Satu bulan berlalu.
Kini Tasalia sudah bisa membagi waktu antara belajar dan bekerja. Tidak seperti saat awal-awal ia bekerja. Saat ia belum terlalu bisa membagi waktunya antara belajar dan bekerja.
Hari ini adalah hari dimana Tasalia mendapatkan gaji. Gaji pertamanya. Walaupun tidak banyak, setidaknya itu bisa memenuhi kebutuhan Tasalia selama satu bulan.
"Wah... Gaji pertama, Ta?"
Tasalia menoleh dan menemukan Rio yang tengah tersenyum manis.
"Ah iya, Kak. Gaji pertama." Tasalia menyengir.
"Gimana?"
Tasalia mengernyit. "Gimana apanya?" tanyanya heran.
"Gimana cafenya? Udah selesai semua kan? Soalnya alat dapur udah bersih semua." ujar Rio.
"Oh udah semua kok. Tinggal tunggu Kak Fani aja. Dia lagi di kamar mandi." Tasalia tersenyum manis.
Astaga... Jantung gue kenapa jadi deg-degan gini waktu dia senyum?, batin Rio bertanya. Tanpa sadar, ia ikut tersenyum.
"Ah iya. Lo pulang sama siapa? Pulang sama gue aja yuk?" tawar Rio setelah sadar dari lamunannya.
"Eh?" Tasalia mengernyit heran. Lagi.
"Iya, lo balik bareng gue. Gimana?"
Tasalia mengusap tengkuknya. Kemudian ia tersenyum canggung. "Gak usah deh, Kak... Aku udah dijemput." ujar Tasalia tidak enak.
"Lho? Dijemput sama siapa?" tanya Rio heran.
"Sama... pacar aku, Kak." jawab Tasalia pelan. Untungnya masih bisa didengar oleh Rio.
Selama beberapa saat Rio terdiam. Kemudian ia terkekeh. Walaupun terdengar hambar. "Oh... Sama pacar toh... Lo mah masih kecil udah punya pacar aja!" ujar Rio.
"Eh, iya—"
"Sirik tuh, Ta!" sahut seseorang.
Ah ternyata Fani.
Tasalia bisa menghela napas lega saat Fani datang. Entahlah mengapa. Yang pasti ia merasa sangat lega.
"Ayo cabut! Udah malem." ajak Fani sambil menggendong tas ranselnya.
Setelah mengunci pintu cafe, mereka saling berpamitan. Melambaikan tangan mereka masing-masing. Setelah itu, mereka langsung pulang.
"Hallo!!!" sapa Deva saat Tasalia baru saja masuk ke dalam mobilnya.
"Hallo juga, Dev..." balas Tasalia.
"Gimana kerjaannya hari ini? Lancar?" tanya Deva.
"Lancar. Aku juga dapet gaji pertamaku." Tasalia tersenyum senang.
"Syukurlah..." Deva tertawa kecil kemudian mengusap rambut Tasalia dengan lembut.
"Besok aku mau ke panti asuhan."
"Ngapain?" heran Deva. Ia menoleh sebentar ke arah Tasalia kemudian fokus lagi pada jalanan di depannya.
"Berbagi lah... Rasanya lebih senang aja berbagi dari hasil jerih payah sendiri." Tasalia tersenyum kecil.
"Ya udah besok aku temenin."
"Eh gak usah! Kamu udah cape jemput aku malem-malem gini," Tasalia menatap Deva dengan pandangan tidak bisa diartikan. "Emangnya kamu gak dimarahin Mama kamu kalau jemput alu malem-malem gini?" tanya Tasalia heran.
"Enggak. Dia biasa aja kok." sahut Deva.
"Lain kali jangan jemput aku... Aku bisa naik kendaraan umum atau mesen taksi." ujar Tasalia. Ia merasa berhutanh budi pada Deva.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Same
JugendliteraturNamanya Tasalia. Cewek yang memiliki banyak rahasia yang tidak orang lain ketahui. Ia selalu menyimpan semuanya sendirian. Namun, rahasia terbesar yang ia sembunyikan secara rapat-rapat akhirnya terbongkar juga. Disaat semua orang menjauhi Tasalia...