Sakit

162 14 0
                                    

Dia diam. Kemudian tersenyum. Mulutnya bergerak-gerak membentuk kata dan kalimat. Namun tidak bersuara. Gerakannya seperti sengaja dibuat lambat. Rambutnya berayun saat ia menggeleng sambil tertawa,membuat matanya menyipit,segaris.

Dia tampan. Yang paling kusukai,kurasa matanya. Bagaimana dia mengedip genit, memutar bola matanya saat aku tidak mengerti dengan ucapannya.

"Elmaa.."

Suaranya memanggil namaku menggema. Suara yang akhir-akhir ini menemani hariku. Aku tersenyum.

**

Aku hanya mengira-ngira saja,laki-laki yang terkadang hadir di dalam tidurku,adalah Gatra. Hitam putih,dan buram.

Bicara soal Gatra,laki-laki itu tak dapat kubaca. Maksudku,begini,tanpa memberitahu atau memberi kabar,Gatra bisa melakukan sesuatu yang diluar pikirku. Seperti kembali ke Restorant hanya untuk berkelahi dengan seseorang yang membuatku terjatuh.

Gatra. Nama yang awalnya tidak berarti apa-apa untukku. Hanya seorang laki-laki biasa yang kukenal lewat cahaya bulan. Namun kini terlalu berarti. Nama yang membuatku menajamkan pendengaran saat namanya disebut orang lain.

Bagaimana aku harus menjelaskan perasaanku? Aku menyukai semua hal yang berkaitan dengan Gatra. Berlebihan memang. Namun,itulah caraku merasa dekat dengannya.

"Elma,jangan mengeluh karena kamu tidak bisa melihat. Diluar sana,ada orang yang mengharapkan buta hanya karena putus asa melihat banyaknya pengkhianatan dibumi."

Sejak hari pertamaku mendapat mimpi seperti itu,ibu langsung mengajakku menemui dokter Mika. Tidak ada yang serius,hanya saja aneh karena biasanya aku memimpikan hitam,suara,juga harum. Tiba-tiba saja mendapat mimpi bayangan buram seorang laki-laki,itu sangat tidak nyaman.

Dokter Mika bilang,itu adalah bentuk khayalanku yang terbawa mimpi. Dan yang lebih aneh,aku memimpikan sosok seorang laki-laki,tidak ada suara kecuali saat ia memanggil namaku.

Tidak seperti saat aku memimpikan warna hitam. Disana akan ada berbagai suara,seperti bentakan ibu-ibu yang tersenggol olehku,suara klakson mobil saat aku menghalangi jalan,dan yang lainnya.

Aku sedang duduk dengan menyandarkan kepalaku di atas meja rias dikamarku. Mendengarkan alunan musik yang dikeluar dari Music Box. Tanganku menyentuh satu persatu miniatur kudanya yang berputar.

Aku rindu Gatra.

Cklek.

Pintu dibuka seseorang dari luar. Itu ibu.
Ibu nenarik kursi,dan duduk dihadapanku.

"Elma,dokter Mika menelpon ibu. Menanyakan keputusan,kalau besok belum memberi keputusan,akan dinyatakan batal. Banyak yang membutuhkan nak." ucap ibu mengusap rambutku yang tergerai.

Aku mengangkat kepalaku,bangkit dari duduk,berjalan bergerak kemudian berdiri didekat jendela.

"Elma tidak mau bu." Ucapku akhirnya.

"Lho? Kenapa?"

Aku mengangkat bahu.

"Elma takut bu. Tidak apa-apa,Elma nyaman seperti ini,bu."

"Tapi,Elma-"

"Apa Elma merepotkan ibu?" Tanyaku dengan tangan yang menyentuh jendela. Dingin.

"Tidak Elma! Bagaimana bisa ibu merasa direpotkan? Kamu anak ibu. Ibu hanya ingin kamu juga merasakan indahnya dunia."

"Elma tidak mau." Ucapku kemudian berbalik dan menaiki kasur. Berbaring menarik selimut.

Ibu duduk disampingku.

Untuk Sebuah NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang