Prolog

630 37 0
                                    

Tok.. Tok.. Tokk..

Suara ketukan tongkatku pada aspal seakan menggema ditengah keheningan malam. Entah apa yang menuntunku melakukan ini,keluar tanpa memberitahu ayah dan ibu,mengendap-endap seperti pencuri. Aku yakin ayah dan ibu akan marah jika mengetahui aku tak berada didalam kamarku. Tapi,aku ingin keluar.

Langkahku terhenti saat telingaku menangkap suara tawa beberapa laki-laki. Aku diam,kemudian menjatuhkan tongkatku saat merasa orang-orang itu telah berada dihadapanku.

"Elma, ibu hanya tidak ingin kamu disakiti. Diluar sana,ada begitu banyak orang jahat. Dengan keadaanmu,mereka akan dengan mudah melukaimu. Ibu tidak mau."

Tubuhku perlahan bergetar saat teringat ucapan ibu. Aku berjongkok,tanganku meraba mencari tongkat,aku harus pulang. Lima puluh langkah dari sini menuju rumah. Tapi,dimana tongkatku?

"Hei,ini tongkatmu."

Suara laki-laki terdengar begitu dekat denganku,aku berdiri,meraih tongkat yang disodorkannya kemudian mundur. jantungku berdebar begitu hebat,mungkinkah dia ini salah satu orang jahat yang dikatakan ibu? Ibu,Maafkan aku.

"Jielah,malah ngurusin orang buta!"

Kudengar lagi suara. Mungkin teman si pria ini.

"Duluan saja." Ucapnya. Aku masih diam.

"Cepetan!"

"Hm."

Aku berbalik,kemudian berjalan mengarahkan tongkatku ke atas aspal. Saat hitungan hatiku mencapai angka tujuh,kudengar derap langkah dibelakangku. Aku mengeratkan genggaman tangan pada tongkat.

"Hei,dimana rumahmu?"

Aku diam. Masih terus berjalan dan menghitung,jangan sampai kurang,atau lebih,karena jika begitu aku tidak akan sampai dirumah.

"Tunggu!"

Degh.

Langkahku terhenti saat kepalaku menabrak seseorang. Aku mundur satu langkah.

"Aku bukan orang jahat. Dimana rumahmu? Biar kuantar."

Aku menggeleng,kemudian bergeser untuk melewatinya,namun saat langkahku melewatinya,tanganku disentuh,membuatku panik dan duduk menjerit.

"Hei, maafkan aku. Aku hanya ingin mengantarmu pulang."

"Ti..tidak usah. Kumohon,jangan sakiti aku!" Ucapku pelan,hampir tak terdengar.

"Aku bukan orang jahat."

Aku menggeleng,meraba aspal untuk mencari tongkat yang lagi-lagi kujatuhkan.

"Ini tongkatmu." Ucapnya menyentuhkan tongkat pada telapak tanganku.

"Terim-"

"Elma!"

Aku berdiri,berbalik karena mendengar suara ibu dibelakangku.

"Ibu.."

Ibu memelukku erat,membenamkan wajahnya pada lekukan leherku. Dan isakan terdengar dari bibirnya.

"Ibu.. maafkan aku."

Ibu merangkum wajahku diantara kedua tangannya,mengelus pipiku dengan lembut.

"Elma, sudah ibu katakan,jangan keluar rumah tanpa ibu atau ayah,itu sangat membuat kami khawatir."

"Maaf.."

"Ayo pulang." Ucap ayah,aku mengangguk.

"Eh,siapa kamu?" Suara ayah lagi. Kukira pertanyaan itu ditujukan untuk laki-laki yang masih berada diantara kami. Dan memang benar.

"Tadi saya menemukan Elma sedang mencari tongkatnya,saya hanya berniat menolong." Jawabnya.

Dia menyebut namaku. Aku sedikit tersenyum.

"Ah terimakasih,Nak."

"Sama-sama Om."

"Kami permisi dulu ya."

"Iya Om."

Aku berjalan dituntun ibu disisi kananku,dan ayah disisi kiriku. Meninggalkan laki-laki itu disana,hingga telingaku menangkap suaranya lagi,
Aku berhenti berjalan dan berbalik,

"Ah,Elma, sampai berjumpa lagi ya."

kedua sudut bibirku terangkat,kemudian aku mengangguk,lalu meninggalkannya. Benar-benar pergi meninggalkannya.

Untuk Sebuah NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang