Not Same 53

648 29 2
                                    

"Ya... Bangun... Gue gak mau lo kayak gini," ujar Rafa lirih. Ia mengelus rambut Tasalia dengan lembut. "Gue belum bikin lo bahagia. Gue selalu bikin lo sakit hati. Ayo bangun, Yaya, beri gue kesempatan buat bikin lo bahagia." Rafa menelengkupkan kepalanya di tangan Tasalia yang dingin.

"Gue pingin jadi kakak yang baik bagi lo. Ayo bangun, Ya..."

Rafa bermonolog. Matanya memejam erat, hatinya merasa sakit luar biasa. Begitu pula dengan rasa penyesalan yang datang bertubi-tubi.

Dalam otaknya, kelebatan bayangan Tasalia muncul bagai kaset yang rusak.  Ia sendiri bingung, bagaimana ia bisa membayar segala kesalahannya pada Tasalia.

"Raf..."

"Rafa..."

Rafa menegakan tubuhnya. Kemudian sebuah senyum lebar terukit begitu saja di bibir Rafa.

"Astaga, Yaya! Akhirnya lo bangun juga!" Rafa berkata dengan bahagianya. Kemudian dengan buru-buru, ia memanggil dokter dan perawat. "Astaga, Ya... Gue bahagia banget! Tuhan, makasih..." ucapnya sekali lagi. Matanya berkaca-kaca.

Sedangkan Tasalia, ia hanya bisa tersenyum tipis.

[ NOT SAME ]

Deva menghentikan motornya di depan sebuah toko bunga. Sepulang sekolah, Deva memang berniat untuk menjenguk Tasalia. Ia merindukan mantan kekasihnya itu.

"Pak, bunga yang cocok buat cewek kalem yang lagi sakit apa ya?" tanya Deva kepada bapak penjaga toko. Sejujurnya ia bingung mau memberikan bunga jenis apa untuk Tasalia.

"Mawar aja kalau gitu, Mas, gimana?" balas bapak penjaga toko bunga dengan logat jawa yang kental.

"Mmm... Selain itu ada bunga apalagi, Pak? Maaf ya, Pak, soalnya saya gak tau jenis-jenis bunga, hehehe..." Deva tertawa dengan paksa. Ia menggaruk tengkuknya walau tidak gatal.

"Buat pacar Mas atau gimana nih?" Bapak penjaga toko bunga tersenyum maklum.

"Mantan, Pak, lebih tepatnya. Tapi saya masih sayang sama dia. Terus sekarang dia masih sakit," kata Deva yang jatuhnya malah curhat colongan.

"Oalah... Gimana kalau bunga edelweis aja, Mas? Bunganya melambangkan keabadian loh, Mas... Kali aja cinta Mas sama Mbaknya bakal abadi kayak bunga edelweis."

Mendengar itu, Deva tertawa. "Aamiin... Semoga dia jodoh saya ya, Pak," dalam hati, Deva sangat meng-aamiin-kan ucapan si bapak. "Ya udah Pak, bunga edelweis aja, satu buket ya Pak!" pesannya.

"Oke, Mas, bentar ya, saya bungkuskan dulu, saya benar-benar merawat bunga edelweis ini seperti anak saya sendiri," ucap bapak penjaga toko bunga sambil berlalu pergi, menyiapkan pesanan Deva.

Lagi-lagi Deva tertawa, "Kayak kecap aja Pak, dirawat dengan sepenuh hati seperti anak sendiri."

Tidak lama berselang, bapak penjaga toko bunga membawa dua buket bunga edelweis. "Ini, Mas, bunganya. Kukasih bonus satu, buat mantan Mas, supaya cepet sembuh." bapak itu tersenyum lebar sambil memberikan dua buket bunga pada Deva.

"Eh, serius, Pak? Ya ampun... Makasih banyak, Pak, nanti saya sampaikan ke mantan terindah saya," ujarnya terkekeh. Ia mengambil uang seharga buket bunga edelweis yang ia beli kemudian memberikannya kepada si bapak penjaga toko bunga.

"Kalau gitu, makasih banyak ya, Pak... Semoga rejeki Bapak selalu dilancarkan oleh Tuhan,"

Setelah mengatakan itu, Deva keluar dari toko bunga dan mulai menyalakan mesin motornya. Diam-diam ia tersenyum mengingat ucapan bapak penjaga toko bunga yang mengatakan semoga cinta Deva dan Tasalia abadi, seperti bunga edelweis yang akan ia berikan pada Tasalia.

Not SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang