Dari kemarin malam, Sandi hanya melihat Deva mengotak-atik ponselnya. Menunggu Tasalia mengirimkan pesan balasan. Sepertinya sih begitu. Tapi Sandi yakin.
"Masih nunggu, Bro? Bangun tidur langsung cek HP aja lo!" cibir Sandi. Setelah itu cowok itu menguap lebar.
"Tasalia sama sekali gak angkat telepon gue. Gue takutnya dia ada apa-apa," cemas Deva. Ia menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Gue telepon Om Jhon, katanya teleponnya juga sama-sama gak diangkat." lanjutnya.
"Memang lo gak punya nomer telepon keluarga Tasalia yang lain?" heran Sandi. Cowok itu kini sudah duduk bersila di atas kasur.
Deva terdiam beberapa saat. Mengingat apakah ia memiliki kontak keluarga Tasalia atau tidak.
"Lo gak coba tanya Rafa gitu? Anita? Kali aja mereka diem-diem nyimpen nomer Tasalia." celetuk Sandi.
Deva menoleh kemudian menampakkan senyum lebarnya. "Ah anjir, San! Tumben-tumbenan lo pinter gini!" puji Deva. Ia ingat jika ia memiliki kontak Rafa.
"Waah... Gue emang pinter lo, Dev. Jangan salah!"
"Terserah lo!"
[ NOT SAME ]
Tasalia hanya diam tertunduk di kursi tunggu. Ia memainkan kakinya karena merasa bosan.
"Masih lama?" tanya Tasalia pada Rafa yang baru saja datang.
"Kenapa lo gak angkat telepon Deva? Dia khawatir. Dia sampai nelepon gue." omel Rafa pada Tasalia. Bahkan cowok itu tidak menyahuti pertanyaan Tasalia barusan.
"Enggak. Lagi gak mood. Lagian ponselnya gue tinggal di rumah." sahut Tasalia santai.
"Lagi ada masalah?" tanya Rafa samb menatap Tasalia sejenak. Kemudian beralih lagi pada benda pipih yang ada di genggaman tangannya.
"Enggak. Kita baik-baik aja. Cuman..., gue lagi sakit juga kan. Gak mungkin gue megang ponsel terlalu lama." Tasalia tersenyum kecil.
"Tasalia Putri!"
Tasalia segera menoleh dan segera berdiri saat tahu siapa yang memanggilnya. Disusul dengan Rafa.
"Silahkan masuk ke dalam." ujar suster yang tadi memanggil Tasalia. Ia membukakan pintu ruangan dokter.
Setelah berbasi sebentar dengan sang dokter, akhirnya Tasalia bertanya karena penasaran dengan sakit apa yang ia derita.
"Kalian hanya ke sini berdua?" tanya sang dokter yang sudah agak sepuh itu.
"Iya, orangtua kami sudah meninggal," sahut Rafa. "Sedangkan wali kami sedang berada di luar kota." lanjutnya.
Dokter bernama Lukman itu memandang Tasalia dan Rafa penasaran. Ia berdehem sebentar.
"Saudara-saudara kalian?" tanya Dokter Lukman. "Dan anda siapanya dari pasien ya?"
"Saudara-saudara kami sudah tidak peduli lagi. Dan saya kakak dari pasien," jawab Rafa enteng. "Memangnya dokter mau bicara serius? Sampai menanyakan keberadaan keluarga kami?" tanya Rafa dengan nada suara yang terdengar sedikit tajam.
"Ya, saya akan berbicara serius." jawab Dokter Lukman.
"Saya sudah kuliah, Dok. Semester akhir." bohong Rafa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Same
JugendliteraturNamanya Tasalia. Cewek yang memiliki banyak rahasia yang tidak orang lain ketahui. Ia selalu menyimpan semuanya sendirian. Namun, rahasia terbesar yang ia sembunyikan secara rapat-rapat akhirnya terbongkar juga. Disaat semua orang menjauhi Tasalia...