Not Same 8

1.8K 105 0
                                    

Rafa menghela nafas panjang saat melihat bangunan didepanya. Ia memejamkan matanya sesaat sebelum melangkahkan kakinya masuk kedalam tempat ibadah itu.

Didalam, Rafa segera duduk disalah satu deretan kursi dan ia mulai menautkan jari-jarinya dan menyimpanya didepan dada. Rafa menunduk lalu memejamkan matanya. Memulai untuk berdoa.

"Tuhan, dengan segala kekuatan-Mu, aku meminta untuk kesembuhan Mama. Jaga dia Tuhan... Sayangi dia.. Berilah dia kasih sayang-Mu... Tuhan, aku juga meminta pada-Mu. Jagalah orang-orang yang aku sayang. Lindungi mereka, beri mereka kekuatan saat mereka terpuruk, Tuhan..." Rafa menghela nafas panjang, "Tuhan, jagalah Tasalia. Sayangi dia, Tuhan... Beri dia kekuatan, kesabaran, dan ketegaran. Lindungi Tasalia dari segala bahaya. Beri dia kebahagiaan, buat Tasalia tersenyum, buat dia terus tertawa. Aku meminta pada-Mu."

Rafa terdiam sejenak. Ia merasakan sesak memenuhi rongga dadanya. Ia mengingat bagaimana Tasalia menangis karena ucapanya dan ia mengingat bagaimana tulusnya Tasalia mau memaafkan Rafa yang berulang kali menyakiti cewek itu.

"Tuhan, jaga semua orang yang aku sayang. Terlebih Tasalia. Bisikan padanya, aku meminta maaf." Rafa merasakan air matanya merembes keluar. "Jaga, lindungi, dan beri kebahagian bagi orang-orang yang aku sayang." Rafa mengamini do'a-nya lalu ia mengangkat kepalanya. Ia mengusap air matanya yang jatuh.

"Seharusnya gue gak benci sama lo, Tasa..." gumam Rafa. Kemudian cowok itu berjalan keluar tempat ibadah.

Didalam mobil, Rafa mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Ia tersenyum kecil saat melihat tulisan tangan Tasalia.

'dr.Hendra yang baik, makasih udah mau nerima aku sebagai pendonor tetap walau belum cukup umur. Dan, tolong darah aku buat Mamanya Rafa. Tapi jangan bilang ke Mama Rafa, ya, dok? Hehehe... Bebas sih mau didonorin kesiapa aja. Aku seneng bisa bantu sesama :). Makasih, dok.'

Rafa menatap nanar secarik kertas yang ia genggam. Ia tersenyum getir. Bagaimana bisa ia membenci Tasalia yang sudah dengan ikhlas mendonorkan darahnya untuk Lia—Mama nya?

"Apa pantes lo dicaci maki keluarga gue, Ya? Enggak. Lo terlalu baik untuk dicaci maki, Yaya." lirih Rafa.

Rafa menyalakan mesin mobilnya lalu ia mengendarai mobilnya menuju sebuah tempat.

[ NOT SAME ]

Deva tersenyum saat melihat Tasalia tersenyum. Cowok itu menatap Tasalia dengan penuh arti. "Tasa, nanti jalan-jalan yuk?" ajak Deva.

"Eh?" Tasalia berpura-pura tidak mendengar. Ia merasakan perasaanya berdesir.

"Nanti jalan, yuk?" ulang Deva.

"Kemana?"

"Bebas sih... Lo mau kemana? Pulang sekolah aja. Gimana?" ajak Deva.

Tasalia tampak berpikir. "Kemana, ya? Gue bingung, Dev.." beberapa detik kemudian, senyum Tasalia mengembang. "Dev, kata lo bebas kan? Gimana gue?" tanya Tasalia.

Deva mengangguk. "Iya.. Gimana lo aja." sahut Deva.

"Nanti anter gue ke-mall dulu, ya, Dev? Mau beli sesuatu. Mau gak?" ajak Tasalia.

"Mau beli apa disana?" tanya Deva.

"Ada deh... Ketoko buku, nanti anter gue kesuatu tempat. Udah lama gue gak kesana." ujar Tasalia. "Mumpung gue punya rezeki. Paman Jhon ngasih uang jajan nya kebanyakan." lanjut Tasalia.

Not SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang