Rafa terduduk diam di pinggir kasurnya. Ia menunduk dalam dengan mata terpejam. Tangannya meremas selimutnya kuat-kuat sebagai penyalur rasa kesalnya.
"Rafael..."
Rafa menoleh ke arah pintu kamarnya yang diketuk seseorang. Bahkan orang itu sampai menyebut namanya.
"Rafael Bara Hilandria..."
Rafa mendengus kesal. Ia tahu suara itu. Suara Anita.
"Rafa, buka pintunya."
"Gak!" sahut Rafa singkat, padat, dan jelas.
"Rafa! Keluarga besar udah kumpul. Mereka nungguin lo di bawah!" suara Anita naik satu oktaf.
Rafa mendengus kesal lagi. Ia beranjak dari kasurnya kemudian membuka pintu kamar dengan kasar.
"Berisik!" ketus Rafa karena dari tadi Anita terus mengetuk pintu kamarnya.
Bukannya takut, Anita malah tersenyum lebar. Ia tidak memperdulikan wajah masam Rafa.
"Semua udah nunggu lo." dengan percaya dirinya, Anita langsung menggandeng tangan Rafa dan membawa cowok itu menuju taman belakang rumah Rafa. Tempat di mana keluarga besarnya sedang berkumpul.
"Eh, Rafa..." Omah Rafa-Melinda-langsung memeluk Rafa ketika melihat cucunya itu baru saja tiba di taman belakang.
Rafa melepaskan gandengan tangan Anita kemudian tersenyum secara paksa. Ia membalas pelukan Omahnya.
"Gimana kabarnya, Mah?" tanya Rafa sambil melepaskan pelukannya.
"Baik. Aduh..., kamu semakin besar saja, ya, Raf?" Melinda menepuk-nepuk lengan atas Rafa.
Sedangkan Rafa, ia hanya tersenyum dengan paksa.
Acara makan malam berlangsung dengan tenang. Sebenarnya Rafa sudah ingin kembali ke kamarnya karena ia sedang tidak mood. Lebih baik ia tidur saja.
Apalagi saat melihat wajah Anita yang berseri-seri. Membuatnya semakin muak saja. Dalam hati Rafa paling dalam, sebenarnya ia mengharapkan di tengah-tengah mereka ada Tasalia. Karena Tasalia masih bagian dari keluarga Hilandria. Hanya saja keluarganya sudah terlanjur benci kepada Tasalia dan Ibu cewek itu.
"Omah! Omah tau gak?!" seru Anita heboh. Memecahkan ketenangan makan malam keluarga Hilandria itu.
"Tau apa, Nit?" Melinda menatap Anita dengan pandangan penasaran.
"Aku dan Rafa satu sekolah sama si anak haram!" seru Anita menggebu-gebu.
Rafa mencengkram sendoknya kuat-kuat. Rahangnya mengeras karena mendengar ucapan Anita.
"Lalu dia di sekolah bagaimana? Mengganggu kamu sama Rafa tidak?" tanya Yosi-tante Rafa yang lainnya.
"Iya! Bahkan dia pernah nyiram aku pake es teh manis di kantin! Gak tau malu banget kan?!" ujar Anita dengan kesal.
Rafa melirik Paman Jhon yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu diam bergeming. Tapi Rafa bisa lihat raut wajah Jhon yang menahan kekesalan dan amarahnya.
"Terus dia gak punya temen gara-gara anak satu sekolah jijik sama dia. Kan dia anak haram. Lagian, satu sekolah udah tau kalau dia anak haram." Anita tertawa.
"Ya pantes,"
"Anak haram emang pantes dijauhin,"
"Harusnya kita langsung nyewa pembunuh bayaran buat ngabisin nyawa si anak haram itu, hahaha!"
"Iya tuh! Supaya keluarga kita gak nanggung malu gara-gara anak haram itu."
Rafa menggeram. Amarahnya sudah mencapai ubun-ubun dan kesabarannya sudah habis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Same
Ficção AdolescenteNamanya Tasalia. Cewek yang memiliki banyak rahasia yang tidak orang lain ketahui. Ia selalu menyimpan semuanya sendirian. Namun, rahasia terbesar yang ia sembunyikan secara rapat-rapat akhirnya terbongkar juga. Disaat semua orang menjauhi Tasalia...