yang tertinggal di rumah, ia akan meminta tolong Jhon untuk mengambilkannya.

"Oh... gini ya kamu semenjak kabur?! Makin gak ada sopan santunnya sama orangtua!" lanjut Lia. Ia menatap kesal anaknya. Sebenarnya Lia selalu menanyakan kabar Rafa pada Jhon. Dan terkadang ia jengkel sendiri pada Rafa saat mendengar cerita dari Anita dan Linda—ibu Anita—tentang sikap Rafa yang berubah semenjak kabur dan mengurus Tasalia.

Not SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang