"Deva!"
Deva menoleh dan tersenyum manis saat melihat Tasalia tengah berlari kecil ke arahnya.
"Selamat pagi, Nona..." sapa Deva sambil tersenyum. Ia berjalan di sebelah Tasalia.
"Selamat pagi juga, Tuan..." balas Tasalia.
"Gimana? Satenya enak enggak?" tanya Deva sambil menatap Tasalia.
"Enak kok. Makasih, lho, Dev." ucap Tasalia. Cewek itu tersenyum manis pada Deva.
"Ya?"
"Apa?" sahut Tasalia.
"Jangan senyum mulu dong!" protes Deva.
Tasalia mengernyit heran. "Lho? Kenapa? Kan senyum itu ibadah." ujar Tasalia sambil menatap Deva dengan tatapan bingung.
"Aku tau. Tapi kalau kamu senyum mulu kayak tadi, lama-lama aku bisa diabetes," ujar Deva sambil menyengir. "Soalnya senyum kamu itu ngelebihin dari manisnya permen lolipop." lanjutnya.
Tasalia cemberut. Tapi tak urung pipinya terasa panas. Ia yakin pipinya pasti sudah memerah sekarang. "Apaan sih, Dev?!" ujar Tasalia kesal.
"Apanya yang apa, Ya?" Deva malah balik bertanya.
"Tau ah! Aku marah."
[ NOT SAME ]
Bel pulang sekolah berbunyi dengan nyaringnya. Katanya, bel pulang sekolah adalah suara yang paling ditunggu-tunggu anak sekolah.
Termasuk Deva. Deva dan teman-temannya selalu menunggu bel pulang sekolah. Bahkan mendengar suara bel pulang sekolah, rasa kantuk yang daritadi menyerang Deva tanpa ampun sudah hilang entah ke mana.
"Tasalia!" panggil Deva.
Yang dipanggil hanya menoleh dan menatap Deva. Omong-omong, mereka sudah berbaikan. Itupun karena Deva tidak kuat diabaikan oleh Tasalia. Ya walaupun masih diem-dieman.
"Pulang bareng." ujar Deva sambil merangkul Tasalia.
Merasa risih, akhirnya Tasalia melepas rangkulan Deva secara paksa. Deva hanya tertawa kecil melihat Tasalia yang berusaha melepaskan rangkulannya.
"Rese banget sih lo!" maki Tasalia dengan kesal.
"Udah balik jadi pake gue-elo nih ceritanya?" tanya Deva jahil.
"Lagian lo jadi cowok rese!"
"Iya, deh, maafin, Deva..." ujar Deva dengan nada memohon.
"Kan tadi udah minta maaf."
"Lagian kamunya masih gitu. Ya udah aku minta maaf lagi." sahut Deva.
Tasalia diam. Tidak menyahuti perkataan Deva.
"Aku traktir ice cream deh. Gimana?" tawar Deva. Lebih tepatnya menyogok Tasalia agar cewek itu tidak marah kepadanya.
"Emang aku anak kecil apa?!" Tasalia bersedekap dada. Pandangannya lurus menatap ke depan.
"Tawaran terakhir nih," ujar Deva sambil menahan tawa. "Mau gak?" tawarnya lagi.
Tasalia terdiam sebentar. Tawaran yang menarik sebenarnya. Tapi-
"Mau gak?" Deva menawarinya lagi. "Kalau enggak, kita langsung balik nih..." lanjut Deva.
"Mmm..."
"Satu..."
"Dua..."
"Tig-"
"Iya, aku mau!" seru Tasalia cepat. Deva hanya tertawa mendengar perkataan Tasalia barusan.
[ NOT SAME ]
Seperti janjinya tadi, Deva mengajak Tasalia makan ice cream di salah satu kedai langganannya. Selain harganya yang murah, rasa ice creamnya pun enak. Mereka membuatnya sendiri, katanya.
"Mau ke mana lagi?" tanya Deva saat mereka keluar dari kedai.
"Entahlah. Aku bingung." jawab Tasalia.
"Pulang aja gimana?" tawar Deva.
Tasalia mengangguk setuju. Lagi pula badannya sudah lelah. Apalagi banyak tugas yang menumpuk meminta dikerjakan.
Saat menuju parkiran, dahi Tasalia dan Deva mengerut saat melihat orang-orang berkumpul dengan ramainya. Penasaran, akhirnya mereka mendatangi kumpulan orang-orang itu.
"Ini ada apa, Pak?" tanya Tasalia kepada salah satu orang di sana.
"Ini, Neng, tadi ada yang keserempet mobil. Katanya sih kakinya keseleo gitu." sahut bapak itu.
"Gak nyambung amat lukanya." celetuk Deva.
"Dev!" peringat Tasalia. Deva hanya menyengir.
"Gini, Mas, katanya kan dia jatuh gitu. Gak tau gimana saya juga. Pokoknya dia jatuh, terus keseleo gitu." jelas bapak itu lagi.
"Makasih, ya, Pak. Maaf temen saya celetak-celetuk kayak gitu." ringis Tasalia tidak enak. Setelah mengatakan hal demikian, Tasalia segera menarik lengan Deva menerobos kerubunan.
"Anita!" Tasalia setengah menjerit saat melihat siapa yang menjadi korbannya. Anita. Cewek itu segera berlari menuju Anita.
"Nit, lo kenapa?" tanya Tasalia panik. Ia melihat sekujur tubuh Anita. Sikutnya lecet-lecet dan lergelangan kaki kanannya membiru.
"Sakit..." tangis Anita.
"Bisa berdiri gak?" tanya Tasalia. Anita hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Dev, sini!" panggil Tasalia.
"Apaan?" tanya Deva. Ia segera menghampiri Tasalia yang sedang berjongkok di sebelah Anita.
"Kamu anterin Anita, ya? Kasihan dia. Aku bisa naik bus kok." ujar Tasalia.
"Tapi kan-"
"Ayolah, Dev... Kasihan Anita. Ya, ya, ya?" bujuk Tasalia lagi. "Aku bisa naik bus..."
"Hm." sahut Deva.
"Makasih lho..." ujar Tasalia dengan senyum yang mengembang di bibirnya. "Lo pulang dianter sama Deva, ya? Bawa motor atau mobil gak?" tanya Tasalia.
"Enggak..." sahut Anita lemah.
"Ya udah, sekarang lo balik dianter Deva. Pake motor tapi. Gak apa-apa, ya?" ujar Tasalia dengan lembutnya. Seolah cewek itu lupa kalau Anita membencinya.
"Bisa jalan gak lo?" sinis Deva. Sebenarnya ia malas mengantarkan Anita. Apalagi saat mengingat perilaku kasar Anita terhadap Tasalia.
Anita menggeleng.
Deva mendnegus kesal. Akhirnya, dengan sangat terpaksa, Deva membantu Anita berdiri dan membawa cewek itu menuju motornya yang masih terparkir.
"Ini mah namanya air susu dibalas air tuba." sinis Deva sambil mengenakan helmnya. Ia menatap sinis Anita dari spion motornya.
[ NOT SAME ]
HOLLA!!!
Akhirnya bisa update juga, hehehe...
Maafkan chapternya pendek. Ini dikarenakan badan saya yang masih lelah dan tidak mau diajak kompromi, hehehe...
Happy reading♡

KAMU SEDANG MEMBACA
Not Same
Подростковая литератураNamanya Tasalia. Cewek yang memiliki banyak rahasia yang tidak orang lain ketahui. Ia selalu menyimpan semuanya sendirian. Namun, rahasia terbesar yang ia sembunyikan secara rapat-rapat akhirnya terbongkar juga. Disaat semua orang menjauhi Tasalia...